Lebih Berharga Ketimbang Ngemis!

Reporter : Sandy Mahaputra
Rabu, 23 Desember 2015 20:48
Lebih Berharga Ketimbang Ngemis!
Di Jakarta, berpenghasilan tujuh ribu sehari bisa buat beli apa? Namun Sunari merasa lebih berharga daripada 'ngemis'

Dream - Perempuan tua itu sibuk di pinggiran pagar Apartemen Latumeten, Jakarta Barat. Mengurus lapak kecil. Tangan yang sudah keriput itu masih sigap bergerak. Membuka ikatan karung berisi sayur mayur.

Dalam sekejap, aneka sayur itu berpindah tempat. Sudah tertata rapi di lapak beralaskan plastik hitam. Suara serak terus berteriak. Menawarkan dagangan. Seolah tak mau tertinggal roda kehidupan.

Dialah Sunari. Pedagang sayur yang biasa mangkal di situ. Di tempat hunian kelas menengah itu, dia mengadu nasib. Berjibaku semenjak matahari baru menyembul. Bergumul dengan debu dan aroma asap kendaraan bermotor.

Dan hari itu, Senin 21 Desember 2015, dagangan Sunari laris manis. Perempuan separuh abad ini bak kekurangan waktu. Jangankan berleha-leha. Napas panjang pun tak sempat dia hela. Begitu satu pemesan dilayani, pelanggan lain sudah menanti.

Di bawah terik mentari dan guyuran hujan, Sunari memeras keringat. Penat, peluh serta dingin menjadi kawan setia. " Kemarin karena hujan yang beli sepi. Alhamdulillah hari ini dagangan lumayan laku," kata Sunari sambil mengambil obat puyer sakit kepala dari sakunya.

Perempuan dengan kepala ditaburi uban ini memang tengah kurang enak badan. Kemarin, ia tetap berdagang di tengah guyuran hujan lebat. Hanya mengenakan kantong plastik sebagai penutup kepala.

Tubuh rentannya sesekali bergetar menahan dingin. Bibir keriputnya pun bergetar. Matanya nanar. Menunggu satu dua orang membeli dagangannya. Tetap saja sepi pembeli.

" Kemarin karena hujan jadi banyak yang malas keluar. Tapi saya tetap jualan, kalau engga makan dari mana. Makanya kepala lumayan pusing karena kena hujan," kata Sunari yang berasal dari Indramayu.

Wanita yang hidup sebatang kara ini pertama kali menginjakkan kaki di ibukota saat berusia 12 tahun, bersama suaminya, Aswan. Pasangan muda itu membanting tulang demi mencukupi kehidupan sehari-harinya. Sunari berkerja sebagai pelayan restoran, sedangkan Aswan menarik becak.

" Suaminya paling banyak dapat uang narik Rp 100 ribu. Kalau saya diupah Rp 100 per bulan. Buat bayar kontrakan saja susah, apalagi buat makan," kata Sunari dengan mata berkaca-kaca mengenang.

Hidupnya makin berat setelah sang suami lebih dulu dipanggil sang khalik, setahun lalu. Sulit, tapi Sunari tak menyerah. Ia pantang menerima belas kasihan orang lain, apalagi ngemis. Selama masih punya tenaga dan kesehatan, lebih baik seperti ini, walaupun pendapatan tidak seberapa, begitulah prinsip hidupnya.

Jalan Sunari menyambung hidup tanpa mengemis akhirnya datang dari sebuah komunitas yang eksis di sosial media Instagram, @Ketimbang.Ngemis.Jakarta.

Komunitas itu banyak mengangkat kisah mengharukan dari para manula dan penyandang cacat yang tetap berjuang untuk hidupnya dengan jualan ketimbang mengemis.

Di zaman serba gegas, komunitas ini memanfaatkan sosial media. Biasanya mereka mendapatkan kiriman gambar dari followers via instagram. Dari situ KNJ mulai bergerak terjun ke lapangan untuk memberikan bantuan berupa modal usaha.

Sunari salah satunya. Ia mendapatkan bantuan sebesar Rp500 ribu.

Dari situ...

1 dari 2 halaman

Gontai Sunari Demi Sesuap Nasi

Gontai Sunari Demi Sesuap Nasi © Dream

Jakarta sudah temaram. Matahari sudah rebah. Dan Sunari mulai membersihkan lapaknya. Sembari berbenah, wanita yang tak memiliki anak itu mengaku kaget ketika diberikan uang 'cuma-cuma' oleh sekelompok anak muda.

" Mereka datang terus ngasih duit. Saya ga tau siapa, ya saya terima buat modal jualan," kata Sunari yang sedikit lupa peristiwa itu.

Uang itu digunakan Sunari untuk modal jualan sayur, sisanya buat membayar utang. Biasanya, dalam sehari ia membeli Rp 100 ribu hingga Rp 120 ribu di Pasar Jembatan Lima. Untungnya paling banyak Rp 20 ribu.

Baginya, keuntungan itu sangat berarti. Dia dapat membeli makanan dan menyimpan sisanya untuk membayar kontrakan Rp 300 ribu per bulan. Sunari mengaku ikhlas bersyukur dengan apa yang ia miliki sekarang.

Tak lama, Sunari meminta izin untuk pamit pulang. Kepalanya makin sakit, ia ingin segera rebahan di kontrakannya yang berjarak sekitar satu kilo dari tempat ia berdagang.

Dengan badan terhuyung membawa karung sisa sayuran, ia menyusuri
gang sempit bercetak semen. Perlahan Sunari pun menghilang dari pandangan.

2 dari 2 halaman

Kenapa Memilih Sunari?

Kenapa Memilih Sunari? © Dream

Menurut Yona Luverin, juru bicara Komunitas Ketimbang.Ngemis.Jakarta, Sunari adalah sosok perempuan yang bertarung dengan kerasnya kehidupan Jakarta. Hidup jualan sayur tak membuatnya menyerah. Apalagi membuat tangan menengadah. Selama tenaga masih ada, tekad bekerja terus menyala.

" Dia itu hidup sendirian. Kita dapat informasi dari followers. Kita cek ternyata hidupnya sangat menyedihkan. Keuntungan berjualannya kadang cuma Rp 7 ribu sehari. Buat makan saja udah susah. Bahkan sudah sakit-sakitan," cerita mojang Bandung itu kepada Dream.

Kata Yona, Sunari tak mau mengemis yang kemungkinan jauh lebih mudah tanpa harus bersusah payah menawarkan dagangannya. Meski punggungnya sudah membungkuk lantaran tak kuat menahan usia, ia tetap berusaha sekuat tenaga.

Banyak pengalaman luar biasa yang didapat anggota komunitas Ketimbang.Ngemis.Jakarta. Mulai dari diikuti preman saat ingin memberikan bantuan hingga kesulitan mendapatkan alamat rumah target.

Nah bagi kamu yang memiliki jiwa sosial berminat untuk jadi relawan Komunitas Ketimbang.Ngemis.Jakarta, bisa banget! Pendaftaraan akan dibuka dua bulan sekali.

Bagi kamu yang mau jadi donatur atau menyalurkan donasi juga bisa. Caranya Pantengin terus akun @Ketimbang.Ngemis.Jakarta. Siapa lagi yang peduli kalau bukan kita?

(Laporan: Maulana Kautsar)

Beri Komentar