Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Aqeela Asifi, Guru Pengungsi Afghanistan Peraih 'UNESCO Award'

Aqeela Asifi, Guru Pengungsi Afghanistan Peraih 'UNESCO Award' Aqeela Asifi, Guru Para Gadis Pengungsi Afghanistan (worldbulletin.net)

Dream - 23 tahun lalu, Afghanistan tengah dilanda perang sipil. Kelompok Taliban berusaha menumbangkan pemerintahan dan mereka berhasil. Situasi saat itu begitu mencekam.

Ketika kendali atas negara berada di tangan Taliban, pengetatan aturan berjalan dengan begitu kaku. Tidak ada seorang pun pengampu pemikiran modern, khususnya wanita, boleh tinggal di sana. Alhasil, rakyat Afghanistan tidak bisa mengakses hak-hak dasarnya, terutama pendidikan.

Merasa tidak aman tinggal di tanah kelahirannya di Kabul, Aqeela Asifi, kini 49 tahun, bersama suami dan anak-anaknya memutuskan untuk pergi. Situasi konflik memaksa mereka untuk mencari perlindungan di tempat lain.

"Pemerintahan jatuh dan mujahidin mengambil alih. Itu chaos yang lengkap. Kami harus lari demi hidup kami. Saya tinggalkan semua, sekolah saya, siswa saya, dan rumah saya," ujar Asifi.

Kala itu, Asifi tengah berusia 26 tahun. Dia tiba di Pakistan dan tinggal di kampung pengungsi Kot Chandana di Mianwali, kawasan yang terkenal sebagai tempat tinggal kelompok konservatif di Provinsi Punjab.

Cukup sulit untuk bisa melanjutkan hidup sebagai pengungsi. Tetapi, Asifi mengatakan bertemu dengan para pengungsi lain menjadi semacam kejutan bagi dia.

"Kami semua warga Afghanistan. Tapi saya segera menyadari kehidupan saya ketika berada di Kabul dengan kehidupan orang-orang ini yang tinggal di bagian lain dari Afghanistan sangatlah berbeda," kata dia.

Asifi mendapat kesan para pengungsi begitu ramah dan baik, Tetapi, ada yang menarik perhatian dia, para pengungsi tersebut hidup dalam nilai-nilai tradisional, yang melarang para gadis keluar rumah bahkan mengenyam pendidikan.

Mendapati fakta itu, Asifi mengaku merasa bersyukur bisa tumbuh dan besar dalam keluarga liberal. Alhasil, dia mendapat pendidikan hingga bermimpi untuk bisa menjadi guru. Orangtuanya pun memberikan dukungan penuh agar Asifi meraih cita-citanya.

Situasi di pengungsian membukakan mata hatinya. Dia kemudian tergerak untuk membebaskan para gadis dari kebodohan, dengan membuka kelas pendidikan. Kala itu, hanya siswa pria yang mau datang sementara tidak ada satupun gadis terlihat duduk di jajaran bangku yang telah dia siapkan.

"Saya harus berhati-hati supaya tidak menyinggung masyarakat tradisional, tetapi saya juga merasakan ada kewajiban moral untuk memberikan para gadis dan wanita hak dasar mereka berupa pendidikan," kata dia.

Asifi dan suaminya kemudian mencoba menemui para sesepuh masyarakat dan para imam. Mereka bahkan pergi dari satu pintu ke pintu lain untuk memberikan pemahaman akan pentingnya pendidikan untuk para gadis.

Awalnya, masyarakat tidak tahu harus menyebut apa Asifi. Ini lantaran masyarakat tidak mengenal istilah untuk menyebut guru wanita.

"Secara bertahap kami mulai dari tenda kecil di kamp pengungsian," kenang dia.

Bukan pelajaran berat semacam matematika atau ekonomi formal yang dia ajarkan, melainkan mengenai pengetahuan sehari-hari. Pelajaran pertama yang dia ajarkan adalah ekonomi rumah tangga dan kebersihan diri.

"Saya ingin mereka tahu pendidikan bukan suatu hal yang menakutkan, ini membantu kehidupan kalian menjadi lebih baik," kata dia.

Kelas Asifi pada mulanya hanya diikuti oleh beberapa orang gadis. Lambat laun, Asifi harus membuat jadwal lantaran muridnya bertambah banyak.

Dia pun segera melihat perubahan dari para gadis didikannya. "Mereka lebih percaya diri dan mau terlibat. Salah seorang gadis berkata pada saya dia menawarkan bantuan kepada pamannya untuk mendaftar semua kain wol yang terjual," ungkap dia.

"Pamannya tertawa di awal. Tetapi kemudian melalui matematika sederhana yang dia pelajari di sekolah tenda saya, dia membantu pamannya dengan pembukuan dasar. Pamannya begitu terkesan, lalu menyuruh anaknya menikahinya," terang dia.

Tidak pernah ada kata lelah dan menyerah dalam benak Asifi. Dia merasa memiliki beban moral jika sampai ada gadis pengungsi tumbuh tanpa merasakan pendidikan. Hal itu menguatkan keinginannya untuk terus mengajar, meski tanpa imbalan.

Perjuangan Asifi tidak sia-sia. Dedikasinya terhadap dunia pendidikan menjadikan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) memberikan penghargaan Nansen, sebuah penghargaan bagi para sosok yang berjasa kepada para pengungsi.

"Dalam sebuah kisah luar biasa tentang keberanian dan tekad kuat melawan rintangan, Aqeela Asifi menjalankan misinya selama lebih dari 20 tahun membawa pendidikan untuk para gadis pengungsi di komunitas terpencil di Pakistan. Asifi telah diakui atas dedikasi penuh keberanian dan perjuangan tanpa lelah demi pendidikan gadis pengungsi Afghanistan di kamp pengungsi Kot Chandana di Mianwali, Pakistan," ujar petinggi PBB saat prosesi penyerahan penghargaan Nansen 2015 di Genewa, Swiss, beberapa waktu lalu.

Asifi begitu terkesan dengan penghargaan tersebut. Tetapi, bukan itu yang menjadi mimpinya, tetapi Afghanistan yang maju dalam pendidikan.

"Saya berharap suatu hari ketika orang mengingat Afghanistan, bukan untuk perang, tetapi untuk standar pendidikan," terang dia.

Menurut PBB, Afghanistan memiliki krisis pengungsi terbesar di dunia dengan lebih dari 2,6 juta warga tinggal di pengungsian. Separuh dari mereka adalah anak-anak.

Sumber: bbc.com | worldbulletin.net

ATAU
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Wamenaker Afriansyah Terima Anugerah Tokoh Minang Nasional Peduli Sumber Daya Manusia

Wamenaker Afriansyah Terima Anugerah Tokoh Minang Nasional Peduli Sumber Daya Manusia

Wamenaker Afriansyah Noor dinobatkan sebagai Tokoh Minang Nasional Peduli Sumber Daya Manusia.

Baca Selengkapnya
Berawal dari Obrolan Ingin ke Tanah Suci, Ariqah Alifia Tak Menyangka Bisa Umroh Usai Juarai DIW 2023

Berawal dari Obrolan Ingin ke Tanah Suci, Ariqah Alifia Tak Menyangka Bisa Umroh Usai Juarai DIW 2023

Juara satu Dream Inspiring Women (DIW) 2023, Ariqah Alifia mengungkapkan pengalaman membanggakan mendapatkan hadiah umroh gratis.

Baca Selengkapnya
Viral! Berawal dari Iseng Tanya Tanggal Lahir, Siswa SMA Ini Akhirnya Nikahi Gurunya, Netizen: 'Kalau Jodoh Gue Masih Sekolah PAUD'

Viral! Berawal dari Iseng Tanya Tanggal Lahir, Siswa SMA Ini Akhirnya Nikahi Gurunya, Netizen: 'Kalau Jodoh Gue Masih Sekolah PAUD'

Tanpa malu-malu, siswa itu menanyakan tanggal lahir bu guru yang tengah berjalan di depannya.

Baca Selengkapnya
Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
video untuk kamu.
SWIPE UP
Untuk melanjutkan membaca.