StreetStage, Komunitas Dance yang Dibentuk oleh Remaja 12 Tahun
Komunitas StreetStage | Foto: Instagram.com/@streetstage.id
Reporter : Abidah
StreetStage didirikan sebagai wadah sosial bagi anak-anak dan remaja yang tidak memiliki dukungan dana maupun fasilitas untuk mengembangkan minat di dunia tari.
DREAM.CO.ID - Jakarta memang tak pernah kehabisan energi ketika bicara soal komunitas anak muda. Dari musik, seni rupa, hingga olahraga, selalu ada ruang baru bagi mereka yang ingin berekspresi. Kali ini, giliran dunia modern dance yang kedatangan pemain baru, yaitu Streetstage, sebuah komunitas tari yang lahir di pertengahan tahun 2025 dan langsung mencuri perhatian.
Berbeda dari sanggar tari profesional, Streetstage hadir sebagai wadah sosial untuk anak-anak dan remaja yang punya minat besar di dunia dance tapi terkendala dana, fasilitas, atau dukungan dari keluarga.
Awal Berdirinya StreetStage
Di balik komunitas ini, ada sosok remaja bernama Kay Satria Hartono, pelajar kelas 12 di Jakarta Intercultural School yang juga memimpin klub dance di sekolahnya. Kecintaannya pada hip-hop dan kepeduliannya terhadap anak-anak yang tidak memiliki akses belajar menari melahirkan sebuah komunitas bernama StreetStage.
Kay mendirikan StreetStage pada pertengahan tahun 2025 sebagai wadah sosial bagi anak-anak dan remaja yang tidak memiliki dukungan dana maupun fasilitas untuk mengembangkan minat di dunia tari. “StreetStage = Kesempatan x Kemauan x Kepercayaan Diri,” begitu motonya.
Ia terinspirasi dari budaya K-pop yang sedang populer di Indonesia. Menurutnya, banyak remaja ingin menari tetapi tak tahu harus mulai dari mana. Selain itu, ia juga menyoroti hasil riset Organisasi Kesehatan Dunia yang menyebutkan mayoritas remaja di 146 negara kurang bergerak secara fisik.
Di Indonesia sendiri, 86,4 persen anak belum memenuhi standar aktivitas fisik. Kondisi ini mendorongnya untuk membangun wadah yang tidak hanya melatih keterampilan, tetapi juga menjaga kebugaran anak muda.
“Saya mengamati dance masih belum banyak fasilitas apalagi dukungan sosial di masyarakat Indonesia. Saya yakin banyak anak muda berminat di bidang dance tapi tidak tahu bagaimana mengembangkan dan menyalurkannya.” ujar Kay, dikutip dari JDlines.
Menurutnya, sebagian anak juga hanya mengikuti kegiatan tari tradisional karena dorongan orang tua, bukan karena keinginan pribadi. Gagasan ini juga lahir dari pengalaman Kay saat magang di YCAB Foundation (Yayasan Cinta Anak Bangsa).
Di sana, ia terlibat dalam berbagai kegiatan pemberdayaan anak, namun tidak menemukan ruang bagi modern dance. Pengalaman itu membuatnya yakin bahwa dance modern dapat menjadi medium positif untuk membangun disiplin, kekuatan mental, dan rasa percaya diri anak muda.
Menurutnya, seni tari bisa melatih berbagai kemampuan penting yang sepadan dengan isu sosial lainnya seperti kesehatan atau gizi anak. Dance bukan sekadar hobi, melainkan alat pembentukan karakter.
Membangun Kepercayaan Diri Lewat Pelatihan
StreetStage memulai pelatihan dengan merekrut anak-anak dari dua yayasan, Pondok Kasih Mandiri dan Amal Mulia Indonesia. Proses seleksi berlangsung dua minggu dan diikuti pelatihan intensif selama dua bulan, dari Juni hingga Agustus 2025.
Materi pelatihan mencakup dasar tari, sejarah dan budaya hip-hop, koreografi, pernapasan, sinkronisasi gerak, serta ekspresi wajah. Semua dilakukan agar mereka mampu tampil maksimal di panggung. “Karena hip hop genre-nya bebas, ekspresif, full power, dan juga sebetulnya sangat populer dengan trend K pop di Indonesia beberapa tahun belakangan ini,” jelas Kay.
Dari rangkaian pelatihan tersebut lahir dua tim, yaitu Nonaspark, beranggotakan empat siswi SMA, dan KidzKrew, terdiri dari enam anak usia SD hingga SMP. Mereka tidak hanya berlatih, tapi juga tampil di berbagai panggung kompetisi.
Dari Kompetisi Hingga Kolaborasi
Debut Nonaspark berlangsung pada 8 Agustus 2025 di kompetisi yang digelar DOSS Mega Store di Ratu Plaza. Dua minggu kemudian, kedua tim tampil di acara Merdek-Kids Dance Party di Aeon Mall Tanjung Barat.
Puncaknya, pada 14 September 2025, StreetStage berkolaborasi dengan Gigi Art of Dance Studio dan tim tari SEPTA dari JIS. Gigi Art of Dance, yang didirikan Gianti Giadi pada 2009, dikenal aktif berpartisipasi dalam kompetisi nasional dan internasional.
Dalam showcase kolaboratif ini, juga tampil anak-anak disabilitas dari tim GStar. “Inklusi dengan tim GStar ini sejalan dengan misi StreetStage yaitu memberikan kesempatan panggung bagi siapa saja yang memang mau, mereka pasti bisa. The stage is yours sesuai motto dari StreetStage,” ungkap Kay dengan semangat.
Lebih dari Sekadar Komunitas Tari
Selain pertunjukan, kegiatan ini juga mencakup workshop dan sesi berbagi pengalaman untuk mendorong pertumbuhan pribadi para peserta. Tujuannya bukan hanya membentuk penari yang andal, tetapi juga komunitas yang suportif dan saling menguatkan.
Supervisor Yayasan Amal Mulia, Sifa Nur Ribkah, mengungkapkan pengamatannya, “Pertama, saya melihat adik-adik ini merasa bakatnya diapresiasi. Sebelumnya mereka ada kesulitan, yang istilahnya kebal motivasi. Mereka merasa kesempatan baik itu tidak mungkin lah datang ke mereka. Kedua, dengan StreetStage adik-adik tidak hanya asal aktivitas, tapi sekarang ada tujuannya.”
StreetStage Volume I yang berakhir di September 2025 menjadi penutup untuk batch pertama. Program ini akan berlanjut ke Volume II di tahun berikutnya, dengan kesempatan beasiswa bagi anggota yang ingin melanjutkan pelatihan ke tingkat profesional di studio mitra.