Komnas HAM Soal Gelar Pahlawan Soeharto: Ada 9 Kasus Pelanggaran HAM Berat
Pemberian Gelar Pahlawan Nasional Ke Ahli Waris Soeharto
Reporter : Okti Nur
Dianggap mencederai fakta sejarah dari pelbagai peristiwa pelanggaran HAM berat pada masa pemerintahan Soeharto 1966-1998.
DREAM.CO.ID - Gelar Pahlawan Nasional yang diberikan pemerintah kepada Soeharto menuai kritik dari masyarakat. Termasuk dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menyatakan keberatan atas penetapan Presiden ke-2 Indonesia itu.
Lembaga ini menilai keputusan tersebut berpotensi mengaburkan ingatan publik atas sejarah kekerasan negara pada masa Orde Baru. Serta berpotensi melukai para korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan keluarga mereka.
Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyampaikan bahwa penetapan tersebut bertentangan dengan semangat Reformasi 1998 yang menolak praktik korupsi, kolusi, nepotisme, serta menuntut penuntasan kasus pelanggaran HAM.
“Penetapan sebagai pahlawan nasional mencederai fakta sejarah dari pelbagai peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi pada masa pemerintahan Soeharto 1966-1998,” ujarnya dalam pernyataan sikap Komnas HAM dikutip dari laman NU Online, Rabu, 12 November 2025.
Komnas HAM menilai, penganugerahan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto tidak boleh dimaknai sebagai bentuk penghapusan tanggung jawab negara.
“Pemerintah seharusnya lebih hati-hati dalam penetapan pahlawan nasional, karena gelar kehormatan tersebut akan menjadi inspirasi dan teladan anak bangsa terhadap jejak perjuangan, keadilan, dan kemanusiaan dalam upaya membangun bangsa melalui nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia,” tegasnya.
Menurutnya, pelanggaran HAM berat harus tetap diproses dan dituntaskan demi keadilan dan kebenaran.
“Presiden Joko Widodo pada 2023 telah menyatakan penyesalan dan mengakui 12 peristiwa pelanggaran HAM berat. Penetapan Soeharto (sebagai Pahlawan Nasional) tidak hanya melukai para korban pelanggaran HAM yang berat, namun juga keluarganya yang masih terus menuntut hak-haknya sampai saat ini,” lanjut Anis.
9 Pelanggaran HAM Berat
Hasil penyelidikan Komnas HAM berdasarkan mandat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, mencatat ada sembilan kasus yang terjadi di masa Orde Baru Soeharto. Komnas HAM menyebut sembilan kasus itu sebagai pelanggaran HAM berat, sehingga menyelesaikannya melalui jalur hukum adalah keniscayaan konstitusional.
Pertama, peristiwa 1965-1966. Peristiwa ini terjadi ketika Soeharto sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) mengoordinasikan penangkapan, pembunuhan, dan pembuangan massal ke Pulau Buru. Komnas HAM menyebut praktik ini sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kedua, operasi penembakan misterius (Petrus) pada 1981-1985. Operasi ini menewaskan ribuan orang tanpa proses hukum. Kebijakan ini disebut sebagai bentuk efek kejut atas kriminalitas, sebagaimana tercantum dalam otobiografi Soeharto dan laporan Amnesty International.
Ketiga dan Keempat, peristiwa Tanjung Priok 1984 dan Talangsari 1989. Peristiwa ini menjadi dua titik berdarah akibat kebijakan represif negara dalam menerapkan asas tunggal Pancasila. Dalam kedua kasus ini, ratusan orang tewas dan ribuan lainnya mengalami penyiksaan, pengusiran paksa, dan penghilangan kemerdekaan.
Kelima, operasi militer di Aceh selama status Daerah Operasi Militer (DOM) antara 1989-1998. Operasi ini juga masuk dalam daftar pelanggaran HAM berat. Komnas HAM mencatat ratusan korban kekerasan seksual, penyiksaan, hingga penghilangan paksa yang terjadi secara sistematis selama periode ini.
Keenam, penghilangan paksa aktivis 1997-1998. Peristiwa ini melibatkan Tim Mawar dari Kopassus. Dari 23 aktivis yang diculik, hanya 9 yang kembali, sementara sisanya hilang hingga kini.
Ketujuh dan Kedelapan, Tragedi Trisakti dan Semanggi I-II yang menewaskan mahasiswa karena memprotes kepemimpinan Soeharto dan militerisme dalam politik. Komnas HAM telah menyatakan bahwa peristiwa ini termasuk pelanggaran HAM berat.
Kesembilan, kerusuhan Mei 1998. Peristiwa ini menjadi babak akhir kekuasaan Soeharto yang sarat kekerasan massal, pembunuhan, perkosaan, penjarahan, dan penyerangan terhadap etnis Tionghoa, dengan aparat keamanan yang dinilai gagal menjalankan tanggung jawab konstitusional mereka.