Ekonomi Tidak Menentu, Anak-Anak Muda China Berhenti Ngopi dan 'Nyalon'

Reporter : Alfi Salima Puteri
Selasa, 20 September 2022 13:36
Ekonomi Tidak Menentu, Anak-Anak Muda China Berhenti Ngopi dan 'Nyalon'
Bahkan untuk urusan kosmetik, beberapa wanita memilih mengganti bedaknya dari merek ternama menjadi merek lokal yang jauh lebih murah.

Dream - Gaya hidup serba hemat dan meminimalisir pengeluaran kini menjadi tren di kalangan anak muda di China. Anak-anak muda yang tadinya dikenal dengan gaya hidup boros mulai mengalihkan gaya hidupnya.

Melansir laman Euro news, Selasa 20 September 2022, anak muda di China mulai menahan diri membeli kopi Starbucks. Bahkan untuk urusan kosmetik, beberapa wanita memilih mengganti bedaknya dari merek ternama menjadi merek lokal yang jauh lebih murah.

Doris Fu menjadi salah satu anak muda yang melakukan gaya hidup serba hemat. Wanita 39 tahun yang menjadi konsultan pemasaran di Shanghai itu telah meninggalkan gaya hidup glamornya.

Sebaliknya, Fu kini justru sedang berusaha memotong pengeluaran dan menabung seberapa pun dia bisa. Fu melihat ekonomi negaranya berada di ambang ketidakpastian, lockdown di mana-mana, pengangguran makin tinggi, dan pasar properti pun mulai goyah.

Fu pun telah mengurangi perawatan tubuh, dia sudah berhenti melakukan perawatan kuku alias manikur. Dia juga telah mengganti merek bedak riasnya dari Givenchy ke merek lokal bernama Florasis, yang harganya 60 persen lebih murah.

1 dari 3 halaman

" Saya tidak lagi memiliki manikur, saya tidak menata rambut saya lagi. Saya telah pergi ke China untuk semua kosmetik saya," ungkap Fu.

Bukan cuma gaya hidupnya saja yang berubah, Fu pun kini telah menunda untuk membeli apartemen baru yang lebih bagus demi menghemat uang. Dia juga menyatakan telah berhenti mengupayakan untuk menaikkan kelas mobilnya yang cuma Volkswagen Golf keluaran lama.

" Mengapa saya tidak berani memperbarui tempat tinggal dan mobil saya, bahkan jika saya punya uang? Itu karena semuanya makin tidak pasti," kata Fu.

Sementara itu, masyarakat lainnya, Yang Jun kini memulai sebuah grup bernama Low Consumption Research Institute di situs jejaring Douban pada 2019.

Dalam komunitas online itu, Yang Jun dan orang-orang lainnya membahas dan mendiskusikan cara-cara hidup hemat pas-pasan demi menjaga kesehatan keuangan. Grup tersebut telah menarik lebih dari 150.000 anggota.

2 dari 3 halaman

Yang mengatakan, dirinya memang sudah memotong pengeluaran dan bahkan menjual beberapa barangnya di situs bekas untuk mengumpulkan uang simpanan. Bahkan, Yang juga bercerita dirinya juga menghentikan kebiasaan membeli kopi di Starbucks demi berhemat.

Dia juga telah berhenti melakukan kebiasaan berhutang untuk membeli sesuatu. Pasalnya, Yang mengaku dirinya pernah terlilit utang karena hal itu.

Pria 28 tahun itu pesimis dengan keadaan ekonomi China. Mencari uang di China menurutnya makin sulit. Makanya, apabila mendapatkan uang, kini harus segera ditabung.

" Covid-19 membuat orang pesimis. Anda tidak bisa hanya seperti sebelumnya, menghabiskan semua uang yang Anda hasilkan, dan membuatnya kembali lagi bulan depan," ungkap Yang.

Gaya hidup berhemat di China memang menjadi tren besar baru-baru ini. Para influencer media sosial pun secara tak terstruktur mulai menggembar-gemborkan gaya hidup berbiaya rendah dan berbagi kiat menghemat uang.

Tapi, nyatanya gaya hidup hemat ini justru merupakan ancaman bagi ekonomi China yang menjadi kapasitas terbesar kedua di dunia itu.

3 dari 3 halaman

Masalahnya adalah, belanja konsumen menyumbang lebih dari setengah PDB China. Apabila lebih banyak orang menahan belanja, pertumbuhan ekonomi bisa melorot.

Bukan tidak mungkin kontraksi ekonomi terjadi. Lalu, apabila pelemahan ekonomi terjadi selama beberapa kuartal berturut-turut, negeri Bambu bakal terjun ke jurang resesi.

" Kami telah memetakan perilaku konsumen di sini selama 16 tahun dan perilaku saat ini dari para konsumen muda menjadi yang paling mengkhawatirkan yang pernah saya lihat," kata Benjamin Cavender, direktur pelaksana China Market Research Group (CMR).

“ Di masa lalu, ketika Anda mengalami perlambatan ekonomi, konsumen cenderung merasa bahwa kebijakan pemerintah akan memperbaiki masalah ini dengan sangat cepat. Saya pikir saat ini tantangannya adalah ketika Anda mewawancarai konsumen yang lebih muda, mereka benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan,” imbuh Cavender.

Beri Komentar