Dream - Gencatan senjata antara Palestina dan Israel memang telah tercapai. Namun tugas besar justru menanti kedua pihak untuk kembali membangun wilayah Gaza yang porak-poranda akibat serangan roket.
Laporan resmi dari Otoritas Palestina (PA) memperkirakan biaya untuk membangun kembali Gaza ditaksir akan menelan biaya US$ 7,8 miliar atau sekitar Rp 91,72 triliun. Angka fantastis itu adalah penilaian paling komprehensif terhadap kerusakan Gaza akibat perang tujuh minggu dengan Israel.
Mengutip Arabnews, Sabtu, 6 September 2014, biaya pembangunan kembali 17 ribu rumah di Gaza yang dihancurkan bom Israel menelan biaya US$ 2,5 miliar. Sementara di sektor energi, kebutuhan biaya mencapai US$ 250 juta untuk memperbaiki pembangkit listrik satu-satunya di Jalur Gaza yang hancur oleh dua rudal Israel.
" Serangan terhadap Gaza kali ini tidak terduga, Gaza telah dihantam bencana dan membutuhkan bantuan secepatnya karena banyak hal tidak bisa menunggu lama," Mohammed Shtayyeh, seorang ekonom Palestina dan anggota senior Partai Fatah di Tepi Barat.
Shtayyeh yang juga menjabat Ketua Dewan Ekonomi Palestina untuk Penelitian dan Pengembangan (PECDAR) mengatakan pembangunan kembali Gaza akan sangat tergantung pada bantuan asing. Yang lebih penting, rekonstruksi hanya bisa berjalan jika diakhirnya permusuhan dengan Palestina dan pembukaan penyeberangan perbatasan oleh Israel.
Tapi tak satu pun dari faktor-faktor yang disebutkan oleh Shtayyeh terlihat. Sebuah konferensi donor di Kairo belum dibentuk secara resmi, Palestina masih terbagi antara Gaza dan Tepi Barat, dan Israel belum bersedia memudahkan pergerakan orang dan barang di perbatasan Gaza.
Selain sarana fisik, PA melaporkan sektor pendidikan akan membutuhkan dana pembangunan kembali hingga US$ 143 juta. Sekitar setengah juta anak-anak tidak bisa kembali ke sekolahnya karena bangunan hancur atau digunakan sebagai tempat pengungsian.
Miliaran dolar yang tersisa telah dialokasikan untuk sektor keuangan, kesehatan, pertanian, dan transportasi, yang semuanya mengalami kerusakan masif selama perang.
Penilaian oleh PA juga termasuk biaya pembangunan bandara dan pelabuhan senilai US$ 670 juta yang diklaim Shtayyeh sebagai hak Palestina namun kerap ditolak oleh Israel.
Saat ini, Otoritas Palestina sendiri tengah menghadapi krisis finansial dan hampir tidak memiliki cukup uang untuk membayar pegawainya di Tepi Barat. PA tidak memiliki rencana untuk membayar pegawai di Jalur Gaza yang dikuasai Hamas. Terlepas dari pakta persatuan yang ditandatangani antara Fatah dan Hamas pada bulan April.
Advertisement
Raih Rekor Dunia Guinness, Robot Ini Bisa Jalan 106 Km Selama 3 Hari

Sensasi Unik Nikmati Rempeyek Yutuk Camilan Khas Pesisir Kebumen-Cilacap

5 Destinasi Wisata di Banda Neira, Kombinasi Sejarah dan Keindahan Alam Memukau

Habib Husein Jafar Bagikan Momen Saat Jenguk Onad di Panti Rehabilitasi

Perdana, Kate Middleton Kenakan Tiara Bersejarah Berhias 2.600 Berlian


Toyota Rehabilitasi Toilet di Desa Wisata Sasak Ende, Cara Bangunnya Seperti Menyusun Lego
Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5

Mahasiswa UNS Korban Bencana Sumatera Bakal Dapat Keringanan UKT

Makin Sat Set! Naik LRT Jakarta Kini Bisa Bayar Pakai QRIS Tap

Akses Ancol Ditutup karena Banjir Rob Masuki Puncak, Warga Jakarta Utara Diminta Waspada

Raih Rekor Dunia Guinness, Robot Ini Bisa Jalan 106 Km Selama 3 Hari

Sensasi Unik Nikmati Rempeyek Yutuk Camilan Khas Pesisir Kebumen-Cilacap

5 Destinasi Wisata di Banda Neira, Kombinasi Sejarah dan Keindahan Alam Memukau