Menyeberang Jalan Sambil Bermain Ponsel Bisa Kena Denda. (Foto: Shutterstock)
Dream – Smartphone saat ini sudah berubah menjadi barang paling penting. Orang rela ketinggalan dompet daripada harus berpisah dengan ponselnya.
Buktikan saja saat kamu berada di sebuah ruangan. Hampir semua orang memegang ponsel. Bahkan gadget ini selalu digunakan ketika berjalan di tempat keramaian.
Namun jangan coba-coba menggunakan ponsel saat berjalan kaki di areal publik di negara ini.
Dikutip Dream dari Mashable, Senin, 8 Juli 2019, The Pedestrian Council of Australia—sebuah kelompok yang fokus pada undang-undang tentang lalu lintas— mendorong pemerintah agar mengendakan denda untuk warg yang kedapatan bermain ponsel sambil berjalan di tempat publik.
Organisasi ini menilai penggunaan telepon sambil berjalan sama berbahayanya dengan mengirim teks di belakang kemudi.
Jika ada yang kedapatan bermain ponsel sambil berjalan, pelaku akan didenda sebesar 200 dolar Australia (Rp1,97 juta).
Ketua Dewan, Harold Scruby, mengatakan denda ini akan diperkenalkan secara nasional. Scrubby mengatakan aturan ini mendapatkan lampu hijau dari pemerintah.
Dikatakan bahwa masalah keselamatan ini sudah dikemukakan 10 tahun. Tapi, baru sekarang diwujudkan,
“ Akan ada penalti bagi yang menggunakan perangkat apa pun saat menyeberang jalan. Kami telah menghabiskan waktu 8-10 tahun untuk beriklan. Sekarang saatnya untuk penegakan hukum,” kata dia.
Dream – Ramadhan kembali datang. Satu hal yang menjadi kekhasan bulan Puasa adalah bazar, terutama bazar makanan.
Namun, makanan yang dijual di bazar apakah terjamin kesehatannya? Terjamin kehigienisannya? Tak ada yang bisa menjamin dan siapa yang tahu.
Dikutip dari World of Buzz, Rabu 8 Mei 2019, Departemen Kesehatan Penang, Malaysia, memberlakukan cara unik untuk menjaga makanan yang dijual di bazar tetap bersih.
Departemen Kesehatan Penang melarang vendor menggunakan smartphone, memakai jam tangan, atau aksesori lainnya ketika sedang melayani pembeli.
Petugas tak segan menjatuhkan sanksi denda kepada vendor makanan yang melanggar aturan itu. Sayangnya tak dijelaskan berapa besar denda yang dijatuhkan. Yang jelas, tahun kemarin ada 128 sanksi yang dijatuhkan dengan total denda sebesar 18.200 ringgit (Rp62,58 juta).
Dilansir Awani, denda ini dijatuhkan bagi mereka yang tidak mematuhi Regulasi Kehigienisan Makanan yang diterbitkan pada 2009.
Larangan akan dijatuhkan kepada mereka yang melanggar aturan, seperti tidak disuntik anti tifoid dan memakai pakaian yang tidak pantas ketika melayani pembelian makanan.(Sah)
Dream – Toko online sudah menjamur di media sosial. Para pedagang memajang foto-foto dagangan mereka di media sosial, seperti di Instagram dan Facebook.
Di media sosial itu pula semua bisa membaca keterangan tentang barang yang dijual, mulai jenis hingga ukuran. Namun, ada kalanya para pedagang tidak mencantumkan harga.
Model penjualan seperti ini mengharuskan calon pebeli mengirim pesan lewat direct message. Pelanggan harus bertanya harga jual barang-barang itu melalui pesan tersebut karena tidak tercantuum pada 'display'.
Di Malaysia, penjualan model ini dilarang. Kalau melanggar, penjual bisa dikenakan denda senilai ratusan juta rupiah, seperti yang dijatuhkan kepada perusahaan perabot di Seri Kembangan, Selangor.
Dikutip dari Harian Metro, Sabtu 16 Maret 2019, pebisnis ini menggunakan strategi “ kirim DM” karena tidak mencantumkan keterangan lengkap tentang barang dagangannya. Pebisnis ini pun diciduk petugas Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Perlindungan Konsumen Selangor.
“ Kami bertemu dengan pemilik usaha dan dia mengakui tidak memamerkan keterangan yang pantas, seperti harga dan spesifikasi barang yang hendak dijual,” kata salah satu pejabat Kementerian Perdagangan Dalam Negeri dan Perlindungan Konsumen, Azman Adam.
Pria berusia 41 tahun itu, kata Azman, dikenakan denda senilai 100 ribu ringgit (Rp348,73 juta) atau dendan 50 ribu ringgit (Rp174,37 juta) dengan kurungan penjara kurang lebih tiga tahun. Denda ini dijatuhkan karena melanggar pasal 145 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Tahun 1999.
Azman mengaku menerima 7.729 aduan pada 2018 dan 1.195 di antaranya berkaitan dengan jual beli online.
“ Tahun ini, sebanyak 194 aduan sudah diterima yang berkaitan dengan masalah pembelian secara online, seperti penjual tidak mencantumkan harga, terlambat menerima barang, atau barang yang diterima tak sesuai dengan gambar,” kata dia.
Seharusnya, kata Azman, penjual mencantumkan keterangan yang jelas tentang produk yang dijual. Hal ini bertujuan agar hak konsumen tetap terjaga.
Keterangan yang dimaksud adalah nama perusahaan, alamat e-mail, nomor telepon, keterangan singkat tentang barang dagangan, harga, syarat dan ketentuan pembelian, ongkos kirin, dan jaminan pengembalian barang jika barang tidak memuaskan.
Dream – Ketika naik eskalator di pusat perbelanjaan, kamu pasti membaca aturan setiap pengunjung untuk selalu memegang handrail. Imbauan itu sengaja dibuat agar keselamatan kamu tetap terjaga.
Namun apa jadinya jika seorang pengunjung bersikukuh tak mau mematuhi imbauan itu? Yang mengejutkan, dia memaksa untuk tak melakukan itu dengan memperkarakannya ke pengadilan.
Meski terdengar aneh, namun hal ini benar-benar terjadi. Dikutip dari Oddity Central, Selasa 22 April 2019, seorang wanita Kanada memperjuangkan haknya untuk naik eskalator tanpa pegangan. Dia bahkan berjuang di pengadilan selama 10 tahun.
Pada 2009, wanita bernama Bela Kosoian ini naik tangga berjalan di stasiun kereta bawah tanah di Laval, Kanada. Kala itu, polisi mengingatkan Bella untuk melaksanakan rekomendasi pictogram “ Perhatian, pegang handrail”.
Wanita ini menolak untuk mematuhi instruksi petugas dan mulai berargumen. Perdebatan ini berakhir denda senilai US$100 (Rp1,41 juta) karena menolak memegang handrail. Dia juga masih kena tambahan denda senilai US$230 (Rp3,24 juta) karena enggan menyebutkan identitas dirinya.
Total denda yang harus dibayarkan Bela hanya karena menolak memegang handrail eskalator mencapai Rp4,64 juta.
Kosoian diborgol dan ditahan selama 30 menit.
Pada 2012, wanita itu dibebaskan dari “ kejahatannya” di pengadilan kota pada 2012, kemudian mengajukan gugatannya sendiri. Alasannya, dia tak wajib memegang pegangan eskalator atau mengidentifikasi dirinya sendiri di depan petugas polisi.
Kosoian kalah dua kali di pengadilan Quebec, tapi wanita itu menolak menyerah.
Bela kini mengajukan kasusnya di Mahkamah Agung Kanada. Menurut dokumen pengadilan, dia tak mau memegang ekskalator karena tak menganggap piktogram sebagai kewajiban.
Ketegangan meningkat ketika Bela enggan berpegangan dan mengidentifikasi dirinya.
Para hakim menyebut, dalam dua kasus sebelumnya, petugas punya keyakinan yang jujur, tapi salah. Hukum memang mengharuskan penumpang eskalator berpengangan pada handrail. Tapi, polisi juga beralasan yang masuk akal untuk percaya bahwa pelanggaran telah dilakukan.
Hakim Agung Mahkamah Agung Kanada, Clement Gascon, mengisyaratkan tak setuju dengan orang-orang yang membayar tilang karena tak berpegangan dengan eskalator.
“ Saya kira jika memberikan tiket kepada orang-orang yang tak berpengangan tangan , kita akan mengeluarkan ratusan per jam,” kata Gascon. (Sah)
Advertisement
Wanita Ini Dinikahi Orang Terkaya Dunia, Beda Usia 47 Tahun
6 Tips Bijak Mengawasi Penggunaan HP pada Anak
10 Kota dengan Biaya Hidup Termahal di Dunia Tahun 2025
Menjelajah Waktu Sejarah Lokal Bareng Komunitas Ciledug Archives
Kenalan dengan Si Ganteng El Putra Sarira, Sosok `Rangga` yang Dipilih Nicholas Saputra
Kisah Aras, Santri Muda yang Tuntaskan Hafalan 30 Juz Hanya dalam 10 Bulan
Throwback Serunya Dream Day Ramadan Fest bersama Royale Parfume Series by SoKlin Hijab
Kenalan dengan Perdana Menteri Nepal Wanita Pertama yang Dipilih Lewat Discord
5 Tanda yang Bisa Jadi Muncul Saat Anak Mengalami Fatherless
Bikin Nyesek, Viral Kakak Adik Harus Gantian Seragam karena Kesulitan Ekonomi