Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Abidin Fikri
Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI, Abidin Fikri, menyambut baik hasil evaluasi yang disampaikan Pemerintah Arab Saudi terhadap penyelenggaraan ibadah haji Indonesia tahun 2025. Ia menilai, lima poin evaluasi yang disampaikan menjadi pijakan penting dalam membenahi layanan jemaah ke depannya.
“ Evaluasi ini merupakan bagian penting untuk meningkatkan kualitas layanan bagi jemaah haji Indonesia dan memastikan penyelenggaraan haji berjalan lebih baik di masa depan,” ujar Abidin Fikri kepada Parlementaria. Abidin juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan.
Menurut Abidin, masukan dari otoritas Saudi—yang merupakan mitra strategis Indonesia—menunjukkan secara jelas sejumlah tantangan yang harus ditangani, mulai dari koordinasi layanan syarikah, kepatuhan pada aturan visa, hingga urusan logistik dan layanan kesehatan.
“ Surat evaluasi ini juga menjadi pengingat penting bagi kita semua, terutama soal adaptasi terhadap kebijakan baru Arab Saudi, seperti pembatasan visa non-haji dan transformasi sistem layanan berbasis syarikah,” tegasnya.
Merespons hal itu, Komisi VIII DPR RI berkomitmen menjadikan temuan evaluasi Saudi sebagai rujukan utama dalam revisi regulasi nasional. Salah satunya menyangkut pembaruan Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah serta UU Pengelolaan Keuangan Haji.
“ Regulasi yang ada harus diselaraskan dengan dinamika kebijakan Saudi dan kebutuhan jemaah Indonesia,” tambah Abidin.
Ia juga mendesak Kementerian Agama bersama Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) untuk segera menindaklanjuti semua rekomendasi yang tertuang dalam surat evaluasi secara konkret dan terbuka.
Surat evaluasi dari Kedutaan Besar Arab Saudi (KBSA) di Jakarta, ditujukan kepada Kementerian Luar Negeri Indonesia pada 20 Dzulhijjah 1446 H (16 Juni 2025), memuat sejumlah temuan yang diidentifikasi oleh Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi sebagai kekeliruan besar dalam pelaksanaan ibadah haji oleh Indonesia tahun ini.
Dalam surat itu disebutkan bahwa sejak awal kedatangan kloter pertama hingga pemulangan, ditemukan pelanggaran terhadap prosedur dan kesepakatan teknis yang sebelumnya telah dibahas dalam pertemuan harian antara kedua pihak.
Beberapa poin krusial yang disorot dalam evaluasi tersebut antara lain:
Tidak adanya input data jemaah Indonesia ke dalam sistem persiapan pendahuluan.
Penempatan jemaah dalam jumlah besar di penginapan yang tidak resmi, melalui perusahaan yang tak sesuai dengan fungsi penyedia layanan.
Proses pemindahan jemaah dari Madinah ke Makkah yang tidak mematuhi protokol kesehatan.
Pemeriksaan medis dan penilaian kebugaran fisik jemaah yang tidak dilakukan secara tepat, menyebabkan tingginya angka kematian—mencapai 50% dari total kematian jemaah internasional sebelum ibadah manasik dimulai.
Tidak adanya kontrak resmi dengan penyedia layanan Adhahi untuk pelaksanaan kurban, padahal kontrak tersebut diwajibkan oleh otoritas Saudi.
Abidin menekankan bahwa semua temuan ini harus dijadikan cermin untuk memperkuat tata kelola haji Indonesia, baik dari sisi regulasi, pelaksanaan teknis, hingga peningkatan perlindungan terhadap jemaah.
Advertisement
Anggota DPR Minta Menteri Kehutanan Raja Juli Mundur!

Salut! Praz Teguh Tembus Aras Napal, Daerah di Sumut yang Terisolir karena Banjir Bandang

Akses Ancol Ditutup karena Banjir Rob Masuki Puncak, Warga Jakarta Utara Diminta Waspada

Makin Sat Set! Naik LRT Jakarta Kini Bisa Bayar Pakai QRIS Tap

Toyota Rehabilitasi Toilet di Desa Wisata Sasak Ende, Cara Bangunnya Seperti Menyusun Lego


PLN Percepat Pemulihan Jaringan Listrik di 3 Wilayah Bencana

Potret Persaingan Panas di The Nationals Campus League Futsal 2025

PNS Dihukum Penjara 5 Tahun Setelah Makan Gaji Buta 10 Tahun

Ada Kuota 5 Persen Jemaah Haji Lansia di Setiap Provinsi, Ini Ketentuannya

LUNE: Debut Album Anggi Marito yang Menyentuh dan Penuh Cerita

Menhut Bakal Cabut 20 PBPH Bermasalah Seluas 750 Ribu Hektare: 'Saya Akan Buktikan'
