Pesawat CN235 PTDI Sukses Terbang Dengan Bioavtur J2.4 (YouTube/Kementerian ESDM)
Dream - Dunia penerbangan Indonesia mengukir sejarah saat pesawat CN235 mengangkasa di langit Nusantara. Untuk pertama kalinya, pesawat buatan PT Dirgantara Indonesia terbang menggunakan bahan bakar bioavtur 2,4 persen yang disebut J2,4.
Pesawat tersebut terbang dari Bandara Husein Sastranegara Bandung menuju Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Kemudian, pesawat terbang kembali menuju Bandung.
" Hari ini melihat sejarah baru yaitu penerbangan perdana yang menggunakan bahan bakar nabati," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, dalam Seremoni Uji Terbang Pesawat CN235 dengan Bioavtur 2,4 Persen, disiarkan kanal Kementerian ESDM.
Arifin mengatakan momen penerbangan dengan bahan bakar campuran ramah lingkungan ini sudah lama dinantikan. Uji coba tersebut melibatkan pesawat CN235-200 yang terbang pada ketinggian 10 ribu-16 ribu kaki.
Performance engine serta indikator pada cockpit seluruhnya menunjukkan tanda-tanda laiknya pesawat terbang dengan BBM fosil berupa avtur. Arifin mengatakan ini menandai tahap awal keberhasilan pengembangan bioavtur di Tanah Air.
" Keberhasilan ini akan menjadi tahal awal dalam peningkatan kontribusi bioavtur di sektor transportasi udara dalam rangka meningkatkan ketahanan dan keamanan energi nasional," kata dia.
Selanjutnya, Arifin menjelaskan berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015, ada kewajiban untuk pencampuran bahan bakar nabati dalam avtur dengan porsi 3 persen pada 2020. Porsi tersebut ditingkatkan menjadi 5 persen pada 2025.
Sayangnya, target tersebut belum dapat dilampaui. Saat ini, pencampuran baru dapat dijalankan dengan porsi 2,4 persen bahan bakar nabati akibat terbatasnya pasokan bioavtur, teknologi, serta nilai keekonomian.
" Perjalanan panjang sudah dilalui sampai akhirnya kita bisa di tahap ini dengan melibatkan banyak pihak," kata Arifin.
Dream – PT Dirgantara Indonesia (PTDI) mengekspor satu unit pesawat terbang CN235-220 Maritime Patrol Aircraft (MPA) ke Senegal. Pesawat senilai Rp354 miliar ini nantinya akan digunakan oleh Angkatan Udara Senegal untuk ferry flight.
“ Alhamdulillah, dalam situasi ini PT DI berhasil melakukan ekspor pertamanya di awal tahun 2021,” kata Direktur Utama PT DI, Elfien Goentoro, dikutip dari setkab.go.id, Senin 22 Maret 2021.
Elfien mengharapkan, pesawat CN235-220 MPA ke tiga itu bisa membantu kinerja AU Senegal untuk kegiatan operasi udara.
“ Kami merasa bangga atas kepercayaan yang telah diberikan oleh Pemerintah Senegal kepada PT DI selama ini,” kata dia.
Pesawat CN235-220 MPA ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain dapat lepas landas dengan jarak yang pendek dengan kondisi landasan yang belum beraspal dan berumput, serta mampu terbang selama delapan jam dengan sistem avionik glass cockpit, autopilot. Pesawat ini juga memiliki winglet di ujung sayap agar lebih stabil dan irit bahan bakar.
Pesawat ini juga dilengkapi dengan Tactical Console (TACCO), 360? Search Radar yang dapat mendeteksi target yang kecil sampai 200 NM (Nautical Mile) dan Automatic Identification System (AIS), sistem pelacakan otomatis untuk mengidentifikasi kapal sehingga dapat diperoleh posisi objek yang mencurigakan.
Kemudian, terdapat juga Forward Looking Infra Red (FLIR) untuk mendeteksi dan mengklasifikasikan target, serta mampu merekam situasi di sekitar wilayah terbang untuk evaluasi misi, baik dalam kondisi siang maupun malam hari.
Hingga saat ini, PT DI telah berhasil memproduksi dan mengirimkan pesawat CN235 sebanyak 69 unit untuk dalam negeri maupun luar negeri. Dari total sebanyak 286 unit populasi pesawat CN235 series di dunia, saat ini PT DI merupakan satu-satunya industri manufaktur pesawat terbang di dunia yang memproduksi pesawat CN235.
Sebagaimana informasi yang dilansir laman Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sebagian modal kerja PT DI dalam pembuatan pesawat ini didanai oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank dengan skema National Interest Account (NIA).
Skema tersebut merupakan penugasan khusus dari Kemenkeu untuk penyediaan pembiayaan ekspor pesawat udara dengan pasar Afrika dan Asia Selatan. Pembiayaan ini juga mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial, di antaranya penyerapan tenaga kerja lebih dari 4 ribu orang serta perluasan negara tujuan ekspor Indonesia ke pasar nontradisional.
“ Penugasan khusus kepada LPEI merupakan bentuk dukungan pemerintah dalam meningkatkan daya saing ekspor, terutama di industri strategis. Apalagi pemerintah saat ini sedang mendorong industri nasional untuk melakukan ekspor ke negara-negara tujuan ekspor baru,” ucap Sekretaris Lembaga LPEI Agus Windiarto.
Ekspor pesawat terbang ke Senegal dianggap memiliki nilai strategis bagi industri nasional karena supply record export order dan kepuasan pelanggan luar negeri menjadi salah satu syarat utama dalam evaluasi pada tender-tender internasional. Proyek ini juga merupakan salah satu langkah strategis untuk memasuki pasar negara Asia Selatan dan Kawasan Afrika.
Advertisement

Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5

IOC Larang Indonesia Jadi Tuan Rumah Ajang Olahraga Internasional, Kemenpora Beri Tanggapan

Ada Komunitas Mau Nangis Aja di X, Isinya Curhatan Menyedihkan Warganet

Wanita 101 Tahun Kerja 6 Hari dalam Seminggu, Ini Rahasia Panjang Umurnya

Ranking FIFA Terbaru, Indonesia Turun ke Peringkat 122 Dunia

Warung Ayam yang Didatangi Menkeu Purbaya Makin Laris, Antreannya Panjang Banget
