Wirda Mansur, Putri Ustaz Yusuf Mansur (Dream.co.id/Maulana Kautsar)
Dream - Dunia media sosial telah menggiring anak muda untuk berekspresi. Pengguna media sosial pun lintas batas. Dari petinggi negara hingga rakyat biasa menggunakannya. Pengguna berinteraksi dalam dunia `sosial` artifisial.
Meski begitu, media sosial tak selamanya menyimpan keramahan berinteraksi. Makian, olokan, hingga perundungan alias bullying kerap terjadi.
Perundungan semacam itu dirasakan pula Wirda Salamah Ulya, putri sulung ustaz Yusuf Mansur. Gadis kelahiran Jakarta, 29 November 1999 itu sampai harus menguatkan diri dan memutuskan untuk `melawan` haters-nya di dunia sosial media.
Tak hanya itu, dia memanfaatkan jejaring komunikasi sosial itu untuk berbagai cerita dan pengalaman. Senin, 14 Maret 2016 lalu, Dream berkunjung untuk menemui Wirda di Kantin Pesantren Hafiz Darul Quran, Cipondoh, Tangerang, Banten.
Selama satu jam wawancara berlangsung, Wirda tak hanya bercerita mengenai belantara media sosial. Dia juga menceritakan pengalamannya tinggal di Amerika Serikat serta kehidupannya sebagai putri ustaz Yusuf Mansur.
Bagaimana kisah selengkapnya? Berikut wawancara jurnalis Dream, Maulana Kautsar dengan Wirda Mansur.
Bagaimana sih rasanya jadi anak ustaz YM?
Seneng sih. Tapi, peran Papa di rumah tidak hanya sebagai ustaz atau guru, sebagai penasehat, pokoknya multi-talent.
Galak nggak?
Kadang-kadang doang marahnya. Jarang. Lebih tepatnya tegas lebih kayak buat disiplin gitulah ya.
Sebagai anak ustaz nyaman nggak?
Ya perjuangannya anak ustaz. Soalnya, menjadi kiblatnya orang-orang kayak harus hati-hati sekali di sosial media. Kayak merasa, aduh gue salah nggak ya, aduh gue…
Tipikal Papa seperti apa?
Papa enggak pernah maksa. Papa selalu mendukung apa yang aku lakukan. Ketika aku di Amerika, papa pernah ngomong, “ Papa nggak mau kekang Wirda, semuanya terserah Wirda. Papa sudah nyerahin Wirda ke Allah, Papa titipin Wirda ke Allah. Apapun yang Wirda lakuin biar Allah saja yang tahu.”
Aku melihat Papa bukan sebagai ustaz sih. Soalnya sering cerita sama papa.
Suka cerita soal cowok juga?
Biasalah cerita aja sama Papa. Terbuka aja ,”Pah lagi suka nih sama dia.” Gitu-gitu aja. Anak remaja gitu.
Tapi, pernah juga Papa minta nomor cowok itu mau disadap katanya. Tapi, nggak jadi karena dosa. Papa stalker-in gitu deh anak itu. Lucu juga sih.
Sebagai putri ustaz, kamu tergolong gaul. Tanggapan?
Nah itu. Banyak banget yang kritik. Aku dengerin aja. Soalnya yang dikritik gitu nggak aku saja. Alvin anaknya ustaz Arifin Ilham, Adiba anaknya ustaz Jefri. Ya Allah, sabar aja dah. Kami juga kan manusia biasa. Status itulah yang kadang jadi problem. Tapi, aku nggak mau bilang jadi anak ustaz banyak masalah atau jadi beban. Soalnya kadang dapat ilmu dan pengetahuan langsung setiap hari.
Orangtua ada pesan khusus apa buat Wirda?
Yang penting ingat Allah aja.
Liburan bersama keluarga, paling suka di Indonesia atau di luar negeri?
Di Amerika eh tapi di Indonesia juga sih. Tapi kalau liburan di Indonesia nggak bisa ngumpul. Soalnya banyak yang minta foto sama Papa.
+++
Menggunakan sosial media dibolehkan sama Papa?
Boleh. Asal bermanfaat.
Wirda aktif menggunakan media sosial apa?
Ask.fm lumayan aktif.
Di medsos suka ditanyain bagaimana rasanya jadi hafizah?
Iya, suka. Aku sendiri sebenarnya tidak bisa jawab. Kalau mau tanya harusnya ke hafiz yang sesungguhnya, jangan tanya aku karena aku masih abal-abal.
Di Instagram pernah dikritik?
Pernah. Apapun post itu pasti dikritik. Aku pernah unggah video ngaji itu dibilang pamer, riya, akhirnya aku hapus. Aku pernah juga unggah foto selfie tapi muka ditutupi sticker eh dibilang alay, giliran kelihatan wajahnya komentarnya sombong. Tapi, sekarang bodo amat. Aku juga nggak pernah unggah yang aneh-aneh.
Punya pengalaman buruk dengan bully di media sosial?
Pernah suatu waktu aku di-bully habis-habisan di media sosial karena gosip Iqbal Cowboy Junior. Fansnya itu nge-bully habis-habisan. Aku sampai nggak kuat waktu itu. Aku diam di kamar nangis. Ya Allah salah apa ya saya.
Padahal awal cerita sebenarnya, aku tidak sengaja ketemu dia. Aku sudah sebulan mengisi acara di Hafiz Quran, Trans 7.
Tiba-tiba dia datang jadi bintang tamu. Oleh kru Trans 7 kami di foto bersama dan hasilnya diunggah ke twitter. Nah, setelah itu aku dihakimi oleh fans Iqbal. Mereka bilang kalau aku sengaja meminta Papa untuk mendatangkan Iqbal ke acara itu.
Bahkan dikatain muka pan*** ba**. Padahal saya enggak terlalu tahu dia itu siapa.
Lantas, kapok pakai media sosial?
Awalnya aku sempat berpikir untuk menonaktifkan akun sosial media. Tapi kemudian aku berpikir, kalau akhirnya menonaktifkan sosial media maka membiarkan mereka menang.
Ya, sebenarnya, nggak baik juga. Tapi, membiarkan haters ini berkembang juga nggak baik.
Ada pesan untuk para haters?
Aku nggak pernah nyebut haters. Tapi, aku lebih suka nyebut mereka guru kehidupan. Guru yang nggak pernah dibayar. Guru yang rela mengajar tanpa pamrih. Soalnya, di mana lagi dapat melatih mental selain haters.
Pembenci selalu punya cara untuk membenci orang. Mau sebaik apapun kita pasti dicari kesalahannya, diangkat, dan dibesar-besarkan. Tapi aku jadi lebih mawas diri agar tidak ceroboh.
+++
Sempat dinobatkan jadi duta Alquran, Coba ceritakan?
Aku sih sebenarnya nggak tahu ya bisa dijadikan duta Alquran. Maksudnya juga nggak paham. Awalnya aku hanya diminta untuk mengajarkan Alquran di beberapa negara bagian di Amerika.
Selama berkeliling ya mengajar mengaji, diskusi, sharing, dan memberi motivasi remaja di Amerika.
Ada cerita di balik proses menghafal Alquran?
Aku mulai menghafal Alquran itu umur tujuh tahun. Dari sekolah karena di sekolah ada tahfiz. Aku memutuskan keluar sekolah untuk fokus menghafal Alquran.
Mama-Papa awalnya nggak maksa aku buat menghafal Alquran, tapi kemudian ada kemauan buat menghafal. Awal-awal sih merasa enak buat menghafal Alquran, tapi lama-lama baru terasa susahnya. Tapi susahnya nggak lama. Soalnya aku percaya susahnya Alquran itu bakal mengangkat derajat kita.
Orang-orang muda sekarang itu banyak yang close minded dengan Alquran. Padahal banyak sekali manfaat belajar Alquran. Dan tidak banyak yang tahu kalau pahala dalam Alquran itu dapat “ ditukar” dengan doa.
Aku misalnya. Selesai membaca Alquran tidak buru-buru menutup dengan Shadaqallahul ‘azhim, tetapi “ menukar” doa itu. Itu sih belum ada apa-apa. Kehidupan Papa pun berubah setelah mengenal Alquran.
Susahnya itu bagaimana?
Susah menjaga hafalan dan menghafal. Tapi, kalau Papa denger susah, pasti marah. Papa minta diubah kalimatnya bakal berubah. Kalau dibilang susah nantinya bakalan susah, kalau mudah ya mudah.
Tapi emang enggak bohong sih, susahlah. Sempat nangis-nangis juga. Sempat juga ketika setoran hafalan ke Papa ditoyor pake kalender yang digulung. Tapi, setelah tahu manfaatnya belajar Alquran itu enak. Bisa kenal banyak ulama dan karena Alquran aku bisa sampai ke Amerika Serikat, Hongkong, dan lain-lain.
Dalam sehari ada target menghafal?
Kalau aku tergantung mood. Jadi nggak ada rasa kecewa kalau target nggak tercapai.
+++
Cerita pengalaman sekolah di AS?
Aku harusnya itu sudah kelas 11 (2 SMA). Tapi, ketika di tes di sekolah Al Mamoor School New York diturun kan jadi kelas 7 (kelas 1 SMP), karena Matematika. Aku tidak terlalu bagus matematikanya.
Nggak lama aku agak terseok-seok dengan bahasa Inggris. Aku memutuskan keluar dari sekolah itu dan belajar bahasa Inggris di Lado International Institute College di Washington DC.
Tantangan menghafal di AS?
Bawaan malas. Kadang susah ngatur jadwal belajar, mengajar dan sekolah. Ya tapi disempet-sempetinlah.
Selama mengajar Alquran masih sempat menghafal juga?
Selama menunggu murid-murid di madrasah (lokasi madrasah ini menyewa di Silver Spring International Middle School) setoran hafalan biasanya aku menyempatkan untuk mengulang hafalan.
Yang mengikuti hafalan itu dewasa atau masih remaja?
Umur-umur SMA dan banyak banget. Aku merasa takjub, “ Wah Amerika ternyata anak-anak mudanya ada yang gini ya.”
Ternyata, semangat mereka itu tinggi karena mereka kan tinggal sebagai minoritas yang harus menghidupkan agamanya.
Kalau di AS shock culture nggak?
Aku sempat berpikir bagaimana menjaga diri selama di sana. Meskipun aku tinggal dengan teman Papa, cuma aku yang bisa kontrol diri aku. Jadinya, karena tujuan ke sana baik, untuk mengajarkan Alquran, aku sering mendapat perlindungan.
Kalau dalam pergaulan, aku sering diajak jalan sama teman sekolah, tapi sering aku tolak-tolakin. Tapi, selama ini baik-baik saja.
Ada pengalaman unik mengenai hijab yang dikenakan?
Amerika kan luas. Masing-masing negara bagiannya punya kultur yang berbeda. Selama tinggal di dua kota besar New York dan Washington itu umumnya open minded.
Tapi aku pernah ke salah satu kota di Pennsylvania, ketika itu aku ke toko roti pakai hijab terus dilihatin dari atas sampai bawah oleh seluruh pengunjung toko. Awalnya sih aku berpikir bakal dibilang teroris, eh ternyata enggak.
Sering diskusi soal Islam dengan warga sana?
Yes. Aku punya guru namanya Mr Todd. Kami sering diskusi. Aku pernah bertanya kenapa kalau menonton CNN itu yang dibahas selalu ISIS? Kemudian dia menjawab, sebenarnya orang Amerika itu tidak peduli, biasalah itu untuk uang.
Mendapat stigma nggak sih?
Enggak. Kebanyakan hanya tidak tahu kultur orang Islam. Contohnya satu orang teman asal Kolombia. Waktu masa orientasi siswa kan salam-salaman, kemudian dia sebelum menyodorkan tangan menanyakan kepada saya, boleh salaman sama kamu enggak? Aku bilang maaf, dia jadi tahu. Dan rata-rata di sana itu orang-orangnya memahami prinsip yang kita bawa.
Menurut kamu, Islam di Amerika dan Indonesia bedanya?
Di Amerika perkembangan Islam pesat sekali. Masyarakat AS umumnya mencari tahu Islam. Mereka kenal Islam itu kan terkait teroris. Makanya kemudian mereka melakukan penelitian sendiri.
Berbeda dengan yang ada di Indonesia. Islam di sini ini sudah besar tapi kurang berkembang. Banyak Muslim yang nggak mau belajar. Tapi, mudah-mudahanlah berubah. Insya Allah.
Selama di New York pernah bersinggungan dengan Ustaz Shamsi Ali (Imam di Islamic Center of New York)?
Saya tinggal di rumah beliau. Tetapi, karena kesibukan masing-masing ya jarang mengobrol banyak. Meski begitu, saya dapat banyak ilmu dari kisah-kisah beliau di buku. Kharisma beliau besar.
Selama di Amerika mengikuti perkembangan politiknya juga?
Salah satu tujuanku kalau tinggal di luar negeri jangan cuma tinggal. Tapi pelajari juga apa yang ada di negara itu.
Mengenai Donald Trump?
Kami di sekolah sering menjadikan lelucon saja. Soalnya banyak dari orang Amerika yang benci juga sama dia.
+++
Nah, komentar soal hijab kemarin itu menarik.
Yang Uus (komika) itu? He he. Aku itu sebenarnya tidak suka komentar orang yang menyangkut-pautkan hijab dengan akhlak. Persoalan akhlak itu nomor satu. Kalau ada cewek pakai hijab kemudian meminum alkohol, yang dilihat pasti hijab yang dipakai. “ Wah ada cewek berhijab minum alkohol.”
Seharusnya memang kita berhijab sambil membenahi akhlak, tapi bukan seenaknya dihakimi dong. Mereka manusia, mereka berproses. Nah, proses ini yang tidak dilihat orang-orang.
Kalau tidak tahu persoalannya secara mendalam jangan asal komentar deh, gitu.
Memang, Wirda berhijab sejak kapan?
Usia tujuh tahun. Awalnya diajarin temennya Papa.
Tren fesyen hijab mulai ramai, ada tanggapan khusus?
Kalau menurut aku, tren hijab itu mendorong orang jadi lebih mengenal hijab. Ada bagusnya juga menurut aku. Namanya orang memulai dari nol. Yang terpenting memakai hijabnya karena Allah.
Kadang ada yang pakai hijab karena cowoknya, kerdus, kerudung dusta. Ada yang jipon, jilbab poni. Kalau aku diminta tanggapan soal itu di Ask.fm, biasa aku jawab, biarin aja. Peduli sama orang itu baik, tapi kalau terlalu peduli dan ikut campur itu juga nggak baik.
Doanye gini aje. Doain supaya mereka bener. Nggak usah kebanyakan bergunjinglah.
+++
Rencana, selain masih menghafal Alquran akan melanjutkan sekolah di mana?
Kemarin sih udah daftar di beberapa universitas di Indonesia. Tapi, sepertinya akan mengurus kuliah di Inggris untuk belajar bisnis manajemen.
Niat sekolah itu karena Allah saja. Niat itu yang nanti akan bawa kita kemana, yang penting juga kemauan untuk belajar.
Belajar bisnis pertama?
Waktu SD pernah bawa kerudung satu plastik kata Mama harga harga satuannya Rp40 ribu. Ada teman mau beli. Bilang kemahalan, kalau bayar Rp3000 aja gimana. Ya udah dikasih.
Terus ada teman bilang, “ Wir, Papa kamu kan ngajarin sedekah, kenapa nggak disedekahin aja?” Ya udah disedekahin semuanya. Pulang-pulang dimarahin mama.
Belakangan katanya bisnis batagor kecil-kecilan di Amerika?
Iyah. Awalnya itu karena budaya di sana kan kalau bawa bekal selalu ditawarkan ke teman-teman yang lain. Eh pada suka. Terus ada teman aku dari Perancis namanya James, suka banget dia sama batagor. Dia langsung ngasih $20 suruh dibuatin. Lumayan juga. He he he…
Di Amerika nggak mencoba sambil kerja sambilan?
Awalnya aku mau coba part time juga. Jadi kasir di restoran. Tapi, melihat waktunya nggak bisa sama sekali.
Memang kamu, cita-citanya jadi apa sih?
Jadi pengusaha. He-he-he. Sebenarnya banyak yang mengkritik juga, kenapa memilih jadi pengusaha ketimbang ustazah. Lagian Papa kan selain ustaz juga pengusaha juga keleus...
Kenapa nggak mau jadi ustazah?
Nggak mau. Kenapa ya? He he he Nggak ada passion ke situ. Aku lebih pengen jadi motivator ketimbang jadi ustazah.
Mau bangun sekolah atau pondok pesantren?
Aku udah bilang sama Papa pengen punya sekolah sendiri dan Papa sudah setuju. Insya Allah. Sekolah biasa saja, bukan pondok pesantren. Soalnya aku kan nggak pengen jadi ustazah. He-he-he.
+++
Suka nonton film-film Hollywood gitu juga nggak sih?
Suka. Kata Papa, nonton kalau sekadar nonton itu dosa, tapi kalau sekalian belajar bahasa Inggris itu nggak apa-apa. Papa beli CD (cakram digital) Hollywood juga, tapi untuk adegan yang agak-agak dipotong, dibuang soalnya memang untuk belajar bahasa Inggris. Kalau lagi di bioskop nonton juga sama Papa. Kalau ada adegan yang enggak-enggak mataku langsung ditutupin sama Papa. Nggak boleh lihat.
Musik juga?
Ini juga yang banyak dikritik. Orang kan opininya beda-beda. Kalau kata Papa jangan terlampau membahas sih. Soalnya mengundang orang jadi marah atau apa. Tapi, aku tetap dengar musik. Papa sebenarnya juga suka musik, suka Metalica dan The Beatles.
Kalau kamu ngefans sama Humood Alkhuder (penyanyi Kuwait)?
Iyah. He he he… Dia sempat datang ke sini seminggu yang lalu. Tapi, sayangnya aku nggak bisa berduet karena sakit, hanya bisa naik ke panggung dan bilang nge-fans.
Sempat makan malam bersama?
Sempat diundang tapi nggak bisa. Kemudian dia datang ke sini. Soalnya, mertua dia itu, syeikh besar, pernah ke sini juga.
(Ism)
Advertisement
TemanZayd, Komunitas Kebaikan untuk Anak Pejuang Kanker
Halte TJ Senen Sentral yang Terbakar, Berubah Jadi Halte Jaga Jakarta
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Nyaman, Tangguh, dan Stylish: Alas Kaki yang Jadi Sahabat Profesional Modern
Halte TJ Senen Sentral yang Terbakar, Berubah Jadi Halte Jaga Jakarta