Pria Diusir Teman Serumah (Foto: World Of Buzz)
Dream - Virus Covid-19 semakin meluas penyebarannya. Saat tertular virus, stigma negatif ikut menyertai.
Dilansir dari World of Buzz, Kamis 7 Januari 2020, baru-baru ini muncul sebuah video viral yang diunggah oleh akun Instagram Nafidz Razak, seorang warga Malaysia. Dalam video itu, ia menunjukkan kejadian memprihatinkan yang menimpa seorang pasien positif Covid-19. Video ini diunggah pada tanggal 13 November 2020 lalu.
Video tersebut menunjukan seorang pria dalam keadaan sedih yang dinyatakan positif Covid-19 dan diusir oleh teman serumahnya.
Dalam video yang diunggah, Nafidz mengungkapkan bahwa pasien positif Covid-19 di kliniknya semakin meningkat hari demi hari. Namun suatu hari, ia menerima sambungan telepon mengejutkan dari seorang pasien dari klinik.
Penelepon itu memberikan Nafidz bahwa teman serumahnya telah mengusirnya karena dinyatakan positif Covid-19. Pria itu diminta oleh temannya untuk pergi ke klinik.
Di klinik, Nafidz berbicara dengan pasien itu dan mencoba menghiburnya, serta memberikan makanan. Namun, pasien tersebut terlalu sedih dan menolak untuk makan.
Pasien itu bercerita, ia tidak punya tempat tinggal untuk tidur. Nafidz meyakinkan pasien dan mencoba mempercepat proses pengiriman pasien ke rumah sakit. Beruntung, pasien tersebut dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30.
View this post on Instagram
Nafidz kemudian berbicara tentang diskriminasi yang dihadapi pasien dan menyarankan orang-orang di sekitar pasien positif Covid-19, agar tidak menelantarkan atau memperlakukan mereka seolah-olah mereka telah melakukan kejahatan keji.
Sebaliknya, kita harus memberi mereka dukungan mental untuk membantu mereka melewati pengalaman yang sulit ini.
Sumber: World of Buzz
Dream - Aktivitas berkumpul atau mengobrol berlama-lama di tengah pandemi memang sangat berisiko. Terutama jika tak menggunakan masker, tak menjaga jarak dan dilakukan di ruangan tertutup serta ber-AC.
Bila ada satu saja orang yang mengabarkan kalau dirinya ternyata positif covid-19, pastinya menimbulkan kepanikan. Siapa pun yang berkumpul ingin segera tahu status kesehatannya dengan melakukan tes Covid-19.
Lalu apakah kita harus segera swab test setelah kotak erat dengan mereka positif Covid-19? Ternyata jawabannya tidak.
" Menjalani tes bukanlah hal pertama yang harus dilakukan. Setelah kontak erat segera lakukan isolasi mandiri. Segera jauhkan diri dari orang lain. Lakukan itu selama 14 hari," ujar Lisa Lee, profesor Virginia Tech dan pakar kesehatan masyarakat yang pernah bekerja di Pusat Pengendalian Penyakit AS (CDC), dikutip dari Bussiness Insider.
Rata-rata, dibutuhkan waktu sekitar empat hingga lima hari setelah seseorang terinfeksi virus corona untuk menunjukkan gejala penyakit, tetapi masa inkubasi virus dapat berlangsung dari dua hingga 14 hari. Itulah mengapa periode karantina yang disarankan adalah dua minggu penuh.
Tidak peduli apa yang dirasakan tubuh dan hasil tes swab PCR. Jadi, meskipun tidak ada tanda-tanda gejala selama karantina, bisa saja virus ada dalam tubuh dan menulari orang lain.
Virus corona juga dapat menyebar dengan mudah dari orang-orang tanpa gejala yang tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit. Menurut perkiraan terbaik CDC saat ini, penyebar asimtomatik dapat menyebabkan 40% dari semua kasus virus Covid-19.
Setelah isolasi, waktu terbaik untuk melakukan tes adalah satu minggu setelah kontak erat atau 5 hingga 7 hari. Jika tes pertama ternyata negatif, ada baiknya untuk diuji lagi, sekitar 12 hari setelah kontak, karena bisa jadi virus membutuhkan waktu beberapa saat untuk muncul.
Dream - Bagi mereka yang baru saja melakukan tes swab dan mendapatkan hasil positif Covid-19, pastinya akan merasa kaget. Dari hasil pemeriksaan bakal disertai nilai CT atau CT value.
Mungkin banyak yang bertanya-tanya maksud dari angka di CT Value tersebut. Dokter Ardiana Kusumaningrum, Sp.MK, dari Rumah Sakit Universitas Indonesia memberikan penjelasan.
" Sebelum mengenal lebih jauh mengenai nilai CT, kita harus memahami bahwa diagnosis COVID-19 dilakukan dengan metode real-time RT-PCR, suatu pemeriksaan molekuler berbasis reaksi rantai polimerase dari sampel klinis pasien. Sampel yang umumnya diambil adalah swab cairan dari hidung serta tenggorok. Sampel ini dimasukkan ke dalam tabung khusus berisi cairan untuk menjaga kestabilan materi genetik virus (VTM/virus transport media) dan dibawa ke laboratorium," ungkap dr. Ardiana, dikutip dari rs.ui.ac.id.
Selanjutnya sampel akan melalui prosedur ekstraksi, yaitu proses menggunakan kit tertentu untuk mengeluarkan materi genetik virus yang dikehendaki. Nah, karena virus yang menyebabkan COVID-19 tergolong pada virus RNA, dalam mendeteksi virus ini didahului proses perubahan/konversi dari RNA menjadi DNA.
Proses ini difasilitasi oleh enzim reverse transcriptase. Selanjutnya akan dilakukan perbanyakan (amplifikasi). Proses amplifikasi tersebut terjadi berulang-ulang, hingga sekitar 40 siklus, dan sinyal floresens yang dihasilkan akan berbanding lurus/proporsional terhadap amplifikasi yang terjadi.
" Pada satu titik, jumlah sinyal floresens pada proses amplifikasi tersebut mencapai nilai minimal untuk dapat diinterpretasikan sebagai hasil positif. Titik tersebut dinamakan cycle threshold value atau nilai CT," ujar dr. Ardiana.
Jadi, apa pentingnya nilai CT ini? Beberapa jurnal menyebutkan bahwa nilai CT ini berbanding terbalik dengan kemampuan virus untuk menular ke orang lain. Artinya, semakin tinggi nilai CT, semakin rendah kemungkinan virus untuk menyebabkan infeksi.
Pada penelitian tersebut, dilakukan perbandingkn antara nilai CT dengan kultur virus dan ditemukan bahwa virus dari sampel yang memiliki nilai CT lebih dari 34, tidak menimbulkan infeksi. Hal ini menyebabkan beberapa dokter menggunakan nilai CT untuk menentukan kemungkinan penularan penyakit lebih lanjut serta menetapkan apakah seseorang perlu melakukan isolasi mandiri lebih lanjut atau tidak. Namun ternyata, pada jurnal lain, diperoleh nilai CT yang berbeda untuk kondisi tidak menyebabkan penularan lebih lanjut.
Selain itu, perlu juga diperhatikan bahwa nilai CT dihasilkan sangat bergantung dengan beberapa hal teknis, mulai dari metode pengambilan sampel, jumlah materi genetik yang terkandung dalam sampel, metode ekstraksi yang digunakan, serta kit PCR yang dipakai. Sehingga perlu kehati-hatian dalam menggunakan nilai CT sebagai dasar penanganan pasien.
Innalillahi Guru Rizieq Shihab, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf Wafat
13 Pengakuan Pilot dan Pramugari yang Bikin Orang Takut Terbang dengan Pesawat
Potret Kamar 7 Pemain Ikatan Cinta, Milik Amanda Manopo Elegan Abis
Putra Sulung Syekh Ali Jaber Ungkap Pesan Penting Mendiang Ayah Sebelum Wafat
Armand Maulana Ambruk Saat Sholat Subuh, Jamaah Masjid Teriak Allahu Akbar
Penjelasan Ilmiah Kenapa Sudah Divaksin Covid-19 Prokes Harus Ketat
Jodoh Tak Sampai, Calon Suami Meninggal 10 Menit Usai Bertemu Terakhir Kalinya