Pria Ini Jalan Kaki Hampir 11 Bulan Demi Naik Haji, Cuma Bawa Gerobak buat Tempat Tidur dan Berteduh
Dia memiliki gerobak dengan berat hingga 250 kilogram untuk membawa barang-barang pribadinya.
Dream - Ju’an. Kisah pria ini sungguh inspiratif. Meski hidup pas-pasan, kakek 76 tahun ini akhirnya bisa berangkat ke Tanah Suci. Tahun ini dia berhaji.
Dia bukanlah orang kaya. Lihat saja rumahnya. Bersama sang istri yang dinikahi 32 tahun lalu, Ju’an menempati rumah berdinding gedek. Dari anyaman bambu.
Sehari-hari, dia hanya bekerja sebagai buruh tani. Pekerjaan tidak datang saban hari. Terkadang hanya diminta mengairi sawah. Atau tenaganya terpakai saat musim panen saja. Upah yang dia terima tidak begitu besar.
“Tiga bulan sekali dari luas sawah sekitar sembilan hektar milik orang ini, saya mendapat upah kadang Rp 2,5 juta, kadang Rp 3 juta,” kata Ju’an, dikutip dari laman Times Indonesia, Kamis 26 Juli 2018.
Namun demikian, keinginan berhajinya begitu kuat. Upah yang tak menentu itu tak jadi soal. Yang penting mimpi berhajinya bisa terkabul. “Soal rumah saya reot dan jelek tak jadi masalah, yang penting saya bisa naik haji,” ujar dia.
Niat itulah yang membuatnya mampu menabung. Menyisihkan uang sedikit demi sedikit. Setelah mendaftar, warga Desa Opo-opo, Kecamatan Krejengan, Probolinggo, Jawa Timur, ini semakin giat melunasi ongkos haji dalam sembilan tahun belakangan.
Dan, alhamdulillah, tahun ini dia benar-benar bisa berhaji.Dia terbang ke Tanah Suci pada Rabu 25 Juli 2018, pukul 05.00 WIB. Dia tergabung dalam kloter 28, rombongan 05 regu 04, melalui KBIH Safara Qolbi. “Mohon doanya atas keberangkatan saya ke Makkah,” kata Ju’an. [crosslink_1]
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dia memiliki gerobak dengan berat hingga 250 kilogram untuk membawa barang-barang pribadinya.
Honor Wiwik sebagai guru tidak tetap saat ini Rp450 ribu per bulan, sangat jauh dari standar upah minimum di kabupaten setempat.
Hasan mengaku senang akhirnya bisa berangkat melaksanakan ibadah haji setelah dua tahun tertunda akibat pandemi Covid-19
Jauharoh Said mengaku sudah berhaji 20 kali.
Sejumlah jemaah haji Indonesia tak kuasa menahan tangis saat pertama kali melihat Kabah.
Sumini terpaksa berangkat seorang diri lantaran suaminya sudah melewati batas usia yang diperbolehkan menunaikan haji.
Walaupun harus menggunakan kursi roda, namun hal itu tidak mengurangi semangatnya untuk beribadah.
Sang ibu berpulang dua tahun setelah ayahnya meninggal.
Sambil tersipu malu, keduanya menyebut salah satu doa yang akan dipanjatkan yakni diberikan jodoh.
"Memang badanku tidak sempurna seperti Ucok Baba kodong tapi yakinka Allah akan melindungiku," ucap Sudirman.
Sambil berlinang air mata, Mastura bercerita bahwa dia dan suami bekerja sebagai kuli bangunan di Malaysia.
Walaupun menunggu selama 9 tahun untuk menabung, semangat dan tekadnya untuk memenuhi rukun Islam ke-5 tak membuatnya goyah.
Demi ibadah haji, pemuda ini rela bersepeda sejauh 5.000 kilometer ke tanah suci.
"Sebagai tukang sapu jalanan, saya ada penghasilan Rp 1.540.000 setiap bulan. Itu sebagian saya sisihkan untuk berangkat haji," kata Mat Hori.
"Lebih baik menjadi mantan preman, daripada menjadi mantan ustaz," itulah kalimat yang menjadi semangatnya.
Selama 42 tahun Djaelani menyisihkan uangnya agar bisa naik haji
"Rasa bahagia dan lega. Bahagia luar biasa karena ada panggilan haji ini," ungkap Eme.