Organisasi Teroris Terkaya ISIS di Ambang Kebangkrutan

Reporter : Syahid Latif
Selasa, 29 September 2015 09:45
Organisasi Teroris Terkaya ISIS di Ambang Kebangkrutan
Pundi pemasukan dari minyak tak lagi menghasilkan uang. Penduduk banyak yang kabur padahal mereka sumber pajak.

Dream - Kelompok teroris yang diklaim terkaya di dunia dikabarkan tengah diambang bangkrut. Islamic State of Iraq and Suriah (ISIS) disebut tak lagi mampu menyediakan tambahan pemasukan.

Laman Fortune mengutip Businessinsider, Selasa, 29 September 2015 menyebutkan perbedaan penghasilan antara pejuang ISIS dan warga biasa telah memicu perseteruan di dalam kelompok.

ISIS selama ini memang menjanjikan sesuatu kepada pengikutnya jika mampu berkuasa. Kelompok ini dilaporkan telah menghabiskan uang US$ 1,2 miliar tahun lalu.

Namun sebagian besar uang tersebut digunakan membeli persenjataan dibandingkan memenuhi kebutuhan hidup 8 juta orang.

Dalam janjinya, ISIS akan membantu kaum miskin. Namun sampai kini warga tak kunjung beranjak dari kemiskinannya.

Bahkan ISIS malah membuat kebijakan ketat yang membatasi perempuan memperoleh kerja. Alhasil, banyak para profesional meninggalkan negara itu. ISIS juga mengalami krisis tenaga terdidik seperti dokter.

Selama ini ISIS mendapatkan penghasilan dari pajak penduduk. Dengan banyaknya warga yang kabur, pendapatan pajak pun berkurang.

Tahun lalu organisasi ini sukses mencetak pemasukan jutaan dollar dengan mengenakan kenaikan pajak 50 persen untuk pekerja pemerintah Irak.

Untuk mencegah uang digunakan ISIS, pemerintah Irak memutuskan menghentikan membayar pekerja yang bekerja di areal yang dikuasai ISIS.

ISIS telah menghasilkan uang sekitar US$ 100 juta dengan menjual minyak mentah di pasar gelap. Namun seiring menurunnya harga minyak dan serangan beruntun terhadap fasilitas kilang minyaknya, pendapatan pun perlahan-lahan berkurang.

Namun, kondisi ini tak lantas membuat kelangsung hidup ISIS akan berakhir.

" ISIS senang menjalankan negara yang kurang lebih mirip Taliban saat menguasai Afganistan pada tahun 1990-an," kata Analis Kebijakan Internasional, Ben Bahney.

Beri Komentar