Halal dari Awal

Reporter : Arie Dwi Budiawati
Kamis, 3 November 2016 21:00
Halal dari Awal
Halal memang menjadi ajaran Islam. Namun di balik itu, menyimpan potensi ekonomi yang besar. Agar berkah, semua harus halal dari awal.

Dream - Video ini berdurasi singkat. Hanya semenit. Anda tak bakal tahu maksud tayangan itu jika hanya melihat bagian pembuka. Sebab hanya disajikan keindahan alam belantara serta kalimat singkat: Awal yang murni.

Sabarlah sejenak. Tunggu beberapa detik lagi, sambil mendengarkan backsound merdu. Jika Anda tetap memaku mata ke layar, niscaya bertemu dengan tiga wanita cantik ini: Tatjana Saphira, Dewi Sandra, dan Inneke Koesherawati.

Dari situ mungkin Anda mulai bisa menebak. Banyak orang tahu ketiga wanita ayu itu adalah brand ambassador sebuah produk kecantikan. Apalagi, di ujung tayangan narator memberi penegasan: “ Wardah, halal dari awal.”

Ya, video ini adalah iklan. Tayangan yang dibuat oleh Wardah, produsen kosmetik dengan tagline halal. Melalui tayangan ini, perusahaan yang didirikan oleh keluarga Subakat ini menarik hati para konsumen. Sambil meraup untung, mereka mengampanyekan kosmetik halal, sesuai syariat Islam.

Dan pekan lalu, iklan kosmetik Wardah itu mendapat Halal Award 2016 dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). Anugerah ini diberikan kepada mereka yang berjasa mengembangkan, mengedukasi, informasi, dan sosialisasi gaya hidup halal.

Wardah bukanlah satu-satunya. Selain mereka, sederet nama lain juga menerima penghargaan ini. Melalui berbagai kategori. Ada belasan merek, kota, hingga komunitas. Wardah menyabet gelar dari dua kategori: Halal Top Brand Kosmetik dan Iklan Halal Terbaik.

“ Kami memberikan Halal Award dari MUI, terhadap insan stakeholder yang memberikan kiprah perannya dalam pertumbuhan dan peningkatan industri halal di Indonesia,” kata Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim.
***
Lembaga ini memang sejak dulu gencar mengampanyekan gaya hidup halal. Semua industri didorong untuk mengurus sertifikat halal. Bukan hanya makanan, tapi juga sandang dan layanan jasa.

Bukan sekadar tuntunan syariat. Gaya hidup halal ternyata punya ceruk bisnis menjanjikan. Lihatlah data yang dikeluarkan State of the Global Islamic Economy Report 2016/17 yang dikeluarkan oleh Thompson Reuters.

Di sana Anda akan melihat angka-angka mencengangkan. Kue bisnis berbasis halal ini benar-benar besar. Mulai makanan, kosmetik, pakaian, pariwisata, hingga jasa keuangan. Apalagi, penduduk Muslim di muka Bumi ini jumlahnya juga besar, sekitar 1,6 miliar jiwa atau 23% populasi planet ini.

Merujuk data Thompson Reuters itu, pengeluaran penduduk Muslim dunia untuk makanan dan gaya hidup halal pada tahun 2015 tercatat sebesar Rp24.828 triliun. Angka ini diproyeksikan menggelembung hingga Rp39.202 triliun.

Lihatlah pengeluaran umat Muslim untuk sektor makanan halal. Tahun lalu mencapai Rp15.354 triliun. Lima tahun lagi, angka ini diprediksi melejit menjadi US$1.914 miliar atau Rp25.011 triliun.

Di sektor wisata halal, tahun lalu mencapai Rp1.973 triliun dan akan menyentuh Rp3.175 triliun pada 2021. Sementara untuk belanja pakaian, umat Muslim di jagat ini menghabiskan Rp3.175 triliun dan akan bertambah menjadi Rp4.808 triliun untuk lima tahun ke depan.

Jangan lupakan hiburan halal. Tahun lalu, uang yang dibelanjakan kaum Muslim di sektor ini mencapai Rp2.469 triliun. Angka ini diprediksi terus melambung, hingga Rp3.423 triliun dalam setengah dekade mendatang.

Sementara untuk obat-obatan halal uang yang digelontorkan tahun lalu sebesar Rp1.019 triliun dan menjadi Rp1.724 triliun tahun 2021. Angka yang tak kecil juga dibelanjakan untuk kosmetik halal. Tahun lalu mencapai Rp731 triliun. Sementara, lima tahun lagi diperkirakan menggelembung menjadi Rp1.058 triliun.

Dari data ini terlihat, ceruk bisnis industri halal dunia tak bisa dianggap kecil. Belum lagi jika ditambah dengan jasa keuangan, termasuk perbankan dan asuransi syariah.

***
Lantas, bagaimana dengan Indonesia? Menurut data Kementerian Perindustrian, transaksi industri halal Indonesia Rp130 triliun pada perdagangan dunia. Tahun 2019, pemerintah menargetkan capaian industri halal Tanah Air sebesar Rp325 triliun.

“ Ke depan, potensi ini akan terus brtambah karena produk halal diterima oleh orang Muslim dan non-Muslim,” kata Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian, Imam Haryono, ketika dihubungi Dream, Senin 31 Oktober 2016.

Indonesia tak mau ketinggalan untuk meraup peluang di pasar halal. Apalagi negeri kepulauan ini menjadi tuan rumah bagi Muslim terbesar dunia. Sekitar 85 persen dari 250 juta penduduk Indonesia adalah Muslim. Tenti menjadi pasar potensial, selain pangsa mancanegara.

“ Kami sudah harus mempersiapkan supaya kita tidak menjadi pasar. Jadi, kami harus membina pasar halal,” tambah Imam.

Indonesia segera membangun kawasan industri halal nasional. Dengan cara ini, diharapkan mampu menandingi ambisi Thailand yang ingin menjadi eksportir produk halal terbesar ke lima dunia. Kawasan industri halal Indonesia ditarget kelar tahun 2020.

“ Kami mendorong industri agar terpusat dan terkontrol dengan mudah, baik untuk kebutuhan nasional maupun ekspor. Kalau ada lokasi yang terintegrasi, itu akan lebih bagus,” tutur Iman.

Meski demikian, Iman mengaku belum tahu pasti seberapa besar pertumbuhan produk halal nasional setelah kawasan ini beroperasi. Saat ini, hitungan pertumbuhan masih dalam analisa.

“ Istilahnya, kami tidak ingin pasar kita dikuasai negara lain. Kita harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Kita juga harus bisa ekspor produk halal.”

Indonesia memang perlu belajar dari Malaysia. Tengok saja negeri jiran itu. Di sana ada Halal Industry Development Corporation (HIDC), kawasan industri halal seperti direncanakan Indonesia.

Malaysia bekerja sama dengan instansi lain untuk sertifikasi halal, seperti Jawatan Kemajuan Islam Malaysia (JAKIM) dan Malaysia External Trade Development Corporation (MATRADE) untuk perdagangan produk halal, terutama untuk ekspor.

Oleh karena itu, Kemenperin tengah berdiskusi dengan para pemangku kepentingan, seperti LPPOM MUI, MUI, dan Kamar Dagang dan Industri, untuk mewujudkan rencana pembangunan kawasan industri halal ini.

“ Harus melihat kesiapan kita. Minimal institusi yang bersangkutan harus ada. Kalau dibangun, tapi tidak siap, kan, kacau,” kata Iman.

Dia menambahkan, pembangunan kawasan industri di Indonesia akan dilakukan perlahan-lahan. Memang agak sulit jika langsung serta-merta seperti Malaysia. Untuk itu, pertama kali yang akan dibangun adalah pelabuhan halal

“ Yang paling dekat, ya, logistik. Kami harus melihat mana yang sudah siap. Lalu, dievaluasi sarana dan prasarananya,” kata dia.

Sementara, Direktur LPPOM MUI, Lukmanul Hakim, mengatakan, untuk membantu target pemerintah itu, pihaknya terus mendorong sertifikat halal sebagai jaminan di perdagangan dunia.

“ Sudah 27 tahun MUI berperan dalam dunia halal dan kriteria halal yang ditetapkan MUI sudah diadopsi di 32 negara. Indonesia harus memenangkan persaingan industri halal dunia,” kata Lukman.

***
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch, Ikhsan Abdullah, mengatakan, pemerintah seharusnya mengeluarkan roadmap yang jelas untuk produk halal. “ Tugas pemerintah mengikuti Undang-Undang No. 33 Tahun 2014, menerbitkan peraturan pemerintah. Aturan turunannya itu belum,” kata Ikhsan.

Pemerintah juga harus menggencarkan edukasi sertifikasi halal bagi pengusaha. Selain meningkatkan daya saing, perusahaan akan mendapatkan nilai tambah. “ Sertifikasi halal bisa mendongkrak omzet perusahan. Jangan khawatir, sertifikasi tidak akan membebani dunia usaha,” kata dia.

Saat ini, kata Ikhsan, yang mendapatkan mandatory sertifikasi halal adalah makanan dan minuman, kosmetik. Ke depan, sertifikasi halal juga untuk obat-obatan.

“ Obat (farmasi) diberi waktu untuk obat halal. Riset untuk memproduksi obat halal memerlukan waktu,” kata dia. Selain itu, industri fesyen Muslim seharusnya juga memiliki sertifikasi halal.

Sekadar informasi, data bulan Mei 2016 menunjukkan ada 6.554 produk pangan yang telah mengantongi sertifikat halal MUI. Selain itu, ada 46 restoran mendapat sertifikat serupa. MUI juga memberikan 31 sertifikat halal untuk produk obat dan jamu yang telah terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Menurut Ikhsan, potensi pasar halal sangat besar, sehingga memikat hati pelaku usaha. Mereka berlomba-lomba untuk menggarp pasar ini. Mengingat, populasi Muslim di dunia sangat besar dan pertumbuhannya sangat cepat.

“ Belum lagi ditambah pasar sekunder. Ada umat agama lain yang ingin mengkonsumsi produk halal. Mereka ingin memiliki produk halal karena sehat dan terjamin kesyariahannya,” kata dia.

Ikhsan juga mendukung rencana pemerintah membangun kawasan industri halal. Selain industri, pemerintah juga harus mempersiapkan pelabuhan halal agar produk halal tidak campur dengan non-halal.

Dia menyebut Singapura dan Malaysia sudah menerapkan pemisahan pelabuhan ini. Jepang dan Tiongkok sedang mempersiapkan. “ Jangan sampai pemerintah abai tentang hak masyarakat untuk mendapatkan produk halal,” kata dia.

Halal memang menjadi ajaran Islam. Namun di balik itu, menyimpan potensi ekonomi yang besar. Agar berkah, semua harus halal dari awal.

Beri Komentar