Gus Sholah dalam Kondisi Kritis, Sang Putra Mohon Doa

Reporter : Mutia Nugraheni
Minggu, 2 Februari 2020 17:27
Gus Sholah dalam Kondisi Kritis, Sang Putra Mohon Doa
Beliau sedang dirawat di RS Harapan Kita.

Dream - Salahuddin Wahid atau Gus Sholah, saat ini sedang dirawat di Rumah Sakit Harapan Kita. Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan adik dari almarhum Gus Dur ini rupanya sedang dalam kondisi kritis.

Kabar tersebut diungkapkan oleh putranya, Irfan Wahid dalam akun Twitternya. " Asslm ww. Dengan kerendahan hati, kami mohon keikhlasan doa untuk Ayahanda kami @Gus_Sholah yg sedang dalam keadaan kritis," tulis Ipang, sapaan akrabnya.

Twitter Ipang Wahid

Akun twitter Pesantren Tebu Ireng @tebuirengonline yang merupakan pesantren asuhan kelurga besar Gus Sholah juga mengumumkan kalau Kyai mereka dalam kondisi kritis.

 

" Assalamualaikum wr wb mohon ikhlas doa untuk pengasuh kami KH Salahudin Whid yang sedang kritis di RS Harapan Kita," tulis Akun tersebut

 

 

 

1 dari 5 halaman

Riwayat Penyakit Jantung

Beberapa hari lalu tepatnya pada 13 Januari, seperti dikutip dari Liputan6, Gus Sholah mengeluh detak jantung yang tidak beraturan. Akhirnya beliau dilarikan ke ke rumah sakit.

Ini Kata Gus Solah Soal Pemimpin Islam

" Dokter menyarankan tindakan ablasi. Ablasi itu semacam kateter yang dimasukkan ke melalui kaki ke arah jantung," ungkap Ipang.

 

2 dari 5 halaman

NU Genap Berusia 94 Tahun, Ketum Muhammadiyah Kenang Kebersamaan 2 Pendiri

Dream - Ormas Islam Nahdlatul Ulama hari ini, Jumat, 31 Januari 2020, genap berusia 94 tahun. Kiprah NU begitu besar dalam catatan sejarah Indonesia dan umat Islam.

Atas usia NU yang hampir seabad mengawal umat Islam Indonesia, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan ucapan selamat hari lahir kepada ormas Islam terbesar itu.

Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nashir, berharap NU dengan spirit Islam Nusantara terus istiqomah berdakwah merekat ukhuwah, mengembangkan moderasi, merawat kebhinekaan serta membangun kemajuan umat dan bangsa.

" Kami Muhammadiyah juga berharap bahwa jalinan kebersamaan antara NU dan Muhammadiyah yang telah berlangsung lama sebagaimana dicontohkan oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari dan KH Ahmad Dahlan terus dijalin semakin erat sehingga Muhammadiyah dan NU tetap menjadi pilar strategis umat dan bangsa," ujar Haedar, dikutip dari Muhammadiyah.or.id.

Muhammadiyah dan NU

Haedar percaya NU ke depan akan semakin maju dan semakin kuat dalam menjaga Indonesia. Juga dalam memajukan semesta.

" Selamat hari ulang tahun ke-94, semoga Allah melimpahkan berkah, rahmat dan karunia-Nya untuk kita semua," kata Haedar.

Melalui akun Instagram @nahdlatululama, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyampaikan terima kasih kepada PP Muhammadiyah.

" Terima kasih saudara kami," demikian tulis admin.

" Ayo bersama-sama berkolaborasi dan sinergi untuk mendorong terwujudnya tatanan kehidupan yang lebih baik, adil, makmur dan sejahtera," lanjut admin.

3 dari 5 halaman

Mbah Moen, Ulama Sepuh Penjaga NKRI

Dream - Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Indonesia berduka karena kehilangan tokoh bangsa, KH Maimoen Zubair. Kiai sepuh yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Moen ini wafat dalam usia 90 tahun di Mekah, Arab Saudi.

Pesan Mbah Moen Jelang Ramadan

Selama hidup, pengasuh Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang, Jawa Tengah, ini dikenal sebagai ulama yang teguh menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Mbah Moen tidak hanya dikenal sebagai ulama, namun juga negarawan. Kiai ini pernah terjun dalam dunia politik Indonesia.

Mbah Moen lahir di Rembang pada 28 Oktober 1928. Dia merupakan putra Kiai Zubair Dahlan. Di bawah asuhan sang ayah, Mbah Moen menguasai sejumlah ilmu agama seperti fikih, ushul fikih.

Menginjak usia remaja, Mbah Moen merantau ke Kediri, Jawa Timur, untuk menimba ilmu di Pondok Pesantren Lirboyo. Di pesantren ini, dia berguru kepada Kiai Abdul Karim, Kiai Mahrus Ali, dan Kiai Marzuki.

4 dari 5 halaman

Menimba Ilmu di Hijaz dan Jawa

Ketika berusia 21 tahun, Mbah Moen didampingi sang kakek, Kiai Ahmad bin Syuab, pergi ke Mekah Al Mukarromah untuk melanjutkan pendidikan. Di kota yang dulu masuk daerah Hijaz, Mbah Moen menimba ilmu kepada Sayyid Alawi bin Abbas Al Maliki, Syeikh Al Iman Hasan Al Masysyath, Sayyid Amin Al Quthbi, Syeikh Yasin Isa Al Fadani, Syeikh Abdul Qodir Al Mandali dan sejumlah ulama lainnya.

Tak hanya di Hijaz, Mbah Moen juga pernah berguru kepada sejumlah ulama di Jawa. Seperti kepada Kiai Baidhowi, Kiai Ma'shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa Rembang, Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen Demak, Kiai Abdullah Abbas Buntet Cirebon, Syeikh Abul Fadhol Senori Tuban.

Sepanjang karier akademisnya, Mbah Moen dikenal sebagai ulama produktif. Dia sudah menghasilkan banyak kitab yang sebagian besar menjadi rujukan para santri, seperti Al Ulama Al Mujaddidun.

5 dari 5 halaman

Kiprah Sebagai Negarawan

Pulang dari Hijaz, Mbah Moen memutuskan mengabdi ke Pesantren Al Anwar di Sarang pada 1965. Pesantren ini memang diarahkan untuk menjadi basis pembelajaran dan pengkajian kitab kuning, yang kemudian berkembang menjadi rujukan para santri.

Di luar pesantren, Mbah Moen pernah menjabat sebagai anggota DPRD Rembang selama tujuh tahun. Dia juga pernah menjabat sebagai anggota MPR RI mewakili Jawa Tengah, kemudian diangkat menjadi Ketua Dewan Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Kiprah Mbah Moen di dunia politik tidak mengejar kepentingan sesaat. Lewat politik, Mbah Moen berjasa besar mendialogkan Islam dengan kebangsaan.

Ketika usianya mulai senja, Mbah Moen kembali mengabdi ke pesantren. Namun demikian, buah pikirnya selalu menjadi rujukan Bangsa. Mbah Moen kerap diminta memberikan wejangan oleh tokoh-tokoh nasional mengenai kondisi bangsa. 

Sumber: NU Online

Beri Komentar