Ilustrasi
Dream - Para ilmuwan yakin kecerdasan buatan bisa menjadi kenyataan dalam beberapa tahun, bukan dekade. Bahkan bukan tidak mungkin robot hasil kecerdasan bisa menganut sebuah agama.
Pendiri Tesla Elon Musk baru-baru ini memperingatkan bahwa Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan memiliki potensi mendatangkan bahaya bagi umat manusia seperti senjata nuklir.
Namun kekhawatiran ini justru memicu adanya harapan bagi kecerdasan buatan dalam bentuk agama. Mampukah agama mengubah AI untuk melakukan hal yang baik daripada yang membahayakan umat manusia?
Dylan Love dari Dailydot.com baru-baru ini menerbitkan sebuah laporan mendalam untuk menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan ini.
Lincoln Canon, presiden Mormon Transhumanist Association kepada Love mengatakan tidak ada 'hukum' dalam ilmu komputer yang akan memungkinkan perangkat lunak memegang aturan agama.
" Tentu saja ada beberapa suara naif di antara mereka yang anti-agama yang akan membayangkan ketidakcocokan teknis antara kecerdasan mesin dan keyakinan agama," katanya.
John Messerly, sarjana afiliasi untuk Institute for Ethics and Emerging Technologies, menambahkan: " Saya kira kita bisa memprogram AI untuk 'percaya' hampir apa saja."
“ Kecerdasan buatan super yang mengenal agama mungkin bisa menjadi yang terbaik atau yang terburuk dari superintelligence,” tambah Cannon.
Ahli filsafat Swedia, Nick Bostrom, mengatakan bahwa ketakutan utama publik selama ini adalah bahwa robot AI yang semakin cerdas, justru akan memilih jalan untuk kelangsungan hidupnya yang berarti kehancuran umat manusia.
Komedian Duncan Trussell mengatakan: " Mimpi sederhana saya adalah bahwa kecerdasan canggih ini akan menjadi manifestasi murni cinta dan kasih sayang, dan dengan demikian kecenderungannya bukan untuk menghancurkan tapi untuk menyembuhkan."
Marvin Minksy, pelopor di bidang kecerdasan buatan dan seorang profesor MIT melihat kemungkinn robot AI dibekali dengan keyakinan agama bisa saja terjadi.
" Yang dimiliki manusia adalah otak yang lebih kompleks dan lebih besar daripada hewan lain. Mungkin otak ikan paus secara fisik besar, tapi tidak secara struktural lebih kompleks daripada kita," katanya Minsky.
Jika komputer ditinggalkan sendirian atau bersama dengan komunitasnya, mungkin mereka akan berusaha mencari tahu siapa mereka dan dari mana mereka berasal.
Namun jika robot cerdas secara buatan bisa memiliki jiwa dan memeluk agama, ada kekhawatiran bahwa mereka dapat menambah konflik di seluruh dunia.
" Kemungkinan bahwa mereka akan mencari semua aturan agama memang mengkhawatirkan kita," kata James McGrath, penulis esai Robots, Rights, and Religion.
Advertisement