Personil SAR Gabungan Membawa Kantong Jenasah Yang Diturunkan Dari KN SAR Sadewa Di Pelabuhan JICT 2, Jakarta, Rabu (31/10). 189 Orang Menjadi Korban Jatuhnya Pesawat Lion Air JT- 610, Senin (29/10) Lalu. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)
Dream - Salah satu keluarga penumpang Lion Air JT610 meminta penghargaan tidak hanya ddiberikan kepada anggota tim penyelam yang menemukan black box atau kotak hitam pesawat. Penghargaan justru harus diberikan kepada penyelam yang paling banyak mengangkat korban.
" Bukan yang diberi penghargaan yang menemukan black box. Tapi yang paling banyak mencari jenazah," kata keluarga penumpang atas nama Pangky dia di Hotel Ibis Sentral Cawang, Jakarta Timur, Senin 5 November 2018.
Menurut dia, apabila yang diberi penghargaan itu hanya penemu black box, maka para penyelam akan fokus mencari benda berwarna oranye yang menyimpan data-data penerbangan itu, bukan mencari korban.
" Ke depannya yang diberi penghargaan bukan hanya penemu black box tapi yang paling banyak mengangkat jenazah," ucap dia mengulangi.
Selain itu, dia juga meminta kepada semua pihak untuk terus bekerja secara profesional sehingga proses pencarian dan identifikasi korban dapat dilakukan dengan cepat.
Sebelumnya, pada Kamis 2 November 2018, Presiden Joko Widodo memberikan penghargaan kepada penyelam yang menemukan black box. Penemu black box Lion Air tersebut yaitu Sertu Marinir Hendra Syahputra, Kopda Nur Ali, dan teknisi dari kapal Baruna Jaya, Handoko Panoto.
Dream - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) membeberkan laporan sementara hasil penyelidikan penyebab kecelakaan pesawat Lion Air JT610.
Hasil penyelidikan sementara menunjukkan pesawat yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, pada Senin 29 Oktober 2018 itu tidak pecah di udara.
“ Pesawat mengalami pecah ketika bersentuhan dengan air dan pesawat tidak pecah di udara,” kata Kepala KNKT, Soerjanto Tjahjono dalam keterangan pers di Hotel Ibis, Jakarta Timur, Senin 5 November 2018.
Menurut Soerjanto, apabila pesawat pecah saat masih berada di udara, maka serpihannya akan lebar. Namun tidak pada serpihan-serpihan pesawat JT610 tersebut.
“ Pesawat saat menyentuh air dalam keadaan utuh,” tegas dia.
Soerjanto menambahkan, mesin pesawat juga masih hidup saat masuk ke dalam air. Kesimpulan ini diambil dengan melihat salah satu kondisi mesin yang ditemukan dengan turbin berantakan.
“ Hal ini ditandai dengan hilangnya semua sudut turbin maupun kompresor, menandakan mesin dalam kondisi hidup dengan putaran cukup tinggi,” tutur dia.
Menurut dia, mesin pesawat PK-LQP yang terbang dari Bandara Soekarno Hatta ke Pangkalpinang itu tidak mengalami masalah.
“ Kami belum identifikasi, tapi dari temuan bagian-bagian mesin, kedua mesin dalam kondisi hidup dan dengan rpm yang cukup tinggi,” jelas dia.
“ Ini kita katakan bahwa ini seperti bonggolnya jagung, kalau kipasnya seperti jagung. Kalau seperti ini, mesin berputar cukup tinggi,” tambah Soerjono.
Konferensi pers ini dihadiri Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, pendiri Lion Group Rusdi Kirana, Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI FH Bambang Soelistyo, dan Direksi Lion Air. (ism)
Dream - Pesawat Lion Air PK-LQP sempat memberikan sinyal bahaya beberapa menit setelah lepas landas dari Bandara Ngurah Rai, Bali, pada Minggu 28 Oktober 2018. Sinyal itu merupakan tanda terjadinya masalah teknis pada pesawat.
Tapi beberapa saat kemudian, peringatan itu dicabut dan pesawat tetap terbang ke Jakarta, tidak jadi mendarat kembali ke bandara Bali. Sehingga, otoritas bandara tak mengambil tindakan karena pesawat yang keesokan harinya jatuh di perairan Karawang itu bisa terbang dengan normal.
“ Kapten pilot sendiri cukup percaya diri untuk terbang ke Jakarta dari Denpasar,” kata Kepala otoritas bandara untuk wilayah Bali-Nusa Tenggara, Herson, dikutip dari laman The Eangle, Jumat 2 November 2018.
Pilot pesawat lain yang hendak mendarat di bandara Bali sesaat setelah penerbangan Lion Air PK-LQP mengaku diperintahkan berputar-putar di atas bandara.
Mereka diminta mendengar percakapan radio antara pilot Lion Air PK-LQP dengan menara kontrol lalulintas udara.
“ Karena panggilan 'Pan-Pan', kami diberitahu untuk menunda pendaratan, mengitari bandara di udara sebelum mendarat,” ujar pilot yang enggan disebut identitasnya itu.
Menurut pilot itu, pesawat Lion Air diminta mendarat kembali ke bandara Bali. Namun pilot Lion Air mengatakan bahwa masalah yang dialami sudah bisa diatasi. “ Dan dia akan tetap terbang ke Jakarta,” tambah pilot yang mendarat setelah penerbangan Lion Air itu.
Pilot menggunakan panggilan 'Pan-Pan' sebagai tanda situasi mendesak. Sinyal tersebut setingkat di bawah 'Mayday', yang menandakan situasi yang lebih parah.
Akhirnya, pesawat Lion Air dengan jenis Boeing 737 Max 8 itu mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, tangerang, Banten, pada pukul 22.55 WIB, pada hari Minggu malam itu.
Keesokan harinya, pesawat yang sama terbang ke Pangkalpinang pada pukul 06.20 WIB. Namun setelah 13 menit mengudara, pesawat berisi 189 orang tersebut jatuh ke perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, setelah pilot meminta kembali mendarat ke Bandara Soetta.