Marat Safin (www.emiratesusopenseries.com)
Dream - Empat belas tahun silam, pemuda ini membuat gempar dunia tenis. Sabetan raketnya membuat lawan tercengang. Smash-smash kerasnya melesatkan bola dengan cepat, bak bom terlontar dari meriam. Jarang ada lawan yang mampu mengembalikannya.
Dialah Marat Safin. Di awal dekade 2000-an itu, karier petenis asal Rusia ini sunguh mengkilap. Mulai masuk jenjang profesional sejak 1997, dia sudah menjadi juara Grand Slam Amerika Terbuka tiga tahun kemudian. Setelah mengalahkan petenis pujaan sejagat kala itu, Pete Sampras.
Petenis bernama asli Marat Mubinovich Safin ini mengulangi penampilan gemilang lima tahun berselang. Giliran Australia yang menjadi panggung kehebatannya. Di sanalah dia merengkuh gelar Grand Slam ke duanya. Setelah mengalahkan petenis tuan rumah, Lleyton Hewitt di final.
Pria kelahiran Moskow, 27 Januari 1980, ini memang tumbuh dari keluarga penyuka tenis. Sang ayah, Mubin Safin, menjalankan klub tenis Spartak. Di klub itu pula putra Rauza Islanova ini digembleng bersama petenis kenamaan lain, semisal Anna Kournikova, Elena Dementieva, dan Anastasia Myskina.
Pada usia 14 tahun, dia pindah ke Valencia, Spanyol. Di negeri para Matador itu, dia memperdalam ilmu tenis yang tidak bisa didapatkan di Rusia. Di sinilah dia banyak mendapat pelajaran sebelum tenar di lapangan profesional.
Di masa keemasan itu, cerita hidupnya identik dengan foya-foya. Maklum saja, prestasi cemerlang membuat pundi-pundi uangnya semakin menumpuk. Di luar lapangan, para wanita selalu berada di sekelilingnya. Selain itu, mobil-mobil mewah selalu dipamerkan sebagai tunggangannya.
Namun, kisah itu tak berlangsung lama. Perlahan tapi pasti, kegemilangan itu memudar. Tak lagi terdengar prestasinya. Hingga akhirnya dia memutuskan gantung raket pada 2009. Pensiun sebagai petenis dunia.
Marat Safin. Sumber: www.rferl.org
Setelah pensiun, dia memulai hidup baru. Pria keturunan Muslim Tatar ini banting setir menjadi politisi. Dia terpilih menjadi anggota parlemen dari partai berkuasa, Partai Rusia Bersatu, pada Desember 2011. Di mata banyak orang, Safin telah memberikan semangat muda di antara para penjaga tua negeri beruang merah itu.
“ Saya bisa menjadi orang paling ganteng di Duma –parlemen Rusia. Tapi itu hanya karena semua orang di sini [Duma] berusia di atas 60 tahun,” kata Safin seperti dilansir laman Radio Free Europe Radio Liberty.
Sejak menjadi politisi, Safin kembali mengenakan identitasnya sebagai keturunan Muslim Tatar. Para penggemar tenis yang selama ini mengenalnya sebagai sosok yang tempramental, suka pesta-pesta mewah, tak akan melihatnya lagi. Kini dia hidup sederhana. Dia hidup sebagai Muslim yang taat. Tak jarang terlihat pergi ke masjid dengan busana khas Tatar.
Safin juga menegaskan bahwa keyakinan dan identitas etnis menjadi bagian integral dalam hidupnya. Bahkan saat dia masih menjalani `kehidupan neraka` saat masih jaya sebagai petenis dunia.
“ Anda tidak bisa melawan gen Anda. Saya orang Rusia, tapi saya 100 persen Muslim. Semua orang muslim bersemangat,” kata Safin dalam wawancara dengan USA Today, sembilan tahun silam. (Dari berbagai sumber)
Advertisement
Jadi Pahlawan Lingkungan Bersama Trash Hero Indonesia
10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu
KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang
4 Komunitas Seru di Depok, Membaca Hingga Pelestarian Budaya Lokal
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Azizah Salsha di Usia 22 Tahun: Keinginanku Adalah Mencari Ketenangan
Hj.Erni Makmur Berdayakan Perempuan Kalimantan Timur Lewat PKK
Benarkah Gaji Pensiunan PNS Naik Bulan Ini? Begini Penjelasan Resminya!
Timnas Padel Indonesia Wanita Cetak Sejarah Lolos ke 8 Besar FIP Asia Cup 2025
Hore, PLN Berikan Diskon Tambah Daya Listrik 50% Hingga 30 Oktober 2025
AMSI Ungkap Ancaman Besar Artificial Intelligence Pada Eksistensi Media
10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu