Belanda Akhirnya Akui Telah Lakukan Kejahatan Sistematis Kepada Indonesia

Reporter : Ahmad Baiquni
Jumat, 18 Februari 2022 18:00
Belanda Akhirnya Akui Telah Lakukan Kejahatan Sistematis Kepada Indonesia
PM Belanda, Mark Rutte, meminta maaf kepada Indonesia, menyusul temuan fakta berbeda dengan klaim Pemerintah sejak dulu.

Dream - Pemerintah Belanda secara resmi mengakui kejahatan yang terjadi selama Perang Kemerdekaan Indonesia 1944-1949. Pengakuan tersebut disampaikan secara langsung oleh Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte, sekaligus memohon maaf kepada Indonesia.

Permintaan maaf itu disampaikan Rutte, pada Kamis waktu setempat, menyusul temuan terkini tim penyelidik yang terdiri dari tiga institusi penelitian sejarah. Temuan tersebut menyatakan Belanda telah melakukan kekerasan sistematis dan berlebihan selama Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan.

Temuan ini berbeda jauh dari klaim Pemerintah Den Haag. Selama ini, Den Haag selalu menyatakan Belanda hanya melakukan kejahatan sporadis untuk mendapatkan kembali kendali atas wilayah koloni selama Perang Dunia II.

Rutte tak hanya meminta maaf atas kekerasan yang telah terjadi. Dia juga memohon maaf atas kegagalan Pemerintah Belanda di masa lalu untuk mau mengakui.'

" Atas kekerasan ekstrem yang sistematis dan meluas dari pihak Belanda pada tahun-tahun itu dan sikap konsisten yang dilakukan pemerintah sebelumnya, saya meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada rakyat Indonesia," kata Rutte.

 

1 dari 3 halaman

Pemerintah Belanda Bertanggung Jawab Penuh

Rutte juga mengatakan perlu untuk menerima temuan itu. Meski temuan tersebut sangat sulit diterima.

" (Temuan) itu keras, tetapi tidak dapat dihindari," kata Rutte.

Dia pun menegaskan Pemerintah Belanda bertanggung jawab penuh atas " kegagalan kolektif" yang telah terjadi.

Studi yang memakan waktu lebih dari empat tahun itu menyimpulkan betapa kekejaman di Hindia Belanda saat itu dilakukan secara sistematis. Bahkan seringkali kejahatan terjadi dengan disengaja dan pada ruang lingkup yang meluas.

" (Perbuatan) itu dimaafkan di setiap tingkatan: politik, militer dan hukum," demikian hasil studi tersebut.

 

2 dari 3 halaman

Pembenaran Secara Kolektif atas Kekejaman yang Terjadi

Studi itu juga menekankan sebagian besar elit Belanda memikul tanggung jawab atas kejahatan yang terjadi, baik itu politisi, pejabat, pegawai negeri, hakim, dan lain-lainnya. Sebab seluruhnya memiliki pengetahuan akan penggunaan kekerasan ekstrem dan sistematis kepada rakyat Hindia Belanda yang saat itu telah merdeka dan menjadi Indonesia.

" Ada kemauan kolektif untuk memaafkan, membenarkan dan menyembunyikan, dan membiarkannya (kejahatan terjadi) tanpa hukuman. Semua ini terjadi dengan tujuan yang lebih tinggi: memenangkan perang," tulis para peneliti.

Tinjauan tersebut mengutip " eksekusi di luar hukum, perlakuan buruk dan penyiksaan, penahanan di bawah kondisi yang tidak manusiawi, pembakaran rumah dan desa, pencurian dan perusakan properti dan persediaan makanan, serangan udara yang tidak proporsional dan penembakan artileri, dan apa yang sering merupakan penangkapan massal acak dan penahanan massal."

Para peneliti menemukan ketidakmungkinan melacak jumlah pasti kasus kejahatan yang terjadi dan para korban. Ini menandakan kekerasan terjadi dengan sangat luas.

 

3 dari 3 halaman

Pengakuan Pertama

Kejahatan perang pertama kali diungkapkan oleh seorang veteran Belanda pada 1969. Namun, Pemerintah Belanda telah mengklaim selama beberapa dekade hanya ada serangan terisolasi dan bahwa, secara umum, tentara berperilaku benar.

Permintaan maaf tentang perang tersebut bukanlah yang pertama disampaikan Belanda ke Indonesia. Tetapi pidato Rutte menjadi pengakuan pertama atas kekerasan yang disengaja secara efektif telah terjadi.

Dalam kunjungannya ke Indonesia pada Maret 2020, Raja Willem-Alexander membuat permintaan maaf yang mengejutkan atas " kekerasan berlebihan" yang dilakukan pasukan Belanda.

Pada 2016, Menteri Luar Negeri Belanda Bert Koenders meminta maaf atas pembantaian oleh pasukan Belanda terhadap 400 penduduk desa Indonesia pada tahun 1947, dikutip dari Deutche Welle.

Beri Komentar
Jangan Lewatkan
More