Bocah 13 Tahun Rela Panas-panasan Demi Kelas Online

Reporter : Razdkanya Ramadhanty
Kamis, 4 Juni 2020 12:00
Bocah 13 Tahun Rela Panas-panasan Demi Kelas Online
Heliyana tinggal di rumah yang terpelosok dan jauh sehingga tidak mendapat jaringan internet.

Dream - Di tengah pandemi Covid-19, para pelajar diupayakan tetap bisa menjalani aktivitas belajar. Mereka pun diminta belajar di rumah dan mengikuti kelas online atau e-learning.

Sayangnya, tidak semua pelajar memiliki fasilitas untuk mengakses internet. Alhasil, sebagian dari mereka terpaksa bekerja keras demi bisa mengikuti kelas online. 

Hal inilah yang dialami seorang gadis 13 tahun asal Malaysia. Dia tinggal di tempat yang jauh dan susah sinyal.

Keterbatasan perangkat, jaringan internet yang sulit serta tempat tinggal yang jauh tak menghentikan dirinya untuk tetap belajar dan menimba ilmu melalui e-learning.

Dilansir dari World of Buzz, unggahan yang dibagikan oleh SMK Tinggi Sarikei, sebuah menengah negeri yang berlokasi di Sarikei, Sarawak, Malaysia, memperlihatkan salah seorang siswa mereka berumur 13 tahun yang dikenal dengan nama Heliyana.

Dalam unggahan tersebut, Heliyana nampak sedang berjongkok di bawah matahari. Dia terlihat sedang memegang ponsel di tangan satunya dengan buku di pangkuannya. Diketahui, dia tengah menyelesaikan ujian sekolah di bawah terik matahari.

Apa yang membuatnya harus duduk berpanas-panasan di tengah hari bolong?

 

1 dari 2 halaman

Perjuangan Demi Sekolah

Setelah diselidiki, ternyata Heliyana tinggal di rumah yang terpelosok dan jauh sehingga tidak mendapat jaringan internet. Hal ini memaksanya untuk keluar rumah untuk menyelesaikan ujian sekolahnya.

Namun, ternyata Heliyana bukan satu-satunya siswa yang menghadapi masalah ini di SMK Tinggi Sarikei.

Diketahui ada lebih dari 20 dari 850 siswa sekolah yang harus mengadopsi new normal e-learning karena masalah jaringan internet yang tidak sampai ke rumah masing-masing.

 

2 dari 2 halaman

Ada yang Lebih Parah

Lebih parahnya lagi, ada seorang siswa yang bahkan tidak memiliki smartphone dan hanya memiliki telepon biasa yang dapat menerima pesan dan telefon. Sehingga pihak sekolah harus mengirim kertas ujiannya dan kemudian pihak sekolah akan menerima jawabannya melalui SMS.

Menurut kepala sekolah, e-learning tidak mudah diimplementasikan di daerah pedesaan seperti di Sarikei.

“ Beberapa anak dari keluarga miskin tidak memiliki ponsel, sehingga mereka harus menggunakan ponsel orangtua mereka untuk belajar. Terkadang orang tua tidak meninggalkan ponselnya di rumah. Mereka hanya bisa mempelajari pekerjaan rumah mereka pada sore atau malam hari," jelas Kepala Sekolah yang tidak disebutkan namanya.

Namun, dengan siswa yang rajin dan pekerja keras, mereka bersedia bekerja ekstra untuk memastikan bahwa mereka terus menerima pendidikan, terlepas dari keadaan.

Beri Komentar