Ilustrasi Tes Swab Virus Corona Yang Dilakukan Oleh Wanita Ini Menyebabkan Otaknya Mengalami Kebocoran. (Foto: Freepik.com)
Dream – Seorang wanita mengeluarkan cairan otak melalui hidung usai menjalani swab test. Proses swab test virus corona yang dilakukan oleh wanita ini menyebabkan otaknya mengalami kebocoran.
Ia merasakan pahit di mulutnya, sakit kepala, leher kaku, kepekaan terhadap cahaya, muntah, dan mengeluarkan cairan dari kedua lubang hidungnya.
Sebuah artikel yang diterbitkan pada Kamis 1 Oktober 2020 di Jurnal JAMA Otolaryngology Head anda Neck Surgery melaporkan tes swab itu mengganggu massa di rongga hidung wanitu itu yang mengandung serebrospinal dan jaringan otak.
Dkutip dari Daily Star, para peneliti di rumah sakit dan kilinik Universitas Lowa Amerika Serikat menyebutkan wanita berusia 40-an tahun itu melakukan swab test tepat sebelum operasi hernia elektif.
Setelah itu hidungnya meler di kedua lubangnya, wanita itu sakit kepala, leher kaku, dan kepekaan terhadap cahaya serta muntah.
Dokter memasukkan teropong medis ke dalam hidung pasien untuk mencari tahu apa yang menyebabkan hidungnya terus mengeluarkan cairan.
Kemudian dokter menemukan bahwa adanya massa lendir yang berlebih di dalam hidungnya. Namun dokter yakin bukan ini yang menyebabkan kebocoran cairan otak.
CT Scan mengidentifikasi sebuah struktur seperti kantung berukuran 1,8 cm yang menonjol ke dalam rongga hidung di antara kerusakan pada tulang.
Kantung itu merupakan ensefalokel, sebuah kondisi yang biasanya diidentifikasi pada bayi di mana tulang tengkorak tidak menyatu sepenuhnya, menciptakan celah di mana cairan serebral dan jaringan otak dapat berkumpul di benjolan yang menonjol.
JAMA Otolaryngology/University of Iowa Hospitals and Clinics
Dokter meyakini tes swab yang dilakukan oleh wanita ini merusak massa di dalam rongga hidungnya yang akhirnya menyebabkan kebocoran cairan serebrospinal.
Cairan serebrospinal adalah cairan bening yang ditemukan di sekitar otak dan sumsum tulang belakang.
Cairan ini membantu melindungi otak dan sumsum tulang belakang dari cedera, serta memberikan nutrisi serta membuang limbah dari sistem tersebut.
Saat terjadi kebocoran cairan serebrospinal, hal itu akan membuat robekan atau lubang pada jaringan ikat yang menahan cairan serebrospinal di sekitar otak dan tulang belakang.
Apabila terlalu banyak cairan yang keluar, otak akan mengendur di dalam kepala, memberi tekanan pada bagian tengkorak dan menyebabkan sakit kepala. Inilah sebuah kondisi yang dikenal dengan nama ‘hipotensi intrakranial spontan.’
Dokter membandingkan hasil penelitian tersebut dengan CT Scan yang dilakukan pada pasien 3 tahun yang lalu.
Mereka menemukan encephalocele pernah ada, tetapi salah didiagnosis sebagai penyakit sinus paranasal atau peradangan pada sinus.
Dalam kasus ini, sang wanita ternyata memiliki riwayat penyakit hipertensi, intrakarnial idiopatik, yang berhubungan dengan tekanan darah tinggi di otak akibat penumpukan cairan serebrospinal.
Lebih dari 20 tahun sebelumnya, ia juga pernah melakukan operasi pengangkatan polip di hidungnya, yang merupakan massa lunak non-kanker yang berkembang dan menggantung di saluran hidung.
Polip memengaruhi sistem pernapasan dan mendorong infeksi maka dari itu memang perlu dihilangkan.
JAMA Otolaryngology/University of Iowa Hospitals and Clinics
Namun masalah sebenarnya adalah kerusakan pada tengkoraknya yang tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun. Segera setelah masakah sebenarnya dapat diidentifikasi, dokter mengoperasi untuk mengurangi massa.
Untuk menutup lubang di tulang yang memungkinkan terbentuknya benjolan seperti kantung, mereka menggunakan cangkok kulit jaringan lunak, yang berfungsi sebagai perancah sel untuk memasukkan cangkok ke dalam tulang.
“ Sepengaetahuan kami, ini adalah kasus pertama dari kebocoran CFS iatrogenic setelah tes swab untuk Covid-19,” bunyi pernyataan dalam laporan jurnal tersebut di atas.
“ Pasien ini memiliki gangguan dasar tengkorak yang tidak terdiagnosis di fovea ethmoidalis yang ada pada pencitraan sejak tahun 2017. Oleh karena itu kami berteori bahwa tes swab itu sendiri sebenarnya tidak berpengaruh pada dasar tulang tengkorak, tetapi tes invasive menyebabkan trauma pada ensefalokel pasien yang sudah ada sebelumnya.”
Laporan medis tersebut mencatat bahwa sudah umum untuk menyaring pasien untuk tes swab Covid-19 sebelum mereka mendapatkan operasi yang tidak terkait, dan juga bahwa tes Covid-19 dengan swab hidung semakin umum di Amerika Serikat.
“ Dengan meningkatnya jumlah prosedur pengambilan spesimen swab hidung dan tenggorokan untuk Covid-19 setiap harinya, sistem perawatan kesehatan harus diprioritaskan untuk diperhatikan bagi para dokter medis, sehingga masyarakat umum diimbau melakukan tes swab hidung dan tenggorokan secara aman,” bunyi laporan itu.
Dokter peneliti menyarankan bahwa metode pengujian alternatif selain swab hidung digunakan untuk pasien dengan riwayat masalah sinus atau cacat dasar tengkorak.
Advertisement
Jadi Pahlawan Lingkungan Bersama Trash Hero Indonesia
10 Brand Kosmetik Paling Ramah Muslim di Dunia, Wardah Nomor Satu
KAJI, Komunitas Bagi Para Alumni Mahasiswa Indonesia di Jepang
4 Komunitas Seru di Depok, Membaca Hingga Pelestarian Budaya Lokal
Universitas Udayana Buka Suara Terkait Dugaan Perundungan Timothy Anugerah
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics
Potret Luna Maya dan Cinta Laura Jadi Artis Bollywood, Hits Banget!
Cara Cek Penerima Bansos BLT Oktober-November 2025 Rp900 Ribu
Diterpa Isu Cerai, Ini Perjalanan Cinta Raisa dan Hamish Daud
AMSI Ungkap Ancaman Besar Artificial Intelligence Pada Eksistensi Media