Wakil Presiden Ke-10 Dan Ke-12 Jusuf Kalla Bersama Sekjen Liga Dunia Islami Muhammad Abdul Karim Al Issa (Instagram @jusufkalla)
Dream - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla, berkunjung ke Arab Saudi pada Sabtu malam. Di sana, Kalla bertemu dengan Sekretaris Jenderal Rabithah Alam Islamiyah (Liga Dunia Islam), Muhammad Abdul Karim Al Issa.
" Kunjungan ke Arab Saudi ini dalam rangka tindak lanjut pendirian Museum Internasional di Jakarta yang peletakan batu pertamanya telah dilaksanakan pada 26 Februari 2020," ujar Kalla, dikutip dari Merdeka.com.
Selain itu, Kalla dan Abdul Karim turut menyaksikan penandatanganan naskah kerja sama pembangunan Museum Sejarah Nabi Muhammad dan Peradaban Islam antara Ketua Yayasan Museum Sejarah Nabi Muhammad SAW Indonesia, Syafruddin Deputi Eksekutif Liga Dunia Islam, Abdul Rahman bin Muhammad Al Mathar.
Penandatanganan naskah kerja sama ini menandai dimulainya proses pembangunan. Ditargetkan Museum Sejarah Nabi Muhammad dan Peradaban Islam yang berlokasi di Jakarta Utara dapat dikunjungi masyarakat Indonesia dan Asia pada akhir 2021.
" Umat Islam di Indonesia sangat menantikan museum yang akan menyajikan sejarah Nabi Muhammad untuk meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah dan keimanannya kepada Allah SWT," kata Kalla.
Selain menampilkan sejumlah peninggalan Rasulullah dan peradaban Islam, museum tersebut juga akan memamerkan sejarah para pedagang di jazirah Arab membawa Islam ke Indonesia. Juga menampilkan sejarah kedatangan para ulama dari Tanah Arab untuk menyebarkan Islam sehingga 90 persen populasi Indonesia menjadi Muslim.
Kalla juga menjelaskan museum ini juga menarik minat umat Islam di negara lain. Nantinya, museum tersebut akan menjadi ikon baru bagi Jakarta.
Pembangunan Museum Sejarah Nabi Muhammad dan Peradaban Islam di Jakarta dimulai setelah pembangunan di Mekah dan Madinah. Peletakan batu pertama berlangsung pada 26 Februari 2020 di kawasan Ancol.
Dream - Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, berkunjung ke Vatikan untuk bertemu dengan Paus Fransiskus pada Jumat, 23 Oktober 2020. Pertemuan itu digelar sebagai sarana tukar gagasan mengenai toleransi, kemanusiaan, dan perdamaian dunia.
Kalla hadir dalam kapasitas sebagai anggota Dewan Juri Zayed Award for Human Fraternity. Bersama lima anggota Dewan Juri lain, Kalla disambut Paus Fransiskus di Perpustakaan Pribadi Paus di Tahta Suci Vatikan.
" Paus itu memberikan filosofi arti daripada human fraternity, kebersamaan manusia dan persaudaraan; karena ini sangat penting pada dewasa ini di mana dunia mengalami banyak krisis," ujar Kalla, dikutip dari Merdeka.com
Kalla mengatakan Paus berpesan mengenai pentingnya menjaga kerukunan antarumat manusia. " Karena tidak ada perdamaian tanpa hubungan antar-manusia yang baik," ucap Kalla.
Paus juga berpesan kepada para anggota Dewan Juri Zayed Award agar bersikap objektif dalam memberikan penilaian kepada para nominator penghargaan. Para peraih penghargaan akan diumumkan pada Februari 2021 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
" Dewan Juri tentu juga mendapatkan masukan dari Paus dan Paus memberikan langkah-langkah apa yang menjadi bagian untuk ini, karena ini untuk kemanusiaan," kata Kalla.
Zayed Award for Human Fraternity adalah penghargaan yang digagas pada 2019 sebagai pengakuan atas karya luar biasa setiap individu dan entitas dalam membuat terobosan dan mendorong kemajuan manusia.
Penghargaan ini juga untuk mengenang Presiden Pertama UEA dan Emir Abu Dhabi, Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan.
Tahun 2021 menjadi event pertama pemberian anugerah Zayed Award kepada para nominator yang dinyatakan layak. Baik dari kalangan pemerintah, perwakilan PBB, LSM internasional, Hakim Mahkamah Agung, serta akademisi.
Data nominator diserahkan paling akhir 1 Desember 2020 dan pengumuman dilaksanakan pada 4 Februari 2021. Nominator yang dinyatakan layak akan mendapatkan penghargaan dan uang senilai US$1 juta, setara Rp14,6 miliar.
Selain Kalla, anggota Dewan Juri penghargaan tersebut adalah mantan Presiden Republik Afrika Tengah Catherine Samba-Panza, Gubernur Jenderal ke-27 Kanada Michaelle Jean, Kardinal Dominique Mamberti dan mantan penasihat khusus PBB untuk Pencegahan Genosida Adama Dieng.