931 Juta Ton Makanan Berakhir di Tempat Sampah dalam Setahun, Terbuang Sia-Sia!

Reporter : Ahmad Baiquni
Senin, 8 Maret 2021 10:00
931 Juta Ton Makanan Berakhir di Tempat Sampah dalam Setahun, Terbuang Sia-Sia!
Sampah dari makanan tak dikonsumsi berdampak pada peningkatan gas emisi rumah kaca global.

Dream - Jumlah makanan yang ada di dunia ternyata lebih banyak berakhir dengan membusuk di tempat sampah. Banyak makanan terbuang sia-sia dan akhirnya justru mencemari lingkungan.

Program Lingkungan PBB (UNEP) bersama organisasi mitra, WRAP, merilis Food Waste Index Report 2021. Laporan itu memuat sejumlah temuan terkait lingkungan.

Dalam laporan itu disebutkan sebanyak 931 juta ton makanan terbuang sia-sia sepanjang 2019. Jumlah ini hampir seperlima dari total produksi makanan di dunia.

Artinya, sebanyak 61 persen makanan rumahan tidak dikonsumsi hingga habis. Jumlah ini tidak termasuk bahan makanan yang terbuang akibat proses produksi atau tersimpang di gudang tanpa pernah sampai ke konsumen.

" Kalau kita mau serius menangani perubahan iklim, alam, mengurangi polusi dan sampah, pemerintah, pengusaha, dan warga dunia harus mengambil peran untuk mengurangi sampah makanan," ujar Direktur Eksekutif UNEP, Inger Andersen, dikutip dari UN News.

 

 

1 dari 1 halaman

Meskipun sampah makanan menjadi masalah di hampir kebanyakan negara kaya, laporan ini mendapati fakta serupa terjadi di seluruh negara. Terlebih pada negara-negara miskin.

Studi tersebut menunjukkan rumah tangga menghasilkan limbah makanan hingga 11 persen. Sementara pada layanan makanan dan toko retail menyumbang 5,2 persen sampah.

Ini membawa dampak substansial bagi lingkungan, sosial maupun ekonomi. Sekitar 8-10 persen gas emisi rumah kaca global dihasilkan dari makanan yang tidak terkonsumsi.

" Mengolah kembali sampah makanan akan memangkan emisi gas rumah kaca, memperlambat kerusakan alam di samping karena alih fungsi lahan dan polusi, meningkatkan ketersediaan makanan dan dengan demikian mengurangi kelaparan sekaligus menghemat uang pada saat resesi global," kata Andersen.

Beri Komentar