Pencarian Pesawat Sriwijaya Air SJ 182 (Foto: Merdeka.com)
Dream - Penduduk Pulau Lancang mengaku mendengar suara menggelegar saat pesawat Sriwijaya Air SJ182 jatuh di Kepulauan Seribu, Sabtu 9 Januari lalu. Mereka menyebut suaranya seperti petir, bahkan menggetarkan rumah penduduk di Pulau Lancang.
Penduduk Pulau Lancang mengaku sangat kaget dengan peristiwa yang terjadi sekitar pukul 14.40 WIB tersebut. Apalagi, suara menggelegar itu terdengar saat hujan sangat lebat. Kaca di jendela mereka bergetar.
" Hari itu hujan campur angin kencang, tiba-tiba ada suara 'duar' terdengar keras sekali sampai rumah (kaca rumah) bergetar," kata Junaenah, 40 tahun, warga Pulau Lancang, Minggu 10 Januari 2021, petang.
Menurut Junaenah, kala itu situasi tidak ada yang berbeda. Ada masyarakat yang melaut, mencari rajungan (sejenis kepiting), dengan kebanyakan masyarakat berada di dalam rumahnya berlindung dari hujan.
" Pas dengar saya kaget: Ya Allah, suara apa itu, karena besar sekali seperti bom. Tetapi saya dan anak-anak tidak keluar karena saya kira hanya petir di tengah hujan," kata Junaenah yang jarak rumahnya dari bibir pantai hanya sekitar 200 meter tersebut.
Akhirnya kabar sebenarnya datang dan tersiar sekitar pukul 16.00 WIB di pulau yang masyarakatnya sebagian besar adalah keluarga nelayan itu.
Tak lama setelahnya, Kementerian Perhubungan memberikan kabar bahwa satu pesawat maskapai Sriwijaya Air hilang kontak di sekitar perairan Kepulauan Seribu. Kabar itu juga diperkuat oleh warga lainnya kembali dari melaut.
Dari kabar yang dibawa nelayan yang melaut, warga Pulau Lancang mengetahui ledakan tersebut adalah berasal dari sebuah pesawat yang mengalami kejadian nahas jatuh di antara tempat mereka dengan Pulau Laki yang tak berpenghuni.
" Nelayan yang baru pulang mengabari bahwa di sana (perairan Pulau Lancang-Pulau Laki) ada pesawat yang jatuh. Saya langsung ingat oh mungkin itu yang siang tadi (saat hujan) saya kira petir sangat besar," ucap Marsu, Ketua RT 001/RW 001 Pulau Lancang.
Marsu menyebutkan, seketika mendapatkan kabar tersebut, banyak warga Pulau Lancang yang dikerahkan untuk melakukan pencarian dan evakuasi di lokasi jatuhnya pesawat yang akhirnya diketahui merupakan milik Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak dengan nomor register PK-CLC.
" Akhirnya pihak berwenang di sini berinisiatif untuk mengumpulkan warga dan melakukan pencarian sebisanya sampai dihentikan sekitar pukul 21.00 WIB," ucap Marsu.
Hendrik Mulyadi seorang nelayan rajungan di sekitar perairan Pulau Lancang-Pulau Laki, Kepulauan Seribu, yang menjadi saksi kunci kejadian nahas pada Sabtu 9 Januari 2021 siang tersebut.
Hendrik menceritakan dirinya saat kejadian nahas tersebut, berada di lokasi yang diduga kuat menjadi lokasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 itu bersama dua rekannya yang merupakan ABK di kapal pencari rajungannya.
" Saat itu hujan cukup besar (kemungkinan berkabut), dan kami bertiga di tengah laut sedang konsentrasi mengambil bubu (alat penangkap rajungan), tiba-tiba ada seperti kilat ke arah air disusul dentuman keras, puing berterbangan sama air (ombaknya) tinggi sekali, untung kapal saya enggak apa-apa," kata pria 30 tahun itu.
Setelah rangkaian kejadian yang berlangsung di bawah dua menit tersebut, Hendrik dan dua rekannya tidak bisa melakukan apa-apa selain bertanya-tanya ada apa gerangan yang terjadi dan sempat mengira itu adalah bom yang jatuh dan meledak.
Namun anehnya, Hendrik mengaku sesaat sebelum kejadian tidak terdengar suara mesin pesawat sebelum dentuman keras. Serta tidak terlihat kobaran api membubung sesaat setelah dentuman keras.
" Suara mesin enggak ada. Terus saat kejadian enggak kelihatan ada api, hanya asap putih, puing-puing yang berterbangan, air yang berombak besar, dan ada aroma seperti bahan bakar," katanya.
Meski tidak mengalami cedera dan kapalnya tidak mengalami kerusakan, Hendrik mengaku masih terguncang, hingga tidak enak makan dan tidur sampai tak sanggup bekerja mencari rajungan seperti sedia kala.
Meski secara resmi sudah diumumkan bahwa kejadian ini merupakan kecelakaan jatuhnya pesawat Sriwijaya Air tersebut, alangkah baiknya semua pihak bisa melakukan berbagai upaya yang berempati pada semua pihak baik itu keluarga korban, relawan, hingga saksi-saksi kejadian, setidaknya tidak menyebarkan kabar-kabar yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Karena, perlu diingat musibah serta bencana bisa menimpa siapa saja dan dalam keadaan apa saja, semua bisa menjadi korban.
Sumber: merdeka.com
Advertisement
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Trik Wajah Glowing dengan Bahan yang Ada di Dapur