Adar Poonawalli, CEO SII Yang Sempat Digadang Sebagai Kunci Berakhirnya Pandemi (indiatimes.com)
Dream - Ketika pandemi Covid-19 mendatangkan malapetaka di seluruh dunia, putra seorang miliarder India punya rencana besar. Dia yakin rencana tersebut akan menjadi kunci berakhirnya pandemi.
CEO Serum Institute of India (SII), Adar Poonawalla, pembuat vaksin terbesar di dunia menginvestasi ratusan juta dolar ke fasilitas manufakturnya di India. Dia berkomitmen membuat jutaan dosis vaksin virus corona yang saat itu belum terbukti.
Saat itu, Universitas Oxford dan AstraZeneca sedang menguji klinis vaksin buatan mereka dan belum ada data pasti mengenai kemanjurannya. Tapi Adar terlalu percaya diri dan menginvestasikan uangnya untuk produksi vaksin tersebut di India.
" Itu adalah risiko yang diperhitungkan. Tapi saya tidak melihat pilihan pada saat itu, jujur saja. Saya hanya merasa menyesal tidak melakukan satu atau lain cara," ujar Adar.
Untuk membuat rencananya berhasil, Adar pertama-tama harus mengumpulkan hampir US$1 miliar, setara (Rp14,2 triliun). Juga mempertaruhkan kehidupan ratusan juta orang yang " rentan" karena SII telah berjanji memberikan bantuan kepada negara-negara kurang mampu.
Jika pertaruhan terbayar, Adar akan menyelamatkan nyawa yang tak terhitung jumlahnya dan dipuji sebagai pahlawan. Keluarganya yang sangat kaya juga akan tumbuh lebih kaya lagi dengan mengambil untung dari kesepakatan yang signifikan.
Saat Adar sudah mendapat uang dan kepercayaan, segala sesuatunya tampak berjalan sesuai rencana. Vaksin AstraZeneca menerima persetujuan dari regulator Inggris pada Desember 2020 dan Adar menjadi produsen utama di India.
Tak lama kemudian, tampak jelas betapa buruknya keadaan. Adar telah salah melakukan perhitungan tantangan yang datang dengan mendistribusikan jutaan vaksin.
Kemampuan perusahaannya, bahkan rekan di India sendiri meragukannya ketika gelombang virus corona melanda India. Dia juga gagal memenuhi komitmennya untuk mengirim vaksin ke negara lain.
Konsekuensinya telah merusak reputasinya dan menjelaskan bahaya ketergantungan yang begitu besar hanya pada satu produsen.
Sangat mudah untuk melihat mengapa beberapa nama besar dalam kesehatan masyarakat memilih untuk mengandalkan Adar. Perusahaan yang didirikan oleh ayah Adar 55 tahun lalu, Cyrus, memproduksi 1,5 miliar dosis vaksin setiap tahun untuk campak, rubella, tetanus, dan banyak penyakit lainnya yang didistribusikan ke negara-negara berpenghasilan rendah termasuk India.
Adar memperkirakan lebih dari 50 persen bayi di dunia bergantung pada vaksin yang dibuat di SII. Keluarga Adar memetakan jalan yang tidak biasa untuk menjadi salah satu pembuat vaksin terkemuka di dunia.
Mereka telah mengembangbiakkan kuda ras murni sejak tahun 1940-an, melakukan peluang ke bidang farmasi, keuangan, dan real estate selama setengah abad terakhir.
Cyrus Poonawalla sekarang adalah orang terkaya ke tujuh di India dengan kekayaan lebih dari US$16 miliar atau Rp228 triliun, menurut Bloomberg Billionaire Index. Putranya, Adar, mengambil alih perusahaan pada 2011 dan berfokus pada ekspansi di pasar internasional.
Untuk mempersiapkan produksi vaksin AstraZeneca, Adar mengatakan dia menghabiskan US$800 juta atau Rp11 triliun untuk membeli bahan kimia, botol kaca dan bahan mentah lainnya, serta meningkatkan kapasitas produksi di pabriknya di kota Pune, India Barat.
Lebih dari US$250 juta atau Rp3 triliun berasal dari dana perusahaan sendiri. US$300 juta lainnya datang dari Bill and Melinda Gates Foundation, yang bekerja sama dengan SII untuk memberikan dosis diskon atau gratis kepada negara-negara berpenghasilan rendah. Sisanya dibayar oleh negara lain begitu SII mulai menerima pesanan vaksin.
Secara total, SII setuju untuk membuat hingga 200 juta dosis vaksin untuk 92 negara, sebagai bagian dari kesepakatannya dengan Gates Foundation dan Gavi, aliansi vaksin.
Semua itu terjadi, sebelum regulator menandatangani vaksin AstraZeneca. Jika uji coba untuk vaksin itu tidak berhasil, SII hanya akan membuat dan membuangnya.
Lulusan studi bisnis dari Universitas Westminster London ini mengatakan SII mampu membuat keputusan itu lebih cepat daripada banyak perusahaan lain. Salah satu faktornya, ini adalah bisnis keluarga.
" Fleksibilitas untuk dapat memutuskan sangat cepat benar-benar merupakan pengubah permainan utama yang memungkinkan kami untuk dapat melakukan ini," kata Adar.
Setelah regulator Inggris menyetujui vaksin, Adar mulai memasok dosis ke India dan negara lain. Tetapi rencana dia segera menjadi kacau ketika gelombang kedua Covid-19 melanda India pada musim semi.
Pada puncaknya negara itu melaporkan lebih dari 400 ribu kasus per hari. Meskipun para ahli mengatakan angka sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.
Pada saat itu, hanya 2 persen dari 1,3 miliar penduduk India yang telah di vaksin lengkap, dan pemerintah negara itu lambat dalam menempatkan pesanan untuk lebih banyak vaksin. Tanpa stok yang besar, negara bagian di India mulai kehabisan vaksin.
India kemudian memutuskan untuk menghentikan ekspor semua vaksin, dan mencegah SII untuk memenuhi komitmennya mengirimkan vaksin untuk negara lain.
" Saya selalu menjadi patriot untuk negara saya...dan jika negara saya membutuhkan fasilitas saya terlebih dahulu, saya harus melakukan apa yang mereka katakan," kata Adar.
Ketidakmampuan untuk mengekspor vaksin kemudian merugikan beberapa negara termiskin di dunia. Direktur badan pengendalian penyakit Afrika, misalnya, memperingatkan penangguhan ekspor India bisa menjadi " bencana" bagi benua itu.
Orang-orang di beberapa negara, dari Nepal hingga Kenya, jadi terlantar setelah menerima dosis pertama Covishield, vaksin yang diproduksi India.
Ketika ditanya mengapa aliansi vaksin global memilih untuk sangat bergantung pada satu produsen, juru bicara Gavi mengatakan memiliki beberapa pilihan.
" Sangat sedikit vaksin yang disetujui dan tersedia untuk disebarkan (pada awal 2021),” kata juru bicara itu, seraya menambahkan bahwa sangat alamiah jika SII dikontrak untuk dosis awal mengingat ukurannya.
Namun pakar kesehatan masyarakat Jeffrey Lazarus mengatakan ada kekurangan dalam rencana tersebut.
" Mengandalkan satu produsen adalah kesalahan," kata Lazarus, yang mengepalai kelompok riset sistem kesehatan di Institut Kesehatan Global Barcelona.
Sementara Adar tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas beberapa masalah yang menyebabkan penundaan peluncuran vaksin. Mereka menunjukkan Adar belum memberikan jumlah suntikan yang di janjikan pada awalnya, dan mengklaim belum transparan tentang bagaimana ia menggunakan semua uang yang dikumpulkan untuk vaksin.
" Tidak banyak pertanggungjawaban ke mana uang yang dia kumpulkan pergi," Malini Aisola, co-convenor dari pengawas sektor kesehatan All India Drug Action Network.
Pada Juni tahun lalu, SII berjanji membuat satu miliar dosis vaksin AstraZeneca untuk negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, dengan 400 juta dosis siap pada akhir 2020.
Tetapi pada Januari 2021, perusahaan memiliki persediaan hanya 70 juta dosis. Berbeda mengingat jumlah modal yang dia kumpulkan tahun lalu.
Liputan media global juga berubah menjadi tidak menguntungkan, dengan berita utama yang menghubungkan kekurangan vaksin global dengan masalah SII, termasuk larangan ekspor India dan kebakaran di fasilitas perusahaan Pune.
Pada saat itu, Adar mengatakan kondisi tersebut tidak berpengaruh pada produksi Covishield. Tapi dia salah dan mengatakan bahwa insiden itu telah memainkan peran utama dalam menghambat manufaktur.
" AstraZeneca telah berjanji tidak akan mengambil untung dari negara berpenghasilan rendah dan menengah selama pandemi, tetapi itu tampaknya tidak berlaku untuk SII," kata Aisola.
Menurut AstraZeneca, perusahaan pembuat obat yang memiliki perjanjian sublisensi, termasuk SII, menentukan harga mereka sendiri. SII menolak berkomentar tentang berapa banyak yang telah diuntungkan dari upaya vaksin sejauh ini,
Tetapi Adar mengatakan itu adalah " cara yang sangat tidak masuk akal dan naif dalam memandang dunia" bagi orang-orang untuk mengharapkan perusahaan tidak mendapat untung dari vaksin.
Sementara Poonawalla belum mencapai tujuannya yang mulia, ada kemungkinan dia dan SII dapat kembali ke jalurnya, yang sangat penting untuk mengakhiri ketidaksetaraan vaksin di seluruh dunia. India telah memutuskan untuk mulai mengekspor vaksin sekali lagi karena tingkat inokulasinya sendiri meningkat.
Negara tersebut telah memberikan satu miliar dosis pada Oktober, sekitar 90% di antaranya berasal dari SII. SII juga mengatakan mereka telah meningkatkan produksinya menjadi 220 juta dosis per bulan pada Oktober, dikutip dari CNN.
Laporan: Syifa Putri Naomi.
Advertisement
Halte TJ Senen Sentral yang Terbakar, Berubah Jadi Halte Jaga Jakarta
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Halte TJ Senen Sentral yang Terbakar, Berubah Jadi Halte Jaga Jakarta