Konferensi Pers Perkembangan Evakuasi Lion Air JT610 (Dream.co.id/M Ilman Nafi'an)
Dream - Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono, mengatakan salah satu bagian dari blackbox Lion Air JT610, yaitu Flight Data Recorder (FDR) telah ditemukan. Alat ini merekam data statistik penerbangan.
Soerjanto mengatakan data tersebut berhasil diunduh oleh investigator KNKT. Data itu kemudian digunakan untuk menganalisis penyebab jatuhnya JT610.
" Saat ini KNKT sudah menganalisis data dari FDR," ujar Soerjanto, dalam konferensi pers bersama di Jakarta, 5 November 2018.
Soerjanto mengatakan pihaknya mendapat tawaran bantuan penganalisisan dari sejumlah negara seperti Australia, Singapura, dan Arab Saudi. Masing-masing negara mengirimkan investigatornya untuk terlibat dalam analisis.
" Singapura mengirimkan spesialis blackbox dan mereka membawa golden case untuk pengunduhan, juga dari Australia membawa golden case, namun kita sudah berhasil mengunduh data FDR," kata dia.
Menurut Soerjanto mengatakan data yang disampaikan KNKT sama dengan data Basarnas, terutama terkait koordinat. Tetapi, kata dia, sumbernya berbeda.
" Data ini berdasarkan FDR, sementara data Basarnas dari radar, tapi hasilnya sama," ucap dia.
Meski demikian, Tjahjono proses investigasi masih terus dijalankan sampai ditemukannya Voice Cockpit Recorder (VCR). Menurut dia, keberadaan alat ini sangat penting untuk mendapatkan hasil yang menyeluruh terkait penyebab jatuhnya pesawat.
" Alat ini merekam percakapan di cockpit pesawat," terang dia.
Lebih lanjut, Soerjanto menjelaskan pihaknya juga bakal meneruskan pencarian hingga VCR ditemukan. Bahkan ketika Basarnas telah menyatakan operasi evakuasi telah selesai.
" Nanti ketika operasi Basarnas sudah dinyatakan selesai, KNKT akan terus mencari VCR karena data VCR sangat penting. Kita akan berusaha sekuat tenaga untuk menemukan salah satu bagian dari blackbox tersebut," kata dia.
Dream - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) membeberkan laporan sementara hasil penyelidikan penyebab kecelakaan pesawat Lion Air JT610.
Hasil penyelidikan sementara menunjukkan pesawat yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Jawa Barat, pada Senin 29 Oktober 2018 itu tidak pecah di udara.
“ Pesawat mengalami pecah ketika bersentuhan dengan air dan pesawat tidak pecah di udara,” kata Kepala KNKT, Soerjanto Tjahjono dalam keterangan pers di Hotel Ibis, Jakarta Timur, Senin 5 November 2018.
Menurut Soerjanto, apabila pesawat pecah saat masih berada di udara, maka serpihannya akan lebar. Namun tidak pada serpihan-serpihan pesawat JT610 tersebut.
“ Pesawat saat menyentuh air dalam keadaan utuh,” tegas dia.
Soerjanto menambahkan, mesin pesawat juga masih hidup saat masuk ke dalam air. Kesimpulan ini diambil dengan melihat salah satu kondisi mesin yang ditemukan dengan turbin berantakan.
“ Hal ini ditandai dengan hilangnya semua sudut turbin maupun kompresor, menandakan mesin dalam kondisi hidup dengan putaran cukup tinggi,” tutur dia.
Menurut dia, mesin pesawat PK-LQP yang terbang dari Bandara Soekarno Hatta ke Pangkalpinang itu tidak mengalami masalah.
“ Kami belum identifikasi, tapi dari temuan bagian-bagian mesin, kedua mesin dalam kondisi hidup dan dengan rpm yang cukup tinggi,” jelas dia.
“ Ini kita katakan bahwa ini seperti bonggolnya jagung, kalau kipasnya seperti jagung. Kalau seperti ini, mesin berputar cukup tinggi,” tambah Soerjono.
Konferensi pers ini dihadiri Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, pendiri Lion Group Rusdi Kirana, Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI FH Bambang Soelistyo, dan Direksi Lion Air. (ism)
Dream - Pesawat Lion Air PK-LQP sempat memberikan sinyal bahaya beberapa menit setelah lepas landas dari Bandara Ngurah Rai, Bali, pada Minggu 28 Oktober 2018. Sinyal itu merupakan tanda terjadinya masalah teknis pada pesawat.
Tapi beberapa saat kemudian, peringatan itu dicabut dan pesawat tetap terbang ke Jakarta, tidak jadi mendarat kembali ke bandara Bali. Sehingga, otoritas bandara tak mengambil tindakan karena pesawat yang keesokan harinya jatuh di perairan Karawang itu bisa terbang dengan normal.
“ Kapten pilot sendiri cukup percaya diri untuk terbang ke Jakarta dari Denpasar,” kata Kepala otoritas bandara untuk wilayah Bali-Nusa Tenggara, Herson, dikutip dari laman The Eangle, Jumat 2 November 2018.
Pilot pesawat lain yang hendak mendarat di bandara Bali sesaat setelah penerbangan Lion Air PK-LQP mengaku diperintahkan berputar-putar di atas bandara.
Mereka diminta mendengar percakapan radio antara pilot Lion Air PK-LQP dengan menara kontrol lalulintas udara.
“ Karena panggilan 'Pan-Pan', kami diberitahu untuk menunda pendaratan, mengitari bandara di udara sebelum mendarat,” ujar pilot yang enggan disebut identitasnya itu.