Lukisan Gua Yang Ditemukan Di Sulawesi (Foto: Independent.co.uk)
Dream - Tim peneliti Grifftith University, Australia, menemukan lukisan tertua di dunia. Diperkirakan usianya mencapai 44 ribu tahun lebih.
Gambar berwarna merah itu ditemukan pada dinding gua di Sulawesi. Bentuknya menyerupai sekelompok manusia yang sedang berburu hewan liar.
Dikutip dari Independent, temuan ini dimuat dalam jurnal Nature. Artikel tersebut menunjukkan gambaran tim peneliti Australia mengungkap lukisan gua yang disebut Leang Bulu 'Sipong 4 di selatan pulau Sulawesi.
Jika interpretasi peneliti tentang gambar tersebut benar, maka ini adalah lukisan tertua yang menunjukkan semacam narasi.
Lukisan tertua sebelumnya ditemukan di sebuah batu di Afrika Selatan tahun lalu. Diperkirakan usianya mencapai 73 ribu tahun.
Penulis artikel temuan ini meyakini gambar di Indonesia menunjukkan sekelompok figur manusia supernatural berburu kerbau lokal dan babi liar menggunakan tombak atau tali. Ciri ini terlihat dari mahkota berupa kepala burung.
" Saya belum pernah menjumpai yang seperti ini sebelumnya," ujar arkeolog Griffith University, Adam Brumm, yang terlibat dalam penelitian.
" Maksud saya, kami sudah melihat ratusan situs seni batu di kawasan ini, tapi kami belum pernah menemukan adegan berburu," kata dia melanjutkan.
Brumm mengatakan dia sampai berteriak kegirangan ketika pertama kali ditunjukkan foto-foto buram lukisan dinding tersebut oleh koleganya.
Sebenarnya, gua-gua tempat ditemukannya lukisan ini sudah dikaji selama puluhan tahun. Tapi lukisan ini ternyata luput dari pengamatan.
Sebabnya, lukisan tersebut berada di tempat yang tinggi. Gambar itu baru ditemukan setelah seorang arkeolog memanjat pohon ara.
" Jika tanggal dalam artikel tersebut benar, lukisan ini akan jadi gambar kiasan paling awal yang dikenal di mana saja, dan temuan ini sangat penting," kata arkeolog University Tubingen, Jerma, Nicholas Conard, memberikan komentar. (mut)
Dream - Kera dan manusia kerap disejajarkan dalam garis evolusi Darwinian. Tetapi, ada banyak pertanyaan yang muncul mengenai ketidaksamaan manusia dengan kera.
Seperti kita ketahui, kera memiliki bulu yang memenuhi sekujur tubuh hingga tangannya.
Meski masih menjadi perdebatan dan kajian para peneliti biologi, ada banyak hipotesis yang berusaha menjelaskan alasan-alasan di balik fenomena tersebut.
Dalam sebuah studi baru, para peneliti menemukan adanya protein dalam jumlah tertentu untuk menentukan pertumbuhan bulu pada kulit plantar atau telapak kaki.
Protein yang menentukan ada atau tidaknya bulu di telapak kaki ini disebut dengan Dickkopf 2 atau Dkk2. Menurut para peneliti, kelinci dan beruang memiliki bulu yang lebat di plantar mereka karena memiliki Dkk2 dalam jumlah sedikit.
Sebaliknya, tikus hampir tidak memiliki bulu atau rambut pada telapak kakinya karena mengandung Dkk2 dalam jumlah besar.
Peneliti dari University of Pennsylvania menduga Dkk2 mungkin telah memblokir jalur tertentu yang bertanggung jawab menumbuhkan bulu, atau disebut dengan WNT.
Untuk membuktikannya, para peneliti merekayasa tikus agar tidak menghasilkan Dkk2. Tikus itu tetap mengembangkan bulu pada kulit telapak kakinya.
Tetapi bulu yang tumbuh tersebut lebih tipis, lebih pendek, dan lebih tersebar secara acak daripada bulu-bulu hewan lainnya.
Dari percobaan tersebut jelas terlihat peran penting protein di dalam plantar. Meski demikian, bukti ini masih perlu diteliti secara lebih mendalam di masa depan.
" Dkk2 cukup untuk mencegah bulu untuk tumbuh, tetapi tidak menyingkirkan mekanisme kontrol di dalamnya. Masih banyak yang harus diteliti," kata Profesor Sarah Millar, Ahli Dermatologi dari Perelman School of Medicine di University of Pennsylvania.
" Kita memiliki rambut yang panjang di kulit kepala, tapi pendek di area tubuh lainnya. Kita juga tidak berbulu di telapak tangan dan bagian bawah pergelangan tangan serta telapak kaki kita. Tidak ada yang tahu bagaimana bisa terjadi perbedaan ini," kata Millar.
Meskipun tidak memberikan gambaran lengkap, tapi penelitian ini mengungkapkan petunjuk menarik tentang misteri rambut dan kebotakan.
Para peneliti berpikir bahwa jalur WTN merupakan kunci untuk menjelaskan fenomena kebotakan. Langkah selanjutnya yaitu menyelidiki protein lain yang mungkin menghambat jalur ini. (Ism)
Advertisement
Habib Husein Jafar Bagikan Momen Saat Jenguk Onad di Panti Rehabilitasi

Perdana, Kate Middleton Kenakan Tiara Bersejarah Berhias 2.600 Berlian

Update Korban Banjir Sumatera: 846 Meninggal Dunia, 547 Orang Hilang

Anggota DPR Minta Menteri Kehutanan Raja Juli Mundur!

Salut! Praz Teguh Tembus Aras Napal, Daerah di Sumut yang Terisolir karena Banjir Bandang


PLN Percepat Pemulihan Jaringan Listrik di 3 Wilayah Bencana
Tampil Cantik di Dream Day Ramadan Fest Bersama Beauty Class VIVA Cosmetics

Potret Persaingan Panas di The Nationals Campus League Futsal 2025

PNS Dihukum Penjara 5 Tahun Setelah Makan Gaji Buta 10 Tahun

Ada Kuota 5 Persen Jemaah Haji Lansia di Setiap Provinsi, Ini Ketentuannya

Habib Husein Jafar Bagikan Momen Saat Jenguk Onad di Panti Rehabilitasi

Perdana, Kate Middleton Kenakan Tiara Bersejarah Berhias 2.600 Berlian

Update Korban Banjir Sumatera: 846 Meninggal Dunia, 547 Orang Hilang