Menengok Kembali Pangan Nusantara dari Talkshow Literasi Pangan Lokal

Reporter : Hevy Zil Umami
Jumat, 19 Desember 2025 21:39
Menengok Kembali Pangan Nusantara dari Talkshow Literasi Pangan Lokal
Di tengah derasnya arus makanan instan dan bahan pangan impor, kedekatan masyarakat Indonesia dengan pangan lokal perlahan mulai memudar.

DREAM.CO.ID - Padahal, Nusantara dikenal sebagai salah satu wilayah dengan keberagaman pangan alami terbesar di dunia, yang tidak hanya kaya nutrisi, tetapi juga sarat nilai budaya dan pengetahuan tradisional.

Berangkat dari kegelisahan tersebut, Kompasiana menginisiasi talkshow bertajuk “ Melacak Jejak Pangan Nusantara”, yang digelar pada Kamis, 18 Desember 2025, di Studio 2 KOMPAS TV, Menara KOMPAS, Jakarta. Talkshow ini menjadi ruang dialog terbuka untuk mengajak publik kembali mengenal, memahami, dan menghargai kekayaan pangan lokal yang tersebar di berbagai daerah Indonesia.

Perubahan gaya hidup modern dan pola konsumsi yang semakin praktis dinilai turut berkontribusi terhadap tersisihnya pangan lokal dari meja makan sehari-hari. Dampaknya bukan hanya pada berkurangnya variasi konsumsi, tetapi juga melemahnya pola makan berimbang serta hilangnya pengetahuan lintas generasi tentang cara mengolah dan memaknai pangan secara berkelanjutan.

Dalam konteks ini, istilah “ melacak” dimaknai sebagai upaya menelusuri kembali jejak pangan Nusantara—baik dari sisi sejarah, budaya, hingga potensi nutrisinya—agar masyarakat menyadari bahwa sumber pangan bernilai tinggi sejatinya berada sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Pangan Lokal sebagai Identitas Budaya

Talkshow ini menghadirkan sejumlah akademisi dan peneliti dari berbagai disiplin ilmu yang membedah pangan lokal dari sudut pandang budaya, ilmiah, dan masa depan.

Repa Kustipia, Research Director Center for Study Indonesian Food Anthropology (CS-IFA), menekankan bahwa pangan lokal tidak bisa dilepaskan dari sejarah panjang peradaban Nusantara.
“ Pangan lokal merupakan hasil dari trajektori sejarah panjang, mulai dari fase pemburu-peramu, pertanian awal, sistem agraris kerajaan, hingga masuknya sistem pangan kolonial dan industri modern. Setiap fase tersebut membentuk cara masyarakat Nusantara mengenal, mengolah, dan memaknai makanan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari,” ujarnya.

Menurutnya, pangan bukan sekadar kebutuhan biologis, melainkan bagian dari identitas budaya yang membentuk relasi manusia dengan alam dan lingkungannya.

Peran Riset dalam Mengangkat Pangan Nusantara

Dari sisi pengembangan berbasis sains, Dr. Dra. Dwinita Wikan Utami, M.Si., Kepala Riset Hortikultura dan Perkebunan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyoroti pentingnya sinergi lintas pihak agar pangan lokal dapat berkembang secara berkelanjutan.

“ Pengembangan pangan lokal hanya dapat berjalan optimal jika peneliti, pemerintah daerah, dan masyarakat bekerja bersama, sehingga temuan riset dapat diterjemahkan menjadi praktik yang bermanfaat dan memperkuat posisi pangan lokal,” kata Dwinita.

Pendekatan ilmiah dinilai krusial untuk memastikan pangan lokal tidak hanya lestari, tetapi juga mampu bersaing dan relevan dengan kebutuhan masyarakat modern.

Menatap Masa Depan Pangan

Diskusi juga menyoroti alternatif sumber pangan masa depan. Akademisi dan pakar entomologi Dr. Ir. Dadan Hindayana mengungkapkan potensi serangga sebagai sumber protein berkelanjutan.
“ Serangga unggul dari sisi kandungan protein dan efisiensi produksi dibandingkan ternak konvensional, sehingga membuka peluang besar sebagai sumber protein masa depan,” katanya.
“ Serangga adalah masa depan pangan kita. Bukan tidak mungkin serangga sumber protein masa depan,” imbuhnya.

Topik ini membuka perspektif baru bahwa keberagaman pangan Nusantara tidak hanya berhenti pada bahan pangan konvensional, tetapi juga mencakup sumber-sumber alternatif yang ramah lingkungan.

Membangun Kesadaran dan Literasi Pangan

Melalui format presentasi dan dialog interaktif, talkshow “ Melacak Jejak Pangan Nusantara” membahas pangan lokal dari berbagai sisi—mulai dari nilai sosial-budaya, kajian ilmiah, hingga peluang kreatif dalam mengolah bahan pangan tanpa kehilangan identitas aslinya.

Kegiatan ini bertujuan meningkatkan literasi masyarakat tentang kekayaan pangan lokal Indonesia, menjelaskan potensi nutrisinya dengan pendekatan yang mudah dipahami, serta mendorong kesadaran bahwa pangan lokal dapat menjadi pilihan yang sehat, relevan, dan berkelanjutan.

Lebih jauh, Kompasiana berharap diskusi ini dapat memicu kolaborasi lintas sektor antara akademisi, komunitas, dan industri, sekaligus menumbuhkan gerakan literasi pangan berbasis masyarakat yang berkelanjutan di masa depan.

Beri Komentar