Pada tahun 1994, sekelompok pendaki menemukan sekelompok pohon yang aneh tumbuh di sebuah jurang di Taman Nasional Wollemi, sekitar 100 kilometer barat Sydney, Australia. Salah satu pendaki memberi tahu seorang naturalis layanan taman, yang kemudian menunjukkan spesimen daun kepada seorang ahli botani.
Disebut sebagai " fosil hidup" oleh beberapa orang, pinus Wollemi (Wollemia nobilis) hampir identik dengan sisa-sisa yang dilestarikan yang berasal dari periode Kretaseus (145 hingga 66 juta tahun yang lalu).
Saat ini, hanya ada 60 pohon dari spesies ini yang masih hidup di alam liar dan para penyintas yang gigih ini terancam oleh kebakaran hutan di wilayah tersebut.
Pada awalnya, diyakini bahwa pohon ini punah sekitar 2 juta tahun yang lalu.
Sekarang, ilmuwan dari Australia, Amerika Serikat, dan Italia telah mendekode genomnya, memberikan cahaya pada evolusi dan kebiasaan reproduksi uniknya, serta membantu upaya konservasi. Makalah ini diposting ke basis data pra-cetak bioRxiv pada 24 Agustus dan belum melalui tinjauan sejawat.
Ketika transposon melompat ke lokasi baru, mereka dapat mengubah urutan " huruf" dalam molekul DNA, sehingga menyebabkan atau membalik mutasi dalam gen.
Mereka dapat membawa DNA fungsional bersama mereka atau mengubah DNA di tempat penanaman, dan dengan demikian memiliki dampak substansial pada evolusi suatu organisme.
Jika transposon menyebabkan mutasi berbahaya, mereka mungkin berkontribusi terhadap penurunan populasi yang dipicu oleh perubahan iklim dan faktor lainnya, kata para peneliti.
Kondisi stres ini mungkin menyebabkan tanaman beralih ke reproduksi klonal.
Karena peningkatan transposon berkorelasi dengan reproduksi seksual, perubahan ke reproduksi aseksual mungkin telah mengurangi potensi terjadinya mutasi yang merusak.
Sumber: Live Science
Menganalisis genom juga telah mengungkapkan mengapa Pinus Wollemi tampak rentan terhadap penyakit, terutama Phytophthora cinnamomi, sejenis jamur air patogen yang menyebabkan penyakit kekeringan.
Gen-gen resistensi penyakit pohon tersebut ditindas oleh suatu jenis RNA sendiri yang terkait dengan perkembangan daun yang lebih lebar. Pohon ini tidak seperti kebanyakan konifer, memiliki daun yang lebar.
Spesies ini dianggap sangat terancam punah oleh IUCN.
Sumber: Live Science
Advertisement
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Trik Wajah Glowing dengan Bahan yang Ada di Dapur