Pendidikan Layak untuk Anak Miskin Ekstrem, Sekolah Rakyat Lebih Tepat di Bawah Kemendikdasmen

Reporter : Daniel Mikasa
Kamis, 17 April 2025 13:04
Pendidikan Layak untuk Anak Miskin Ekstrem, Sekolah Rakyat Lebih Tepat di Bawah Kemendikdasmen
Komisi X DPR juga menilai penting adanya sistem pengawasan, evaluasi, dan skema pembiayaan berkelanjutan agar program ini tidak berhenti di tengah jalan atau kehilangan esensinya.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, My Esti Wijayati, menyampaikan dukungannya terhadap program Sekolah Rakyat yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto. Menurutnya, program ini merupakan langkah positif dalam membuka akses pendidikan yang layak bagi generasi muda Indonesia, khususnya dalam mengatasi dua persoalan besar: kemiskinan ekstrem dan keterbatasan pendidikan.

Esti menegaskan bahwa kehadiran Sekolah Rakyat sangat krusial untuk mencegah anak-anak dari keluarga miskin atau wilayah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) agar tidak putus sekolah. Ia memandang inisiatif ini sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam mewujudkan pemerataan akses pendidikan bagi seluruh anak bangsa.

Terlebih, Sekolah Rakyat dirancang dengan sistem asrama dan mencakup jenjang pendidikan dari SD, SMP, hingga SMA. Esti melihat konsep ini sebagai solusi bagi anak-anak yang tinggal di wilayah dengan akses sekolah yang sulit, sekaligus berpotensi mendukung pengembangan karakter dan prestasi akademik mereka secara lebih efektif.

" Sekolah Rakyat bagus, sejauh untuk memberikan kesempatan belajar bagi masyarakat miskin ekstrem dengan fasilitas yang memadai,” kata My Esti Wijayati melalui rilis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Selasa (15/4).

“ Termasuk asrama agar anak di daerah yang aksesnya sulit bisa tinggal di asrama dengan segala pemenuhan kebutuhan sehari-harinya," lanjutnya.

Saat ini, pemerintah tengah menyiapkan tahapan rekrutmen guru dan calon peserta didik, serta menyusun kurikulum untuk Sekolah Rakyat yang direncanakan mulai berjalan pada tahun ajaran 2025/2026. Program ini menjadi bagian dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 yang fokus pada percepatan penanggulangan kemiskinan ekstrem.

Menurut Esti, sebenarnya konsep Sekolah Rakyat bukanlah hal baru. Sebelumnya, sudah ada model seperti sekolah darurat, sekolah alternatif, hingga program kejar paket. Namun, perbedaan Sekolah Rakyat kali ini terletak pada struktur yang lebih jelas, karena dibingkai dalam Inpres dan melibatkan guru formal dari lulusan Pendidikan Profesi Guru (PPG).

Meski demikian, Esti mengusulkan agar pengelolaan Sekolah Rakyat berada di bawah tanggung jawab Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), bukan Kementerian Sosial (Kemensos). Terlebih lagi, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, telah menyampaikan bahwa para guru akan direkrut dari lulusan PPG dengan kualifikasi tertentu.

" Sebaiknya langsung di bawah Kemendikdasmen yang memang sesuai dengan tupoksinya. Kemensos cukup menyampaikan data-data masyarakat miskin ekstrem yang harus diberikan akses," jelas Esti.

Di sisi lain, sebagai pimpinan di Komisi Pendidikan DPR, Esti mengapresiasi langkah merekrut guru dari lulusan PPG karena dinilai dapat menjamin mutu pengajaran yang lebih baik. Namun, ia juga mengingatkan pentingnya memperhatikan kesejahteraan dan jenjang karir para guru tersebut.

" Pengambilan dari lulusan PPG adalah langkah strategis, tetapi perlu dipastikan bahwa mereka tidak hanya kompeten secara akademik, melainkan juga memiliki kapasitas sosial dan kultural untuk mengajar di daerah dengan karakteristik kompleks. Bagaimana insentif dan jaminan kesejahteraan mereka?” papar Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Berdasarkan data Kemendikbudristek tahun 2023, tercatat masih ada lebih dari 80 ribu desa yang belum memiliki akses pendidikan dasar yang memadai. Tanpa dukungan anggaran dan kerja sama lintas sektor, pelaksanaan Sekolah Rakyat dikhawatirkan akan menghadapi hambatan besar di lapangan.

" Sekolah Rakyat tidak boleh menjadi tempat 'buangan' pendidikan, melainkan harus menjadi ruang inovasi, penguatan literasi, dan pemberdayaan komunitas," pesan Esti.

Komisi X DPR juga menilai penting adanya sistem pengawasan, evaluasi, dan skema pembiayaan berkelanjutan agar program ini tidak berhenti di tengah jalan atau kehilangan esensinya jika terjadi pergantian pemerintahan. Esti pun menyarankan agar Sekolah Rakyat dapat memanfaatkan gedung sekolah yang sudah ada namun belum maksimal digunakan.

" Banyak sekolah yang sudah ada, minim jumlah muridnya, juga di daerah-daerah kepulauan sebaiknya menggunakan lokasi tersebut agar bisa lebih efisien dalam pembiayaan," imbau Legislator dari Dapil Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu.


Beri Komentar