Wacana Penjurusan Kembali di SMA, DPR Minta Pemerintah Lakukan Kajian Mendalam

Reporter : Daniel Mikasa
Kamis, 17 April 2025 12:27
Wacana Penjurusan Kembali di SMA, DPR Minta Pemerintah Lakukan Kajian Mendalam
Perlu dipastikan kesiapan struktur pendidikan termasuk ketersediaan guru mata pelajaran spesifik, sarana penunjang, serta kesiapan sekolah-sekolah di daerah.

Rencana untuk mengembalikan sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) menuai perhatian serius dari DPR RI. Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfan, menegaskan bahwa usulan tersebut harus dikaji secara menyeluruh dan tidak tergesa-gesa dalam implementasinya.

“ Komisi X memandang agar Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah melakukan evaluasi berbasis data, serta menyampaikan kajian akademik dan empiris tentunya mengenai hal urgensi dan efektivitas penjurusan sejak Kelas 10. Salah satu perhatian utama adalah pada aspek perkembangan peserta didik,” ujarnya dalam keterangan video yang diterima Parlementaria, Selasa (15/4/2025).

Menurut Lalu, siswa kelas 10 SMA masih berada dalam fase eksplorasi, di mana mereka sedang mengenali minat dan bakat masing-masing. Jika penjurusan dilakukan terlalu dini, hal itu bisa menghambat proses pembelajaran yang holistik serta memaksakan pilihan yang belum tentu sejalan dengan potensi jangka panjang siswa.

Ia pun mengingatkan bahwa Kurikulum Merdeka yang telah diimplementasikan sejak beberapa tahun terakhir justru menghapus sistem penjurusan di SMA. Pada tahun ajaran 2022, sekitar 50% satuan pendidikan sudah mulai menerapkannya. Kini, pada tahun ajaran 2024, angka penerapan Kurikulum Merdeka telah mencapai 90-95% di semua jenjang, termasuk SD, SMP, SMA, dan SMK.

Namun, rencana pemberlakuan kembali sistem penjurusan dinilai bertentangan dengan arah kebijakan tersebut. Menurutnya, perubahan kebijakan yang terlalu cepat tanpa waktu transisi yang memadai dapat membingungkan sekolah dan melemahkan pelaksanaannya di lapangan.

”Oleh sebab itu, perlu dipastikan kesiapan struktur pendidikan termasuk ketersediaan guru mata pelajaran spesifik, sarana penunjang, serta kesiapan sekolah-sekolah di daerah apabila sistem penjurusan ini betul-betul ditetapkan menjadi sebuah kebijakan,” jelas politisi dari Fraksi PKB itu.

Selain kesiapan teknis, keterlibatan pemangku kepentingan—terutama guru, kepala sekolah, orang tua, dan siswa—juga dianggap sangat krusial. Pemerintah diminta membuka ruang dialog publik agar aspirasi dari berbagai daerah bisa terdengar dan kebijakan yang dibuat lebih mencerminkan kebutuhan nyata di lapangan.

“ Kami justru mengusulkan pendekatan bertahap dalam melaksanakan penjurusan, misalnya melalui masa orientasi, masa orientasi lintas bidang studi di semester awal sebelum penentuan penjurusan."

Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya menggunakan asesmen minat dan bakat siswa dalam proses penjurusan, bukan hanya berdasarkan nilai akademik semata.

“ Maka dengan demikian kebijakan pendidikan akan lebih inklusif, adaptif, dan berpihak pada masa depan generasi muda Indonesia,” tutupnya.

Beri Komentar