Bagaimana Dampak Ketegangan Amerika Serikat-Iran Terhadap Perekonomian Indonesia.
Dream - Belum lama ini, bendera merah berkibar di Iran menyusul tewasnya Jenderal Qassem Soleimani. Pengibaran bendera merah ini membuat ketegangan Amerika Serikat-Iran semakin memanas.
Dikutip dari Times of India, Senin 6 Januari 2020, bendara ini dikibarkan di atas atap masjid di Qom, Iran, pada Sabtu 4 Januari 2020 waktu setempat.
Bendera merah ini berarti panggilan untuk membalas kematian Soleimani yang meninggal dunia akibat serangan Amerika Serikat. Dalam tradisi Syiah, bendera merah melambangkan darah yang tumpah secara tak adil dan pembalasan atas yang terbunuh.
Lantas, bagaimana dampaknya terhadap perekonomian di Indonesia?
Dikutip dari Merdeka.com, Senin 6 Januari 2020, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, mengatakan, khawatir ketegangan ini akan berdampak kepada negara berkembang, termasuk Indonesia. Konflik ini tak hanya menimbulkan jangka pendek, tetapi juga jangka panjang.
Pertama, harga minyak dunia akan tinggi. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Yusuf Rendy, mengatakan dampak jangka pendek yang terasa adalah harga minyak dunia akan meningkat jika hubungan Amerika Serikat-Iran makin panas. Untuk jangka panjang, situasi ini akan menambah ketidakpastian global.
“ Potensi peningkatan harga minyak merupakan dampak jangka pendek yang bisa dirasakan Indonesia,” kata dia.
Apalagi, kata Yusuf, Indonesia merupakan negara pengimpor minyak dan berpotensi meningkatkan nilai impor minyak. Ini akan menjadi tantangan bagi pemerintah untuk menekan defisit neraca perdagangan dan transaksi berjalan.
Direktur Riset Centre of Reformon Economics (Core) Piter Abdullah menilai, hubungan Amerika Serikat dan Indonesia yang memanas akan menahan laju aliran modal asing ke Indonesia. Kondisi ini bisa berdampak kepada laju Indeks Harga Saham Gabungan dan rupiah.
“ Ketegangan ini juga bisa berdampak ke perekonomian melalui jalur perdagangan misalnya dengan kenaikan harga minyak," kata Piter kepada Merdeka.com.
Dia berharap kedua pihak bisa menahan diri dan menyelesaikan dengan jalur damai. Jangan sampai ketegangan Amerika Serikat dan Iran merusak sentimen positif yang terbangun pasca kesepakatan perang dagang AS dan China.
" Tentunya kita berharap kedua pihak bisa menahan diri. Kalau itu ya g terjadi pasar keuangan global akan aman demikian juga dengan IHSG dan rupiah," kata dia.
Bhima mengatakan, investor takut masuk ke negara berkembang dengan adanya konflik ini. Ada kecenderungan mereka lebih suka bermain aman.
" Misalnya dengan membeli dolar atau emas. Harga emas dunia telah naik 2,19 persen dibandingkan tahun lalu dan Dollar index menguat tipis 0,51 persen dalam sepekan terakhir," kata dia.
Bhima menjelaskan IHSG dikhawatirkan akan terkoreksi kalau kondisi memanas. Selain itu, harga emas dunia yang naik juga akan berpengaruh naiknya harga emas di Indonesia. Rupiah pun juga bisa melemah karena kondisi ini.
Bhima menyarankan pemerintah untuk memastikan daya beli masyarakat terjaga. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi dampak konflik Amerika Serikat-Iran.
Caranya dengan mendorong stimulus fiskal, khususnya kepada masyarakat rentan miskin dan miskin.
Selain itu, pemerintah didorong untuk melakukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2020 agar asumsi makro, khususnya harga minyak disesuaikan dan alokasi subsidi BBM listrik dan LPG 3 kilogram (kg) bisa ditambah.
" Mendorong korporasi yang meminjam utang dengan valas (valuta asing) agar melakukan lindung nilai atau hedging. Antisipasi pelemahan kurs rupiah,” kata dia.
Advertisement
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Trik Wajah Glowing dengan Bahan yang Ada di Dapur