Pantang Menyerah, Pria Jogja Bikin Tape Lidah Buaya Pertama di Indonesia

Reporter : Arini Saadah
Selasa, 17 November 2020 09:33
Pantang Menyerah, Pria Jogja Bikin Tape Lidah Buaya Pertama di Indonesia
Keinginan untuk meraih kekayaan kalah oleh rasa senang ketika bisa membagi hasil penelitiannya kepada banyak orang.

Dream - Jiwa seorang peneliti sepertinya telah mendarah daging dalam diri Imam Rodli.  Bapak tiga anak itu meneliti khasiat lidah buaya sekaligus memanfaatkannya sebagi peluang bisnis. Imam tak pelit berbagi ilmu. Kediamannya berubah menjadi pusat pelatihan lidah buaya sejak 2013 silam dan menyandang status resmi dari dinas terkait.

Kepiawaian Imam dalam mengolah lidah buaya membuatnya didapuk sebagai Ketua Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S) Rama Vera. Pusat pelatihan ini berada di Sebokarang, Wates, Wates, Kulon Progo, DI Yogyakarta.

Kesukaannya pada dunia tanaman mendorong pria 44 tahun itu membudidayakan serta menciptakan berbagai macam produk olahan dari tumbuhan lidah buaya. Khasiat lidah buaya yang menakjubkan untuk kesehatan tubuh memang sudah banyak diketahui masyarakat.

Menariknya, semua produk yang dibuat Imam dibuat dari hasil riset selama berbulan-bulan. Dia memang ingin menghasilkan produk herbal yang berkhasiat kesehatan. Produk paling barunya adalah minuman tape lidah buaya, seperti apa kira-kira?

1 dari 8 halaman

Bisnis dari Hulu ke Hilir

Ilustrasi

Ditempuh sekitar 35 Km dari Kota Yogyakarta, Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya Rama Vera ini merupakan bisnis khusus lidah buaya yang menyediakan kebutuhan masyarakat dari hulu ke hilir. Artinya bisnis ini memiliki kelengkapan pelayanan mulai dari kepemilikian kebun, produk herbal, berbagai macam produk kuliner, agrowisata hingga pelatihan.

Kemampuannya melakukan riset dan menciptakan suatu produk membuat bisnis Imam semakin sempurna dan dilirik oleh perusahaan obat terkemuka di Indonesia. Bahkan pihaknya mendapat pesanan berton-ton pelepah lidah buaya untuk perusahaan tersebut.

“ Jadi rama vera ini bisnis khusus lidah buaya dari hulu ke hilir kita punya. Dari hulu kita kebunnya punya, kita punya pelatihan dan training, kemudian juga herbalnya punya, kuliner punya, studi banding, agrowisata, kita lengkap,” jelas Imam Rodli saat dikunjungi jurnalis Dream di kediamannya, Minggu (15/11/2020).

2 dari 8 halaman

Dikemas Jadi Banyak Produk Olahan

Ilustrasi

Di lokasi pelatihan, terlihat hamparan lidah buaya yang memanjakan mata setiap orang yang melihatnya. Rumah lulusan Magister Peternakan UGM tersebut seolah berubah menjadi hutan lidah buaya. Hampir tak sejengkal tanah pun luput dari tanaman yang ujungnya sedikti berduri itu.

Kala itu terik matahari menemani perjalanan kami menyusuri kebun lidah buaya yang berjejer dengan rapi di atas lahan seluas kurang lebih 1.000 meter persegi. Dengan telaten, tanaman-tanaman itu dirawat bak anak sendiri. Selain memberikan pengairan dan memupuk tanaman, Imam juga rutin membersihkan hama yang mengganggu pertumbuhan lidah buaya.

Dari tanaman lidah buaya ia bisa menghasilkan berbagai macam produk seperti; dodol lidah buaya, es krim, nata de aloe, cendol, keripik, lidah buaya instan, selai cokelat, dan kopi. Yang paling baru dari penelitian produknya adalah minuman tape lidah buaya dengan sensasi soda yang menyegarkan.

Ia juga menerangkan pengolahan lidah buaya tidak semudah kelihatannya, banyak orang yang belajar kepadanya merasakan kesulitan ketika mencoba menghilangkan lendir dari olahan aloe vera.

“ Proses pembuatannya gampang-gampang susah. Ada banyak orang yang bikin tapi masih berlendir. Tidak semudah yang dibayangkan. Yang paling sulit dibuat konsentrat lidah buaya dan tepungnya. Rencananya kita mau bikin produk seperti Herbalife yang mahal itu. Kita sudah bikin pelan-pelan, tapi memang butuh alat yang lebih canggih,” ujarnya.

3 dari 8 halaman

Tape Lidah Buaya Pertama di Indonesia

Ilustrasi

Tak hanya itu, Imam pun tak lupa memanfaatkan waktu yang begitu lapang di saat pandemi dengan membuat inovasi baru. Seperti perbaikan mutu tanaman dan menghasilkan produk baru.

“ Ya justru di masa agak luang ini kita gunakan untuk inovasi, memperbaiki tanaman, menghasilkan produk baru, ya seperti tape lidah buaya itu. Saya yakin belum ada di Indonesia. Dulu saya kan tenar karena es krim lidah buaya yang belum ada di Indoensia. Cara saya eksis ya dengan memproduksi produk yang belum ada di Indonesia. Saya suka memproduksi hal-hal yang baru,” ucapnya.

Selama kurang lebih setengah tahun, Imam melakukan riset mandiri untuk membuat tape lidah buaya. Dua bulan terakhir ia sudah mulai mengenalkan produk terbarunya itu kepada para tamu yang berkunjung untuk dimintai pendapat.

Menurutnya tape lidah buaya ciptaannya memang belum ada di Indonesia. Ia yakin tape miliknya adalah tape lidah buaya pertama di Tanah Air. Ia optimis produk barunya yang ia teliti selama pandemi ini akan sukses.

Tapi yang ia jadikan niat ternyata bukanlah bisnis semata. Ia berpikir Jogja belum memiliki minuman khas yang bisa dijadikan referensi para wisatawan. Dengan tape lidah buaya yang menyegarkan dan memiliki rasa khas itu, ia berharap produknya bisa menjadi tuan di tanah sendiri.

“ Kita berharap Yogyakarta ini memiliki produk yang jadi pionerr,” tegasnya.

4 dari 8 halaman

Pandemi, Tak Alami Kendala Berarti

Ilustrasi

Pada masa pandemi, Rama Vera di bawah binaan Imam Rodli bisa dikatakan tidak pernah mengalamai dampak yang berarti. Karena lidah buaya merupakan bahan yang bagus untuk kesehatan, khususnya untuk membuat hand sanitizer. Sehingga di tengah pandemi seperti sekarang ini Rama Vera malah kebanjiran pesanan. Banyak orang membutuhkan lebih banyak pelepah lidah buaya untuk dibuat hand sanitizer dan obat-obatan.

“ Alhamdulillah baik baik saja. Karena kita kan termasuk produk kesehatan. Beberapa perusahaan herbal justru dengan pandemi ini, lidah buaya permintaannya banyak untuk hand sanitizer,” katanya.

Kemudian ia juga melakukan pemberdayaan di masa pandemi dengan memberikan banyak pembelajaran kepada masyarakat yang membutuhkan pengetahuan mengenai pengolahan lidah buaya.

“ Kita juga pemberdayaan, karena masa pandemi ini banyak yang cari income, banyak berdatangan untuk belajar,” lanjutnya.

5 dari 8 halaman

Omzet Tak Menentu

Ilustrasi

Ketika ditanya perihal pendapatan, Imam mengungkapkan tidak begitu mengalami penurunan omzet. Pendapatan yang diperolehnya cenderung stabil. Tapi ia mengaku ada penurunan dari sektor studi banding yang melibatkan kunjungan para pelajar, mahasiswa dan komunitas.

“ Ya masih relatif stabil. Memang kurangnya ini di kunjungan anak sekolah. Tapi dua bulan ini sudah mulai diundang ke luar kota, dan ada yang datang ke sini juga,” ungkapnya.

Sebelum pandemi virus corona, ia mengaku omzetnya pun juga tidak menentu tergantung tamu yang datang. Satu bulan bisa ia bisa memeroleh omzet 10 hingga 30 juta saja. Ternyata ia tidak memiliki pasar yang tetap.

“ Ya tidak tentu, jadi kalau omzet itu bisa per bulan itu 30 juta, kadang 10 juta, tergantung tamu. Kita gak punya pasar yang tetap, kita tidak punya outlate. Jadi tergantung tamu yang kesini,” jelasnya.

6 dari 8 halaman

Tak Pekerjakan Karyawan

Ilustrasi

Selain itu, ia juga tidak memiliki karyawan yang perlu diperhatikan kesejahteraannya. Ia hanya memberdayakan keluarganya sendiri untuk menggarap pesanan. Hal itulah yang membuat Imam tidak begitu mengalami krisis di masa pandemi virus corona.

Sebab ia telah melakukan beberapa kiat mempertahankan usahanya di saat gempuran wabah. Pihaknya hanya menyiapkan pesanan jika ada orang yang memesan produknya saja.

“ Ya pertama kita memang efisiensi gak mengambil karyawan, kita manfaatkan keluarga aja. Kedua, kita hanya menyediakan produk-produk pesanan,” terangnya.

7 dari 8 halaman

Menyukai Penemuan Baru

Ilustrasi

Jauh sebelum menekuni usaha pengolahan lidah buaya menjadi produk herbal dan kuliner, ia telah menekuni bidang produksi pupuk tanaman. Ia juga masih melakoninya hingga sekarang.

Imam merupakan orang yang cinta kepada ilmu pengetahuan. Daya ciptanya yang tinggi membuat ia selalu ingin menciptakan penemuan-penemuan baru di bidang kuliner sehat dan obat herbal.

Meskipun sebenarnya ia tak begitu suka pada bisnis. Alhasil ia sering menolak tawaran kerjasama dengan pihak luar negeri karena alasan ketidakmampuan mengatasi pesanan.

Sementara ini ia hanya melayani pesanan wilayah Jawa saja. Ia berharap anak pertamanya yang saat ini sedang menempuh studi S1 di salah satu perguruan tinggi di Jogja itu mampu meneruskan bisnis yang telah dirintisnya.

“ Biarlah anak pertama saya yang akan meneruskan bisnis keluarga ini,” katanya yang masih menyimpan harapan untuk bisa ekspansi produknya hingga luar negeri.

8 dari 8 halaman

Kepuasan Berbagi Ilmu

Ilustrasi

Keinginannya untuk berbisnis tidak terlalu besar. Keinginan untuk meraih kekayaan kalah oleh rasa senang ketika bisa membagi hasil penelitiannya kepada orang lain. Jiwa seorang peneliti melekat pada diri Imam. Ia tidak mementingkan profit tapi lebih pada kepuasan dan manfaat dari hasil penelitiannya.

“ Saya sering mengisi pelatihan di lingkup sekolah, mahasiswa, komunitas masyarakat, hingga luar Jawa seperti Kalimantan dan sebagainya. Saya senang bisa berbagi ilmu kepada banyak orang,” kata bapak tiga anak itu.

Kebahagiaan lainnya adalah di saat orang-orang bisa merasakan manfaat dari produk kesehatan yang ia ciptakan, Imam akan merasakan kepuasan tiada kira.

“ Karena kalau lidah buaya itu, kita sering ketemu orang yang sakit, jantung, gak bisa tidur. Nah dengan mengonsumsi ini mereka bisa merasa lebih baik, itu bisa bikin seneng, karena lidah buaya bagus untuk kesehatan,” pungkasnya.

Beri Komentar