Pelemahan Rupiah Tidak Mengganggu Iklim Investasi.
Dream – Perimpunan Bank Umum Nasional (Perbanas) memastikan depresiasi rupiah tak mempengaruhi iklim investasi dalam negeri. Melemahnya nilai tukar mata uang Nusantara dalam beberapa hari terakhir ini diakui dipicu sentimen eksternal.
Pelemahan rupiah akibat faktor dari luar negeri ini diyakini tidak akan berdampak sistemik terhadap perekonomian nasional.
Ketua Perbanas, Kartiko Wirjoatmojo, mengatakan pelemahan nilai tukar ini sebenarnya punya sisi positif bagi Indonesia. Salah satunya adalah nilai jual minyak sawit (crude palm oil/CPO) dan batubara yang meningkat karena menggunakan mata uang dollar AS.
“ Sisi yang harus kami mitigasi adalah open position,” kata Kartika di Jakarta, dikutip dari Liputan6.com, Jumat 5 Oktober 2018.
Dia juga menyarankan semua nasabah dan anggota yang bergerak di bidang ekspor untuk punya lindung nilai. “ Pelemahan dari sisi garansi ini tidak mempunyai dampak kepada kredit di perbankan,” kata Kartika.
Meski rupiah melemah, Perbanas yakin investor takkan sampai investasinya dari Indonesia. Kalangan perbankan malah yakin defisit akhir tahun akan menyempit.
“ Indonesia termasuk yang defisitnya masuk di angka 2—2,5 persen. Jadi, memang ada peningkatan di bulan Juni. Tapi, di akhir tahun ini diharapkan menurun,” kata dia.
Kartika mengatakan defisit defisit fiskal sampai akhir tahun juga akan membaik. “ Tahun ini, pendapatan pemerintah meningkat yang diharapkan dari neraca pemerintah defisit fiskal menurun di bawah 2 persen,” kata dia.
Sementara untuk rasio kredit bermasalah non performing loan (NPL) perbankan akan bergerak menuju 2,7 persen dengan pertumbuhan kredit di level 13 persen. “ Momentum pertumbuhannya ada,” kata dia.
Kartika juga memastikan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak akan berdampak terhadap ekonomi secara signifikan. Hal itu terlihat dengan geliat perusahaan yang mempunyai pendapatan dalam dolar AS.
“ Seperti eksportir sawit, ekspor batu bara, minyak sekarang malah profitnya naik karena mereka jualnya di dolar sehingga mereka padahal biayanya di rupiah. Jadi, banyak juga perusahaan yang mendapatkan benefit,” kata dia.
Kartika mengatakan yang perlu dijaga adalah impor yang menggunakan dolar tetapi jual dalam bentuk rupiah. Misalnya, di perusahaan fast-moving consumer goods (FMCG). Perusahaan jenis ini harus melakukan hedging untuk mengurangi risiko akibat pelemahan rupiah.
" Nah, ini yang kita bersama-sama dengan BI memfasilitasi supaya nanti perusahaaan ini jika mempunyai eksposur yang harus dibayar dimasa depan harus masuk hedging. Untuk itu Perbanas bersama BI mendukung sekali adanya nondelivery forward sehingga instrumen-instrumen hedging oleh investor dapat digunakan bila membutuhkan dollar kedepannya,” kata dia.
(Sumber: Liputan6.com/Septian Deny)
Advertisement
Komunitas Muda Mudi Surabaya, Peduli Lingkungan Lewat Langkah Kecil Berdampak Nyata
BPKH Setor Rp2,7 Triliun ke Arab Saudi untuk DP Haji 2026
10 Usulan Dewan Pers Soal Perubahan UU tentang Hak Cipta
Arab Saudi Buat Proyek `Sulap` Sampah Jadi Energi Listrik
Video Gempa 7,4 Magnitudo di Filipina yang Peringatan Tsunaminya Sampai Indonesia
5 Sumber Penghasilan Amanda Manopo yang Menikah di Hotel Mewah
Inovasi Koper Akses Ganda untuk Pengalaman Traveling Lebih Praktis dan Stylish
Ruang Aman Baru untuk Perempuan: Salon Premium yang Hadirkan Privasi dan Pemberdayaan
4 Rekomendasi Susu Penambah Nafsu Makan Anak yang Bikin Lahap Lagi di 2025
18 Selebritas Terkaya di Dunia Tahun 2025, Jumlah Uangnya Bikin Deg-degan
Komunitas Muda Mudi Surabaya, Peduli Lingkungan Lewat Langkah Kecil Berdampak Nyata