Pemburu LV, Chanel, Hermes Berpesta di Kala Lira Turki Rontok

Reporter : Syahid Latif
Selasa, 14 Agustus 2018 09:43
Pemburu LV, Chanel, Hermes Berpesta di Kala Lira Turki Rontok
"Turki kini menjadi surga belanja termurah di dunia,"

Dream - Rontoknya nilai tukar mata uang Turki terhadap dollar AS menjadi berkah buat pemburu barang-barang bermerk dunia. Mendadak, negeri yang dipimpin Recep Erdogan itu menjadi surga untuk mereka.

Dikutip dari laman Bloomberh, warga berbondong-bondong mengantre di depan sebuah toko ritel yang menjual barang-barang bermerek seperti Louis Vuitton, Chanel, dan Hermes.

Di komplek pusat perbelanjaan Istinye Park Mall, warga mengantre di bawah langit biru.

" Turki kini menjadi tempat belanja termurah di dunia," ujar Orhan (22) yang tengah mengantre Louis Vuitton untuk pasangan China yang juga berbelanja di tempat lain.

Di tempat lain di toko yang menjual barang bermerek Chanel, pengunjung yang sudah mengantre selama 1,5 jam berharap bisa mendapat sebuah tas kamera klasik keluaran Chanel yang dijual 18,500 lira.

Tas kulit itu dijual setara US$ 2,877 atau lebih murah 25 persen dibandingkan harga barang serupa yang dijual di situs online Chanel Eropa seharga US$3,700.

 

1 dari 1 halaman

Tak Ada Satupun Warga Turki Mengantre

Di dalam toko, banyak pengunjung berusaha menanyakan harga barang incaran sambil menggenggam Ponsel iPhone untuk mengetahui nilai tukar euro dan dollar ASnya.

Dalam tiga perkan terakhir, kurs Lira terhadap dollar AS memang telah terjun bebas sampai 27 persen. Bahkan dalam satu pekan, nilai tukar Lira jatuh sampai 21 persen.

Para pemburu barang bermerek ini sebagian besar berwajah Asia dan Arab. Hanya beberapa saja dari kalangan orang Eropa. Sementara warga Turki sendiri tak tampak di antara kerumunan pengunjung.

" Kami mendapatkan dollar dan membeli barang di Turki dalam satuan Lira," ujar Carson (35) yang fasih berbahasa China dan bekerja di perusahaan telekomunikasi di Istanbul.

" Bagi perusahaan, kondisi ini takkan bagus untuk jangka panjang. Begitu pula buat warga lokal. Mereka menderita karena nilai tukar."

(Sah, Sumber: Bloomberg)

Beri Komentar