 
    Tangkapan Layar Instagram
Dream - Golden Truly menjadi perusahaan ritel di Indonesia yang hit pada tahun 1980 hingga 1990-an. Namun, mal ini berhenti beroperasi sejak 1 Desember 2020.
Meski begitu, perusahaan ini masih aktif menjual produknya di beberapa e-commerce, seperti Tokopedia dan Shopee. Toko ini bahkan masih aktif membagikan posting promo di media sosial meski pengikutnya tak banyak.
Merangkum dari berbagai sumber, berikut ini adalah pemilik dan cerita pusat perbelanjaan Golden Truly yang sangat populer pada masanya.
Golden Truly awalnya berdiri di Jalan Gunung Sahari No. 59, didirikan oleh pengusaha Sudwikatmono (Dwi). Pengusaha yang lebih dikenal sebagai raja sinepleks itu membuka gerai pertama Golden Truly yang dimiliki bersama istrinya pada tahun 1978.
Usaha ini di bawah PT Golden Dragon (kemudian berganti ke PT Golden Truly) di daerah Blok M dengan luas 8.000 meter persegi.
Saat itu, Golden Truly menjadi salah satu perusahaan ritel yang berkembang pesat hingga membuka cabang di beberapa daerah. Namun, kepemilikan Dwi harus berakhir saat dilanda krisis moneter pada akhir tahun 1990-an.
Kepemilikan Golden Truly kemudian dialihkan kepada Suryadi Sasmita, seorang pengusaha garmen yang disebutkan bersama rekan-rekannya di Asosiasi Pemasok Garmen dan Aksesori Indonesia (APGAI).

Hingga pada tahun 2017, Golden Truly di Depok tutup. Gerai ini diganti dengan " Truly Premium Outlet" di QBIG BSD City yang dioperasikan perusahaan berbeda, yaitu PT Truly Anugrah Retailindo (yang dimiliki oleh induk Golden Truly, PT Pasifik Atlanta Retailindo).
Sayangnya, umur gerai tersebut juga tak panjang. Pada Februari 2019, Gerai Golden Truly di Batam juga tutup kemudian disusul dengan gerai yang berada di Gunung Sahari yang kalah saing meski telah beroperasi selama lebih dari 30 tahun.
Dream - Perusahaan Tupperware asal Amerika Serikat (AS) dikabarkan dalam proses kebangkrutan. Merek produk tempat penyimpanan makanan dan minuman yang digandrungi emak-emak dilaporkan mengalami penurunan penjualan yang signifikan.
Meskipun dalam beberapa tahun terakhir sudah berupaya menyegarkan produknya untuk menyasar generasi muda, strategi tersebut tak mampu menghadang laju penjualannya yang terus menurun.
Sebaliknya utang perusahaan yang sudah berusia 77 tahun itu semakin meningkat. Penurunan penjualan yang terus terjadi menjadi peringatan Tupperware kemungkinan menuju kebangkrutan jika tidak ada investasi baru yang masuk, melansir BBC.
Sementara itu CNN International melaporkan, saham Tupperware turun hampir 50 persen pada hari Senin, 10 April 2023.
Manajemen Tupperware mengatakan tidak akan memiliki cukup uang untuk mendanai operasi jika tidak mendapatkan investasi tambahan. Bahkan perusahaan sedang menjajaki potensi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan sedang meninjau portofolio real estatnya untuk efisiensi
New York Stock Exchange atau Bursa Efek New York juga telah memperingatkan saham Tupperware terancam dihapus dari daftar karena tidak mengajukan laporan tahunan yang diwajibkan.
“ Tupperware telah memulai perjalanan untuk membalikkan operasi kami dan hari ini menandai langkah penting dalam mengatasi posisi modal dan likuiditas kami,” kata CEO Tupperware Miguel Fernandez dalam siaran pers.
“ Perusahaan melakukan segala daya untuk mengurangi dampak peristiwa baru-baru ini, dan kami mengambil tindakan segera untuk mencari pembiayaan tambahan dan mengatasi posisi keuangan kami,” ungkapnya.
Penjualan Tupperware sempat meningkat saat pandemi Covid-19 karena orang-orang lebih banyak memanggang dan memasak di rumah. Capaian tersebut sempat membalikkan penurunan tajam harga saham Tupperware. Namun kenaikan itu ternyata hanya sementara.
Pendiri firma analisis ritel Savvy Marketing, Catherine Shuttleworth menilai turunnya penjualan Tupperware sebagian besar dikarenakan perusahaan belum " cukup inovatif" selama 10 hingga 20 tahun terakhir untuk bersaing dengan para pesaingnya.
Direktur Pelaksana Ritel di konsultan GlobalData Neil Saunders menambahkan Tupperware telah " gagal berubah mengikuti perkembangan" dalam hal produk dan distribusinya. Neil juga menyoroti metode penjualan langsung melalui pihak-pihak Tuppperware " tidak terhubung" dengan pelanggan muda atau tua.
Dia menambahkan, konsumen yang lebih muda juga menggunakan produk yang lebih ramah lingkungan seperti kertas lilin lebah untuk menjaga makanan tetap segar.
Melanjutkan analisisnya, Neil Saunders juga mengatakan Tupperware berada dalam " posisi genting" secara finansial karena berjuang untuk meningkatkan penjualan, dan karena asetnya ringan, ia tidak memiliki " banyak kapasitas untuk mengumpulkan uang" .
Beberapa masalah menurutnya mungkin merugikan Tupperware, termasuk penurunan tajam dalam jumlah penjual, penurunan konsumen pada produk rumah tangga, dan merek yang masih belum sepenuhnya terhubung dengan konsumen yang lebih muda.
“ Perusahaan ini dulunya penuh inovasi sebagai pemecah masalah kebutuhan dapur, tetapi sekarang benar-benar kehilangan keunggulannya,” kata Neil.
Advertisement
Dari Langgar ke Bangsa: Jejak Sunyi Kiai dan Santri dalam Menjaga Negeri

Pria Ini Punya Sedotan Emas Seharga Rp233 Juta Buat Minum Teh Susu

Celetukan Angka 8 Prabowo Saat Bertemu Presiden Brasil

Paspor Malaysia Duduki Posisi 12 Terkuat di Dunia, Setara Amerika Serikat

Komunitas Rubasabu Bangun Budaya Membaca Sejak Dini


/vidio-media-production/uploads/video/image/7462255/rangkaian-acara-dream-inspiring-women-2023-di-dream-day-ramadan-fest-day-5-68476b.jpg) 
        
    Rangkaian acara Dream Inspiring Women 2023 di Dream Day Ramadan Fest Day 5

IOC Larang Indonesia Jadi Tuan Rumah Ajang Olahraga Internasional, Kemenpora Beri Tanggapan

Ada Komunitas Mau Nangis Aja di X, Isinya Curhatan Menyedihkan Warganet

Wanita 101 Tahun Kerja 6 Hari dalam Seminggu, Ini Rahasia Panjang Umurnya

Dari Langgar ke Bangsa: Jejak Sunyi Kiai dan Santri dalam Menjaga Negeri

Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik, Ini Bahayanya Bagi Kesehatan Tubuh

Pria Ini Punya Sedotan Emas Seharga Rp233 Juta Buat Minum Teh Susu