Iway Dan Amat Hidup 11 Tahun Di Atas Bajaj (Foto: Merdeka.com)
Dream - Dari balik kemudi bajaj, senyum Irwahyuddin mengembang. Senin, 26 September 2016 malam menjadi momen takkan dilupakan pria yang biasa disapa Iway itu. Untuk kali pertama dalam 11 tahun, Iway dan putranya, Muhammad Irawan, akan menikmati tidur di atas kasur. Di sebuah kontrakan lantai dua di Pasar Jembatan Besi.
Belum puas rasanya badan itu merebah, Iway harus bangun. Dua orang bertubuh gempal sudah menunggu. Merekalah yang mengurus sewa kontrakannya selama setahun. Iway ada janji. Segera dia bergegas mengantar mereka ke pangkalan bajaj yang tak jauh dari Stasiun Cikini.
Mesin mobil roda tiga itu kembali menderu. Berkelir biru dan tulisan 'Anggrek' di kaca depan, bajaj itu menyusuri jalanan Jakarta yang telah surut. Guratan senyum di wajahnya telah berganti. Wajahnya fokus. Mengendalikan kendaraan berbahan bakar gas itu.
Sekarang, Amat, panggilan Iway untuk putranya, tak harus belajar sembari berkepul asap. Ada kamar berukuran 4 x 3 meter yang membuatnya teduh.
***
Tidur beralaskan kasur barang langka buat Iway. Selama 11 tahun Iway dan Amat hidup di atas bajaj. Kendaraan khas India yang jadi tempat cari nafkah sekaligus rumah.
Bajaj bertuliskan `Anggrek` itu menjadi rumah tinggal bagi Amat dan Iway. Bukan bangunan beratapkan genteng yang memiliki teras, pekarangan, kamar mandi, kamar tidur, dapur dan ruang keluarga. Tapi bajaj.
Iway memang tak punya tempat tinggal. Kontrakan lama pasang tarif sewa mahal. Tak terjangkau bagi Iway yang cuma sopir bajaj. Iway pernah punya rumah. Tapi dijual karena urusan warisan. Hilang rumah, kerabatnya pun acuh.
" Awalnya saya pengen ngajak dia ngamen. Tapi, kami kan nggak punya tempat tinggal. Ntar malah ditangkap Satpol PP. Dikira gelandangan," kata Iway, saat berbincang dengan Jurnalis Dream, Maulana Kautsar di sekitaran Pasar Besi, Johar Baru, Jakarta.
Garis tangan membawa Iway dan Amat tinggal di jalanan. Sejak 2005 mereka hidup di atas sebuah bajaj. Berpindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Mengikut kemana si penumpang bajaj pergi. Amat yang kala itu masih balita kerap dibawanya. Digeletakan diantara tubuh Iway yang sedang mengemudi dengan sandaran. Menyelip beralaskan triplek.
Takut si jabang bayi kepanasan, jendela bajaj dipasangi triplek. Sebelum mengemudi bajaj biru, Iway masih memakai bajaj orange. Tampilan unik. Terkenal se-Manggarai, Jakarta Selatan. Orang-orang bilang bajaj mirip kandang ayam.
Tampilan miris yang membuat kawan-kawan pengemudi bajaj pesimis. Siapa yang mau menumpang bajaj bututnya. Iway tak mungkin dapat penghasilan banyak. Begitu mereka pikir Tapi, dia menyerahkan rezeki kepada Allah. " Saya mah Allahu Akbar aja," kata dia.
Selama menyapih Amat, Iwan menjadi ibu bagi si jabang bayi. Istri Iway, meninggal saat Amat berusia setahun. Menghadap Yang Kuasa karena komplikasi. Tragis. Sebelum meninggal, istrinya disebut lari dengan pria lain.
Untuk nutrisi sang anak, Iway tak sanggup membeli susu. Harganya tak terjangkau. Tak habis akal. Asupan air susu ibu (ASI) dia ganti dengan 'susu' buatan ala kadarnya. " Kasih dot, isinya campuran air dan gula," kata dia dengan nada bergetar.
Meski harus merawat bayinya sendirian, Iway merasa tak patah arang. Dia tak ingin anaknya punya ibu 'baru'. Alasannya sederhana. Takut tak sayang ke Amat, kata dia.
***
Kasih sayang Iway kepada Amat teramat besar. Meski terhimpit ekonomi, Iway tetap menyekolahkan putra kesayangannya. Langkah yang ternyata tak semudah membalik telapak tangan.
Malang bagi Iway. Dia tak memiliki kelengkapan administrasi. Surat-surat dan dokumen kependudukan milik mereka raib. Perkara warisan keluarga menjadi penyebabnya.
" Makanya 11 tahun, dia baru kelas satu," kata dia sembari tersenyum.
Amat kecil sempat kecewa. Dia sempat merajuk kepada ayahnya. Iway cuma bisa mengelus dada.
Usai segala urusan surat menyurat, Iway menguras isi tabungannya. Uang itu dibelikan perlengkapan sekolah Amat. Sang anak terkejut dan bahagia dengan sikap ayahnya.
Walau umur Amat terpaut jauh dengan siswa kelas 1 di SDN 05 Pagi Gondangdia, ia tak malu. Amat selalu menguatkan diri dari cemoohan kawannya.
Rasa malu itu mungkin sudah tak dikenal Amat. Getirnya menjalani kehidupan bersama sang ayah seperti meredam semua rasa malu.
Iway selalu memberi putranya petuah berharga. " Saya bilang ke Amat, kalau ada yang ngatain Amat gembel, bilang Amat ini orang kaya. Tidurnya aja bisa pindah-pindah. Pemandangannya banyak, kadang langit, kadang pepohonan. Emang lu, pemandangannya petakan doang? Gitu," ujar dia.
Seperti bocah pada umumnya, semangat belajar Amat juga terkadang luntur. Tapi Iway tak pernah meninggalkan Amat. Dia berkata, " Mat ingat Bapak orang nggak punya, Amat nggak punya ibu, mumpung Bapak masih ada, Amat sekolah yang rajin. Bapak nggak mau Amat cuma bisa main catur dan kartu. Kalau Amat nggak sekolah ntar nggak bisa nulis, berhitung, ntar gampang dibodohin orang."
***
Rintangan hidup Iway tahap demi tahap kini telah dia lewati. Dia dan Amat telah dibukakan jalan hidup baru. Walau sempat menolak menceritakan kegetiran hidupnya, Iway mendapat berbagai pertolongan. Kisah hdupnya viral di media sosial. Bantuan pun berdatangan.
Kaos dan helm merah yang menjadi 'seragam' sehari-harinya tampak dekil. Tapi, rasa syukur dan doa tetap dia panjatkan kepada Allah.
" Saya selalu ingat kepada janji Allah, 'siapa yang ingat kepada-Ku, Aku akan selalu ingat kepadanya'," ucap dia.(Sah)
Advertisement
Detail Spesifikasi iPhone 17 Air, Seri Paling Tipis yang Pernah Ada
4 Komunitas Seru di Bogor, Capoera hingga Anak Jalanan Berprestasi
Resmi Meluncur, Tengok Spesifikasi dan Daftar Harga iPhone 17
Keren! Geng Pandawara Punya Perahu Ratusan Juta Pengangkut Sampah
Pakai AI Agar Tak Khawatir Lagi Salah Pilih Warna Foundation