Sumber Foto : Facebook Adkhilni M. Sidqi
Dream - Seorang pria bernama Adkhilni M. Sidqi dalam akun facebooknya bercerita tentang koin Indonesia bernialai 25 sen tahun 1952 yang ia temukan di Damaskus, Syria.
Sepintas memang tidak ada yang aneh jika kita melihat uang kuno tersebut. Ukuran dan materialnya pun sangat mirip dengan koin Rp 500 bergambar bunga melati tahun 2003 yang kini sudah jarang pula kita lihat.
Namun menurut Adkhilni M. Sidqi justru penemuan koin 25 sen ini menyimpan banyak cerita dari masa lalu.
Yang paling menarik dilihat dari koin 25 sen ini adalah penggunaan aksara arab di atas lambang garuda pancasila.
Ternyata Indonesia pernah mencetak koin dengan tulisan Arab, yakni pada uang 1 sen (1952), 5 sen (1951—1954), 10 sen (1951—1954), dan 25 sen (1952). Setelah itu aksara Arab dalam mata uang Indonesia lenyap dan digantikan seluruhnya dengan huruf latin.
" Mengapa Indonesia menggunakan aksara Arab?” tanya si penjual koin kepada Sidqi.
Pertanyaan si penjual koin membuat Sidqi terus bertanya tanya dan penasaran akan jawaban sebenarnya. Didorong oleh rasa penasaran, penemuan koin ini menuntun Sidqi untuk terus menggali lebih dalam tentang sejarah aksara Arab.
Dalam postingan Sidqi yang berjudul " BUTA HURUF DAN AKSARA ARAB DI KOIN INDONESIA" , ia menjelaskan bahwa sebelum masa kolonial Belanda, bahasa Arab Melayu/Jawi/Pegon luas digunakan sebagai sastra, pendidikan, dan bahasa resmi kerajaan di seluruh Nusantara.
Surat-surat raja Nusantara, stempel kerajaan, serta mata uang pun ditulis dalam aksara Arab Melayu. Kesultanan Pasai Aceh, Kerajaan Johor dan Malaka, Kesultanan Pattani pada abad 17, secara resmi menggunakan bahasa Arab Melayu sebagai aksara kerajaan.
Hubungan diplomatik kerajaan-kerajaan Nusantara dalam kesepakatan perjanjian perjanjian resmi dengan Inggris, Portugis, maupun Belanda pun menggunakan aksara Arab Melayu.
Karya karya sastra kuno seperti Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Amir Hamzah, Syair “ Singapura Terbakar” karya Abdul Kadir Munsyi (1830), juga karya-karya Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dan tafsir Qur’an karya Kyai Saleh Darat ditulis dengan aksara Arab Pegon.
Tak heran jika jauh sebelum era kemerdekaan, hampir 90 persen rakyat Indonesia pada era itu buta huruf latin namun fasih dalam baca tulis arab.
Akan tetapi, lambat laun pengaruh kuat dominasi kolonial Belanda menggeser kejayaan aksara Arab. Terlebih lagi pada pergantian abad ke-19, media penerbitan secara besar-besaran mencetak huruf latin sebagai media komunikasi massa.
Saat kemerdekaan, Pemerintah Indonesia juga lebih memilih untuk melestarikan aksara latin.
Sidqi membuat kesimpulan bahwa aksara sebagai rekaan bahasa tidak hanya memberi tanda dan makna, tetapi juga merupakan gambaran kekuasaan yang dominan di masyarakat pada masa itu.
Pada uang koin 25 sen ini, terekam dengan jelas bagaimana budaya Indonesia tumbuh mengikuti dominasi budaya penguasa pada setiap zamannya.
Sumber : BUTA HURUF DAN AKSARA ARAB DI KOIN INDONESIA
Advertisement
Komunitas RAMAH Jadi Simbol Gerakan Anak Muda Aceh

Awas Jangan Salah Gate! 4 Maskapai Penerbangan Sudah Pindah ke Terminal 1B Bandara Soekarno-Hatta

Tegas! Universitas di Korsel Tolak Calon Mahasiswa dengan Catatan Kekerasan di Sekolah

Naik Gunung Anti Capek! Berdiri Santuy di Eskalator, 10 Menit Sampai Puncak

Tangis Vidi Aldiano Pecah Sambut Kemenangan Sheila Dara Aisha di Piala Citra FFI 2025


Mengenal Komunitas Bye Bye Plastic Bags, Pendirinya Gadis Bali yang Jadi Moderator Acara PBB

Dokter Ini Jadi Satu-Satunya Pembicara Indonesia dalam Forum Kecantikan Asia Pasifik di Korsel

Viral Aksi Gercep Polisi Padamkan Motor Terbakar, Hitungan Detik Langsung Padam

Debut Jadi Sutradara, Reza Rahadian Nangis `Pangku` Dinobatkan Sebagai Film Terbaik FFI 2025


Riset: Si Paling AI, Orang Indonesia Ngebet Liburan Mancanegara pada Tahun 2026

Dulu Cupu Sekarang Suhu, Kiky Saputri Tantang Menteri Tanding Padel