Sertifikasi Produk Halal Bisa Menjadi Kemajuan Pesat Pasar Syariah. (Foto: Shutterstock)
Dream – Pemberlakukan wajib sertifikasi halal di Indonesia yang merupakan negara mayoritas penduduk Muslim adalah untuk memaslahatkan umat. Peran LPPOM MUI untuk mengeluarkan sertifikat halal sangat penting.
“ Menjaga umat supaya jangan sampai bermuamalah dengan sesuatu yang tidak syariah. Salah satunya dengan sertifikasi halal juga dengan ekonomi syariah,” kata Wakil Presiden, Ma’ruf Amin, di Jakarta, dikutip dari laman Wapres.go.id, Selasa 2 Juni 2020.
Menurut Ma’ruf, sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI telah diakui berbagai negara di dunia. Indonesia pula yang dianggap sebagai negara yang pertama menggabungkan komisi fatwa, yaitu fatwa ulama dengan komisi audit—penelitian yang dilakukan oleh LPPOM.
“ Sistem kerja kita telah diakui dan diterapkan secara global. Hal ini membuat MUI menjadi acuan dan standar sertifikasi halal bagi hampir 50 negara sertifikasi di dunia,” kata dia.
Ma’ruf ingin ke depannya Indonesia tak hanya berperan dalam mengeluarkan sertifikasi halal, tetapi juga membangun industri halal. Hal ini mengingat potensi yang dimiliki.
Dikatakan bahwa Indonesia berpotensi besar dalam menjadi produsen halal terbesar di dunia.
“ Cita-cita kita, yaitu produk halal Indonesia bisa digunakan di seluruh dunia. Tak hanya konsumsi dalam negeri, tapi luar negeri,” kata dia.
(Sumber: Wapresri.go.id)
Dream - Konsep Omnibus Law dalam Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja juga memuat ketentuan mengenai sertifikasi halal. RUU ini membuka peluang bagi organisasi massa Islam untuk turut menerbitkan sertifikat halal yang selama ini semata menjadi wewenang Majelis Ulama Indonesia.
Dikutip dari Liputan6.com, Selasa 18 Februari 2020, ketentuan ini tercantum dalam Pasal 33. Pasal itu menyebutkan penetapan kehalalan produk dilakukan oleh MUI dan dapat dilakukan oleh ormas Islam yang berbadan hukum, selanjutnya dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal.
Kemudian Sidang Fatwa memutuskan kehalalan produk paling lama tiga hari kerja sejak MUI atau Ormas Islam menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian produk dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Keputusan Sidang Fatwa disampaikan kepada BPJPH dan dijadikan dasar penerbitan Sertifikat Halal.
Dalam Pasal 42 ayat (1) disebutkan masa berlaku sertifikat halal yaitu selama empat tahun sejak diterbitkan oleh BPJPH. " Kecuali terdapat perubahan komposisi bahan,” demikian bunyi Pasal tersebut.
Lalu, pemegang sertifikasi halal bisa mengajukan perpanjangan paling lambat 3 bulan sebelum masa berlakunya berakhir.
Terkait biaya pengurusan dibebankan kepada pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikasi halal. Hal ini tertuang dalam Pasal 44 ayat (1).
Kendati begitu, ayat (2) pasal yang sama memuat ketentuan mengenai pelonggaran biaya. Dalam ayat itu disebutkan para pelaku Usaha Mikro dan Kecil tidak dikenakan biaya.
Sementara, bagi pelaku usaha yang sudah memiliki sertifikas namun produknya tidak terjamin kehalalannya, maka yang bersangkutan dikenai sanksi administratif berupa denda Rp2 miliar. Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 56 ayat (1) dan (2).
Apabila tidak bisa membayar denda, pelaku usaha tersebut diancam pidana penjara selama lima tahun.
(Sumber: Liputan6.com/Tira Santia)
Advertisement
Ayu Ting Ting Buat Kue Sendiri Khusus Untuk Picnic Story
13 Komunitas Kanker di Indonesia, Beri Dukungan Luar Biasa Bagi Para Penyintas
400 Kue Ramaikan Picnic Story, Buat Piknik Jadi Makin Seru
Orang Korea Dagang Cilok Keliling, Netizen: Kita `Jajah` Bangsa Lain Via Jajanan
Walkot Tegal Selesai Akad Tepuk Sakinah Sambil Berdiri, Jokowi Sampai Tahan Tawa