Virus Covid-19 Bisa 'Sembunyi' di Otak dan Kambuh Lagi

Reporter : Mutia Nugraheni
Minggu, 14 Februari 2021 08:31
 Virus Covid-19 Bisa 'Sembunyi' di Otak dan Kambuh Lagi
Pasien yang tampaknya telah sembuh dan bebas dari Covid-19 bisa kambuh lagi dan akhirnya meninggal.

Dream – Tahukah kamu, mantan pasien Covid-19 yang telah pulih bisa terinfeksi lagi? Menurut sebuah studi yang baru diterbitkan oleh jurnal Viruses. Virus tersebut kemungkinan besar menetap di otak seseorang yang telah terinfeksi dan dapat memicu terinfeksi kembali.

" Otak adalah salah satu wilayah tempat virus suka bersembunyi," kata Mukesh Kumar, penulis utama studi dan peneliti di Georgia State University, Amerika Serikat, dikutip dari WebMD.

Hal itu diketahui dari penelitiannya terhadap tikus. Rupanya, tikus yang terinfeksi virus melalui saluran hidungnya, akan mengalami penyakit parah hingga menyebabkan infeksi pada otak walaupun virus telah meninggalkan paru-paru.

Kondisi tersebut bisa menggambarkan mengapa pasien yang tampaknya telah sembuh dan bebas dari Covid-19 bisa kambuh lagi dan akhirnya meninggal.

“ Itulah sebabnya kami melihat banyak penyakit yang parah dan gejala ganda seperti penyakit jantung, stroke, dan semua penyakit jangka panjang lainnya ditandai dengan hilangnya penciuman hingga kehilangan rasa,” ujar Mukesh.

 

1 dari 4 halaman

Ia menambahkan bahwa hal tersebut berkaitan dengan otak dan bukan dengan paru-paru. Tim peneliti juga menemukan bahwa jumlah virus yang berada di otak tikus seribu kali lebih tinggi daripada di bagian tubuh lainnya. Walaupun beban virus di paru-paru mulai menurun setelah tiga hari, tetapi pada hari kelima dan keenam setelah infeksi akan tetap tinggi dan membuat penyakit menjadi lebih parah.

“ Begitu menginfeksi otak, virus itu bisa mempengaruhi apa saja karena otak mengendalikan paru-paru, jantung dan semuanya,” katanya.

Ia menjelaskan bahwa otak merupakan organ yang sensitif karena bertanggung jawab untuk mengatur semuanya. Bagi penyintas Covid-19 yang infeksinya mencapai otak juga akan rentan terhadap kondisi medis serius lainnya di masa yang akan datang, seperti penyakit Parkinson, multiple sclerosis, penurunan kognitif dan penyakit autoimun.

“ Banyak orang mengira saat mereka telah pulih dari Covid-19, mereka telah keluar dari 'hutan'. Sekarang saya merasa itu tidak akan pernah menjadi kenyataan," kata Mukesh.

Laporan Yuni Puspita Dewi

Selalu ingat #PesanIbu untuk selalu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak untuk pencegahan virus COVID19. Jika tidak, kamu akan kehilangan orang-orang tersayang dalam waktu dekat.

2 dari 4 halaman

Ilmuwan Kelelawar Temukan Bukti Baru Soal Virus Corona

Dream - Sejumlah ilmuwan mengatakan virus corona yang terhubung dengan SARS-CoV-2 mungkin beredar pada kelelawar di seluruh bagian dari Asia. Mereka telah menemukan virus yang mirip dengan penyebab Covid-19 pada sejumlah kelelawar di suaka margasatwa Thailand timur.

Diperkirakan virus serupa mungkin terdapat pada kelelawar di berbagai negara dan kawasan Asia. Temuan ini memperluas wilayah cakupan ditemukannya virus hingga jarak 4.800 km dan memberikan petunjuk mengenai bagaimana Covid-19 bisa muncul.

Temuan ini telah dimuat dalam laporan Nature Communications. Para peneliti mengakui pengambilan sampel sangat terbatas, namun mereka yakin virus corona yang memiliki tingkat keterkaitan genetik tinggi dengan Sars-CoV-2 secara luas terdapat pada kelelawar di banyak negara dan wilayah di Asia termasuk Jepang, China, dan Thailand.

Studi sebelumnya menunjukkan Sars-CoV-2 muncul pada hewan, kemungkinan besar kelelawar, sebelum menyebar ke manusia. Asal muasal virus tersebut tidak diketahui dan telah diselidiki oleh tim Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

 

 

3 dari 4 halaman

Virus Mirip

Dalam penelitian terbaru, tim yang dipimpin oleh Lin-Fa Wang dari Universitas Singapura mendeteksi kerabat dekat Sars-CoV-2 pada kelelawar tapal kuda yang hidup di gua buatan di suaka margasatwa Thailand. Virus yang dinamai RacCS203, sangat mirip dengan kode genetik Sars-CoV-2, dengan tingkat kemiripan genom mencapai 91,5 persen.

Ini juga terkait erat dengan virus corona lain dengan kode RmYN02 yang ditemukan pada kelelawar di Yunnan, China. Bahkan tingkat kemiripan genomnya dengan SARS-CoV-2 mencapai 93,6 persen.

" Kami perlu melakukan lebih banyak pengawasan pada hewan untuk menemukan asal sebenarnya, pekerjaan pengawasan harus melampaui perbatasan China," kata Wang.

Salah satu perhatian besar adalah kemampuan virus corona untuk berpindah di antara mamalia yang berbeda seperti kucing, anjing, dan cerpelai. Dengan berpindah antar spesies, virus dapat bermutasi dan berkembang menjadi patogen baru yang dapat menjelaskan bagaimana Covid-19 muncul.

 

4 dari 4 halaman

Perlu Penelitian Lebih Lanjut

Thiravat Hemachudha dari Universitas Chulalongkorn Bangkok, Thailand, menjadi bagian dari tim peneliti internasional tersebut, Menurut dia, virus yang ditemukan pada kelelawar di Thailand dan China bertindak sebagai replika yang sempurna.

" Virus dapat bergabung kembali dengan yang lain dan akhirnya berkembang sebagai patogen baru yang muncul, virus Covid-19 sebagai satu," katanya.

Para peneliti juga memeriksa antibodi pada kelelawar dan trenggiling yang disita dari perdagangan hewan di Thailand selatan. Antibodi tersebut mampu menetralkan pandemi virus, menjadi bukti lebih lanjut menyatakan virus corona terkait Sars-CoV-2 beredar di Asia Tenggara.

Mengomentari laporan tersebut, Martin Hibberd dari London School of Hygiene & Tropical Medicine, mengatakan temuan itu menyoroti penyebaran kelelawar dan virus yang mungkin termasuk pemicu wabah saat ini.

" Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami bagaimana Sars-CoV-2 ditularkan dari hewan ke manusia, dengan investigator WHO baru-baru ini di Wuhan menunjukkan hingga saat ini, belum ada bukti konklusif tentang bagaimana ini terjadi," katanya.

Sumber: BBC

 

Selalu ingat #PesanIbu untuk selalu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak untuk pencegahan virus COVID19. Jika tidak, kamu akan kehilangan orang-orang tersayang dalam waktu dekat.

Beri Komentar