Ada 1,5 Miliar Data Pengguna Facebook Yang Dikabarkan Dijual Oleh Penjahat Siber Saat Jaringan Facebook Down. (Foto: Shutterstock)
Dream – Imbas terputusnya akses jaringan tiga platform sosial media raksasa dunia, Facebook, Instagram, dan WhatsApp, belum berakhir. Dikabarkan matinya akses Facebook Group ini telah membuat miliaran data pengguna bocor.
Dikutip dari Gizchina, Kamis 7 Oktober 2021, Russian Privacy Affairs mengklaim menemukan penjualan 1,5 miliar data pengguna Facebook di sebuah forum hacker. Penjualan ini terjadi selama jaringan raksasa teknologi itu terganggu.
Data-data yang dijual ini tersebut termasuk pribadi karena berisi nama, alamat, alamat e-mail, dan nomor telepon. Sampai saat ini, belum ada pihak yang membuktikan kebenaran dari klaim Russian Privacy Affairs tersebut.
Namun beberapa orang mengaku mencoba menelusuri kebenaran informasi itu dengan membeli data pengguna dari si penjual. Hasilnya diketahui penjual data pengguna Facebook itu palsu. Mereka sudah membayar senilai US$5 ribu (Rp71,14 juta), tapi tak mendapatkan apa-apa.
Kalau itu benar, ini juga akan jadi masalah besar bagi Facebook. Diprediksi daerah yang terdampak adalah pengguna dari Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Italia, Perancis, dan negara-negara lainnya.
Lalu, apa yang harus dilakukan pengguna? Para pengguna platform Facebook sebaiknya rutin mengubah kata sandi dan informasi relevan lainnya untuk keamanan yang lebih baik.
Dream – Tiga platform milik miliarder Mark Zuckerberg, Facebook, WhatsApp dan Instagram tak bisa dikases secara bersamaan pada Senin malam, 4 Oktober 2021. Dengan pengguna mencapai miliaran user, kendala ini membuat warganet menumpahkan keluhan mereka melalui Twitter.
Setelah hampir enam jam berlalu, akhirnya Facebook kembali mengumumkan jika platfrom mereka sudah dapat diakses kembali.
" Kepada komunitas besar orang dan bisnis di seluruh dunia yang bergantung pada kami: kami minta maaf. Kami telah bekerja keras untuk memulihkan akses ke aplikasi dan layanan kami dan dengan senang hati melaporkan bahwa mereka telah kembali online sekarang. Terima kasih telah mendukung kami," kata Facebook.
Meski hal ini bukan yang pertama kali terjadi, namun tumbangkan tiga platform tersebut menjadi yang paling parah.
" Ini merupakan pemadaman terparah Facebook sejak tumbangnya layanan pada 2019 silam. Insiden membuat situs Facebook offline selama lebih dari 24 jam," kata The Verge dalam laporannya, dikutip dari Liputan6.com
Hal ini juga dirasakan oleh seluruh pengguna di seluruh dunia. Mulai dari negara di Eropa, Amerika Latin, Amerika Utara dan Asia.
Sebelumnya, pada Maret 2021 hal yang sama juga pernah terjadi. Dimana Facebook, WhatsApp dan Instagram down secara bersamaan. Bahkan layanan Messenger juga mengalami kejadian serupa.
Saat itu, layanan Facebook tidak bisa di-refresh dan mengunggah pos. Namun, masalah tersebut hanya terjadi di sejumlah negara di Eropa, Autralia, Asia, Afrika dan Asia Tenggara.
(Sumber: Liputan6.com)
Dream – Matinya akses platform Facebook selama enam jam membuat saham perusahaan milik ark Zucerberg ini ikut terhempas 5 persen. Tumbangnya Facebook pada Senin, 4 Oktober 2021 malam waktu Indonesia disebut sebagai yang terburuk dalam 13 tahun terakhir.
Turunnya saham raksasa teknologi itu juga disebutkan oleh tayangan “ 60 Minutes” yang menuding perusahaan mengkhianati demokrasi.
Dikutip dari CNBC, Selasa 5 Oktober 2021, saham Facebook turun 4,9 persen ke US$326,23. Indeks Nasdaq merosot 2 persen pada perdagangan Senin 4 Oktober 2021. Penurunan tajam ini disebabkan oleh saham-saham platform media sosial seperti Twitter, Snap, dan Pinterest yang juga ikut terguling lebih dari 5 persen.
Sekadar informasi, layanan Facebook, Instagram, dan WhatsApp sempat padam selama beberapa jam. Hal ini menggegerkan pengguna, bahkan sempat menjadi trending topic di Twitter. Bahkan, platform-platform ini masih offline saat perdagangan ditutup.
“ Kami menyadari sebagian orang mengalami masalah saat mengakses produk dan aplikasi kami,” cuit perusahaan.
Facebook mengatakan pihaknya sedang berupaya menormalkan kembali layanan dan meminta maaf kepada pengguna yang terdampak.
“ Kami bekerja secepat mungkin untuk menormalkan kembali layanan. Mohon maaf atas ketidaknyamanannya,” tulis perusahaan.
Rupanya, kejadian shutdown ini bukan pertama kali terjadi. Pada 2008, sebuah bug membuat layanan Facebook padam seharian.
Layanan Facebook yang tidak dapat diakses ini berdampak kepada 80 juta pengguna. Kini, perusahaan rintisan Mark Zuckerberg punya 3 miliar pengguna.
Tudingan negatif turut memperparah apa yang dialami Facebook saat ini. Dalam sebuah wawancara, seorang bernama Frances Haugen, mengungkapkan dirinya menjadi whistleblower yang memberikan “ kunci” dokumen perusahaan kepada Wall Street Journal. Media itu menggunakan informasi yang diberikan untuk menjadi sebuah laporan berjudul “ The Facebook Files”.
Haugen merupakan mantan product manager di Facebook. Dia bekerja di divisi misinformasi sipil. Haugen meninggalkan Facebook pada Mei 2021 dan membuat salinan dokumen-dokumen internal sebelum berhenti bekerja di sana.
Haugen menuding Facebook lebih memprioritaskan keuntungan perseroan di atas keamanan publik dan membahayakan nyawa orang.
Advertisement
Begini Beratnya Latihan untuk Jadi Pemadam Kebakaran
Wanita Ini Dipenjara Gegara Pakai Sidik Jari Orang Meninggal Buat Perjanjian Utang
4 Glamping Super Cozy di Puncak Bogor, Instagramable Banget!
Menkeu Lapor Capaian Satu Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran, Tingkat Pengangguran Turun
Cerita Darsono Setia Rawat Istrinya yang Tak Bisa Kena Cahaya Selama 32 Tahun