KAA (3): Cerita Soekarno, Singa Podium KAA Bandung

Reporter : Sandy Mahaputra
Senin, 20 April 2015 18:16
KAA (3): Cerita Soekarno, Singa Podium KAA Bandung
Dialah penggagas pertemuan pertama negara Asia Afrika. Ironisnya, peran sejarahnya itu pernah secara kasar berusaha dihapuskan.

Dream - Di kota Bandung, 60 tahun silam, sang singa podium itu bersuara lantang. Dia membakar semangat para pemimpin Asia dan Afrika untuk menghajar kolonialisme.

Di mimbar Gedung Merdeka, tempat berlangsungnya Konferensi Asia-Afrika (KAA), 18 April 1955, Presiden pertama RI, Soekarno, berperan bak konduktor.

Mengenakan setelan jas dengan kopiah hitam di kepala, sang proklamator memainkan orkes bersejarah. Kalimat-kalimat dalam bahasa Inggris yang keluar dari mulutnya selama 40 menit begitu menyihir.

Semua mata peserta dari 29 negara Asia-Afrika tertuju padanya. Takjub!

" Orang sering mengatakan kepada kita, bahwa kolonialisme sudah mati. Janganlah kita mau tertipu, atau terninabobokan olehnya! Saya berkata kepada tuan-tuan, kolonialisme belum mati. Bagaimana kita dapat mengatakan ia telah mati, selama daerah-daerah yang luas di Asia dan Afrika belum lagi merdeka?" kata Soekarno lantang di depan perwakilan bangsa-bangsa Asia dan Afrika, yang mendengarkan dengan takzim dalam edisi terjemahan.

Semangat peserta kembali diletupkan Soekarno. Di gedung ini, kata Soekarno, kita para pemimpin 'ditemani' para roh leluhur untuk menghasilkan kesepakatan besar yang mengubah alur dunia.

Soekarno lantas menekankan persatuan negara peserta yang hadir, berlandaskan kesamaan sikap dalam membenci kolonialisme, rasialisme dan memperkokoh perdamaian dunia.

" Saya berdoa kepada Tuhan, mudah-mudahan Konferensi Asia-Afrika ini berhasil dalam menunaikan tugasnya. Bismilah, selamat bekerja!," ujar Soekarno menutup pidato yang membuat para pemimpin di Eropa dan Amerika terperangah.

Sosok Soekarno memang menjadi magnet tersendiri bagi kedatangan pemimpin Asia-Afrika kala itu. Soekarno mampu memobilisasi puluhan kepala negara untuk datang ke Indonesia yang baru 10 tahun lepas dari penjajahan.

Beberapa pemimpin negara Barat kala itu dibuat terkaget-kaget. Indonesia yang baru 'seumur jagung' merdeka sudah bisa menggagas sebuah poros dunia. Apa rahasianya?

Para pemimpin Asia dan Afrika rela hadir jauh-jauh ke Bandung karena sebuah alasan yang dikemukaan Bung Karno: sebuah kesadaran membangun martabat bangsa agar tidak selalu dibohongi dan dikuasai negara-negara penjajah.

Tidak mudah....

1 dari 2 halaman

Restoran dan Hutang Soekarno

Restoran dan Hutang Soekarno © Dream

Semua gagasan tentang pertemuan negara Asia Afrika itu berawal dari persidangan Kolombo di Sri Langka, 25 April 1954. Hadir dalam pertemuan itu para pemimpin dari India, Pakistan, Burma (sekarang Myanmar) dan Indonesia. 

Dalam konferensi ini Indonesia memberikan usulan perlunya adanya Konferensi Asia-Afrika. Untuk mematangkan gagasan masalah Persidangan Asia-Afrika, diadakan Persidangan Bogor, 28 Desember 1954.

Di persidangan, dirumuskan lebih rinci tentang tujuan persidangan, serta siapa saja yang akan diundang.

Dari situ juga disepakati kelima negara: Indonesia, India, Pakistan, Srilanka dan Burma, sebagai sponsor Konferensi Asia Afrika. Dan, Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah.

Soekarno memilih Bandung sebagai tempat konferensi akbar itu gelar, bukan Jakarta yang notabene ibu kota negara. 

Penunjukkan itu rupanya memiliki makna. Beberapa sejarawan menyebut, Soekarno melihat Bandung adalah kota revolusi ketika Indonesia melawan penjajah. Diharapkan Bandung kembali menjadi kota tonggak revolusi besar negara Asia-Arfika melawan kolonialisme.

Ketua Konferensi Asia Afrika yang juga Perdana Menteri Indonesia, Ali Sastroamidjojo, sadar betul Bandung bakal disorot dunia. Jangan sampai muncul ejekan dan hinaan. Berbagai persiapan dilakukan cukup matang.  

Hasilnya? Suasana serba meriah. Jelang pembukaan, warga berjejal di sepanjang jalan Gedung Merdeka yang disulap sangat megah. Di dalamnya, dibuat seperti ruang persidangan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Bendera negara peserta konferensi berderet di belakang meja ketua konferensi. Tiap anggota delegasi bisa mengikuti pidato dengan terjemahan bahasa Inggris, Indonesia atau Perancis dengan menggunakan perangkat yang disebut kop telepon.

Pemerintah telah menyiapkan akomodasi atau penginapan untuk sekitar 1.500 tamu, memakai 14 hotel, 31 bungalow, di sepanjang Jalan Cipaganti hingga Ciumbuleuit, Bandung. 

Panitia sekretariat bersama 5 negara sponsor juga mencari 143 mobil sedan, 30 taksi, dan 20 bus untuk peserta konferensi dan wartawan.

Menariknya, soal pemasok santap siang para tamu undangan, Presiden Soekarno sendiri yang memilih. Salah satunya adalah Rumah Makan Madrawi yang bertugas menyiapkan hidangan.

Soekarno memang tidak asing dengan rumah makan ini. Saat ia kuliah dulu di ITB, Soekarno muda kerap makan di sana.  Bahkan pernah suatu hari setelah makan, ia pulang dan meninggalkan hutang setalen atau 25 sen. Namun besoknya saat makan lagi, hutang langsung dibayar jadi 50 sen. 

Nah, karena cita rasanya yang sudah teruji, maka Soekarno berani memperkenalkan menu sate, soto dan rawon dari rumah makan sederhana itu kepada para tamu negara. Semua kepala negara ketagihan.

Tak heran kalau Soekarno dengan percaya diri mengatakan, Indonesia adalah Asia-Afrika dalam bentuk kecil. Julukan itu kemudian dilanjutkan oleh Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru, Bandung adalah ibu kota Asia-Afrika.

2 dari 2 halaman

Hilangnya Foto Soekarno

Hilangnya Foto Soekarno © Dream

Sosok Soekarno sangat penting dalam memuluskan KAA. Tapi sayang, begitu ia sudah tak lagi menjabat presiden dan wafat, perannya justru ingin dihapus dari KAA oleh rezim Orde Baru. 

Upaya De-Soekarnoisasi berlangsung kasar. Bahkan, pemimpin Afrika Selatan, Nelson Mandela sempat terkejut dan heran, ketika berkunjung ke Indonesia dan menyempatkan mengunjungi Gedung Museum Konfrensi Asia Afrika di Bandung pada dekade 90-an.

Kala itu di gedung yang amat bersejarah bagi bangsa-bangsa di Asia-Afrika, tak ada foto mantan Presiden Soekarno. Yang ada cuma foto Ali Sastroamidjojo dan Roeslan Abdulgani sebagai pejabat yang terlibat mengurus Konferensi Asia Afrika.

Padahal di mata Mandela, Soekarno adalah penggagas Konfrensi Asia Afrika. " Di mana gambar Soekarno. Seluruh pemimpin di Asia Afrika datang ke Bandung karena Soekarno. Di mana gambarnya?" tanya Mandela kepada para pejabat Muspida Jawa Barat yang saat itu mendampinginya.

Mendengar pertanyaan Mandela, para pejabat Muspida Jawa Barat kalang kabut. Mereka kebingungan mencari jawaban. 

Miris dan ironis memang. Padahal di negara beberapa Asia-Afrika, seperti Mesir, Maroko dan Pakistan, sosok Soekarno begitu dihormati. Nama Soekarno bahkan mereka abadikan sebagai nama jalan dan tempat penting, sebagai bentuk penghormatan atas jasanya 'membakar' semangat melawan kolonialisme-imperialisme.

Sejarah memang akhirnya membuktikan peran Soekarno sebagai inisiator KAA di Bandung tak bisa dihapus. Lewat gelombang pemalsuan dan penghapusan sejarah di dalam negeri, seluruh bangsa di Asia Afrika sadar, dialah macan podium yang menyatukan gelora bangsa-bangsa muda itu untuk melawan kolonialisme. (eh)

(Berbagai sumber)

Beri Komentar