Dzulfikar Akbar Cordova (Maulana Kautsar/Dream.co.id)
Dream - Muka pemuda ceking itu awut-awutan. Tatapannya lesu ke pintu jeruji dari besi di yang mengurungnya di sudut sel sebuah panti sosial. Dari seberang terdengar suara orang meracau ngawur. Tak jelas apa yang dikeluhkan.
Sekejap, lamunan si pemuda buyar karena dering pesan masuk ke ponsel di saku celananya. Dicek, ternyata pesan di grup WhatsApp teman-teman sekolahnya. Wajahnya berubah serius, memelototi layar ponsel yang baterainya hampir tandas.
Senyumnya mengembang lebar. Informasi menggembirakan, Dodo si pemuda itu lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri. Tak tanggung-tanggung, namanya masuk dalam daftar calon mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Indonesia.
Masih belum percaya, Dodo membaca ulang. " Apa benar nih?" tanya dia dalam hati kegirangan.
Tak lama, ponsel yang masih di tangannya berdering. Kali ini sebuah panggilan masuk. Dari ujung telepon, teman Dodo mengkabarkan jika ia dan Dodo lulus ujian masuk UI (Universitas Indonesia). Dodo diajak bertemu dan bersama-sama mengurus persyaratan.
Dodo menjawab ragu, " Gue masih ditangkap satpol PP nih!" . Temannya terkejut mendengar jawaban itu. " Hah??" tanya sang kawan keheranan. Pembicaraan keduannya terputus.
Laki-laki bernama lengkap Dzulfikar Akbar Cordova itu kegirangan bukan kepalang. Tapi mau bagaimana ? Kini dia sedang berada di tahanan, ruang geraknya dibatasi. Ia cuma bisa pasrah mendekam satu kompleks dengan barak tempat penyandang masalah kejiwaan.
Dodo memang baru saja lulus dari SMA Master, Depok, Jawa Barat. Saat itu ia tengah menunggu hasil seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN).
Tapi nahas, Dodo yang mencari uang untuk ongkos pendaftaran jika diterima di perguruan tinggi dengan cara mengamen di jalanan, malah kena garuk Satpol Pamong Praja.
Pas saat ada razia Ramadan. Ia dicokok saat turun ngamen dari angkot T-19 trayek Depok-Kampung Rambutan, di Jalan TB Simatupang, tepatnya pertigaan Caglak, Pasarebo, Jakarta Timur, Rabu pagi 8 Juli 2015.
Sempat mau kabur...
© Dream
Tetap Ditahan
Dodo sempat berniat lari, tapi gitar pinjaman merek Yamaha yang ia tenteng membuatnya berpikir dua kali untuk kabur. Ia takut saat melarikan diri, gitar pinjaman yang harganya tak murah itu akan rusak.
Dia cuma bisa pasrah. Bersama pengamen lainnya dipaksa naik mobil bak terbuka, lalu diangkut ke panti sosial di kawasan Ceger, Cipayung, Jakarta Timur.
Untuk kali pertama setelah bertahun-tahun mengamen, Dodo dicokok petugas satpol PP. Setibanya di panti, semua yang terjaring razia, termasuk Dodo, didata petugas.
Ia ditanya seputar profesinya sebagai pengamen jalanan, mulai dari wilayah operasi, hingga peruntukan uang hasil mengamen.
Kepada petugas, Dodo mengaku mengamen buat jaga-jaga bayar kuliah, jika kelak diterima masuk UI. Sayang, informasi tak dapat menolongnya. Dodo tetap ditahan. Ia harus mendekam di barak bersama sekitar empat puluh pengamen lainnya.
Gitar pinjaman yang ia bawa dirampas petugas. Beruntung, Dodo masih diizinkan membawa ponsel. Ia pun berkabar kepada teman-temannya, tengah ditahan satpol PP. Namun, hari itu, orang-orang yang ia harapkan bisa menolongnya tak kunjung datang.
Esok paginya, Dodo memberi tahu salah seorang petugas perempuan jika sore nanti bakal ada pengumuman SNMPTN. Ia memohon bisa diberi kesempatan menggunakan komputer yang memiliki akses internet di kantor panti, Dodo ingin tahu apakah ia lolos ujian.
Petugas itu memperbolehkan. Namun menjelang pukul 17.00 WIB, wanita itu sudah telanjur pulang sebelum memenuhi janjinya.
© Dream
Pendobrak Kampus Kuning
Saat malam kabar kelulusannya, Dodo sempat memberitahukan kepala barak tahanan. Ia bertemu sang kepala barak saat hendak menuju masjid untuk menunaikan ibadah salat tarawih, dengan niat agar sang kepala barak bisa mempermudah kepulangannya.
" Pak, saya lolos SNMPTN, masuk UI," kata Dodo kepada sang petugas. Sang kepala barak dengan nada tak acuh hanya menjawab, " Sudah, kamu salat tarawih saja dulu." Dodo lalu melanjutkan langkahnya ke masjid menunaikan salat.
Pada Jumat 10 Juli 2015, Dodo akhirnya dibebaskan setelah dua malam menginap di panti. Sejumlah guru dari SMA Master, Depok, menyambangi Dodo ke panti, mengurus segala sesuatu terkait pembebasannya.
" Senang bercampur binggung pas tahu keterima UI. Karena saat itu lagi ditahan. Tapi, alhamdulilah bisa bebas. Bisa langsung ngurus persyaratan masuk," kenang Dodo saat berbincang dengan Dream di kantin Perpustakaan UI, Depok, pekan lalu.
Perjalanan hidup Dodo bukan tanpa rintangan. Dia hanya lulus SMP pada 2012, dan tidak melanjutkan sekolah lagi hingga dua tahun. Saat tidak sekolah Dodo bekerja serabutan, mulai dari mengamen sampai menjadi kuli harian.
© Dream
Dari Jalanan Menabung Impian
Sulung dari tiga bersaudara itu mengaku sejak 2006, begitu ayah dan ibunya cerai saat usianya 11 tahun, ia sudah berada di jalan.
" Saat berpisah dengan ibu, ayah mengajak saya dan Dika (adik laki-lakinya) hidup berpindah-pindah dari Bondowoso tempat asal kita ke kota lain di Jawa dan Sumatera. Sampai akhirnya menetap lama di Lampung," kata pemuda kelahiran 21 Juli 1994.
Saat tinggal di Natal, Lampung Selatan, Lukmanul Hakim, ayah Dodo, mendapatkan modal pinjam dari kerabatnya untuk membuka usaha. Dodo pun melanjutkan sekolah di SDN 1 Merakbatin, lalu ke SMP sambil bekerja serabutan.
Dodo termasuk siswa yang pandai. Ia bahkan pernah mengikuti Olimpiade Ekonomi Tingkat Kabupaten, meski akhirnya gagal saat di tingkat provinsi.
" Sempat bersekolah di SMAN 9 Bandar Lampung. Tapi, saya cuma sekolah selama tiga hari. Karena biayanya sudah tidak ada lagi. Usaha ayah bangkrut," katanya tersenyum getir.
Pada 2014, mereka memutuskan hijrah ke Bogor. Di kota hujan itu, sang ayah mencoba peruntungan demi menghidupi dua putranya. Uang tersisa dibelikan gitar untuk mengamen.
Semangat Dodo untuk sekolah muncul kembali ketika ia mengetahui keberadaan Sekolah Master dari salah satu koran nasional.
Dari sekolah gratis khusus menampung pengamen dan anak jalanan, yang terletak di samping Terminal Depok itu, Dodo memiliki tekad untuk kuliah. Semangatnya makin menyala begitu mendapat restu sang ayah.
Ketika teman-temannya menempuh jenjang SMA selama tiga tahun, Dodo justru hanya satu tahun belajar di Sekolah Master pada Agustus 2014.
Baru kemudian pada Oktober 2014, dia mengikuti belajar intensif dalam Program Intensif Master Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) UI.
Sambil belajar, dia nyambi mengamen di angkot dengan penghasilan Rp 50-100 ribu per hari, jika sedang ramai. Namun, saat mengikuti program intensif waktu mengamennya dikurangi.
Ketika ujian SNMPTN pada 9 Juni lalu, dengan penuh percaya diri ia melahap semua soal tanpa kesulitan. Perjuangan Dodo susah payah mencari nafkah dan menuntut ilmu terbayar. Ia berhasil masuk kuliah kampus kuning itu.
Kini Dodo bertekad mengubah hidup dia dan keluarganya yang selalu berada di jalan. " Saya ingin fokus belajar. Kalau kata pak ustaz, kalau berilmu tinggi, insya allah rejeki itu enggak bakal ke mana," kata dodo yang bercita-cita menjadi ekonom.
(Laporan: Maulana Kautsar)
Advertisement

Nikita Willy Bagikan Pola Makan Issa yang Bisa Tingkatkan Berat Badan



Warung Ayam yang Didatangi Menkeu Purbaya Makin Laris, Antreannya Panjang Banget

Mengenal Pewarna Karmin Berbahan Dasar Serangga, Apakah Halal?

Hadapi Cuaca Panas Ekstrem, Ini Pentingnya Pilih Air Minum Berkualitas

Kabar Gembira! Kemhub Gelar Mudik Gratis untuk Natal dan Tahun Baru 2025/2026