Disebut Organisasi Radikal, NU: Sejarah Harusnya Menumbuhkan Nasionalisme

Reporter : Ahmad Baiquni
Kamis, 7 Februari 2019 13:01
Disebut Organisasi Radikal, NU: Sejarah Harusnya Menumbuhkan Nasionalisme
NU menilai penyebutan sebagai organisasi radikal berpotensi menimbulkan disintegrasi.

Dream - Lembaga Pendidikan Ma'arif Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendatangi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Badan otonom bidang pendidikan milik ormas Islam terbesar di Indonesia itu melayangkan protes atas penyebutan NU sebagai organisasi radikal dalam buku sejarah untuk kelas V Sekolah Dasar (SD).

Ketua LP Ma'arif PBNU, Arifin Djunaidi, menegaskan penyebutan NU sebagai organisasi radikal sangatlah tidak tepat. Hal ini berpotensi menimbulkan disintegrasi bangsa.

" Padahal, sejarah seharusnya bisa menumbuhsuburkan nasionalisme," ujar Arifin, melalui keterangan tertulis diterima Dream, Kamis 7 Februari 2019.

Pertemuan antara LP Ma'arif PBNU dengan perwakilan Kemendikbud berlangsung pada Rabu, 6 Februari 2018. Dalam pertemuan yang berlangsung selama 2 jam mulai pukul 14.00 WIB itu, LP Ma'arif melayangkan tiga tuntutan.

" Alhamdulillah, semua tuntutan LP Ma'arif NU dipenuhi," kata Arifin.

Tiga tuntutan yang akan dipenuhi Kemendikbud yaitu menarik buku dari peredaran. Juga menghentikan pencetakan buku yang berkaitan baik untuk murid maupun guru.

Kedua, materi dalam buku tersebut direvisi melibatkan LP Ma'arif PBNU. Sedangkan tuntutan ketiga yaitu menjalankan mitigasi pencegahan terjadinya kembali penulisan buku yang tidak sesuah fakta dan mendiskreditkan NU.

Dalam pertemuan tersebut, Arifin hadir bersama Wasekjen PBNU Masduki Baedowi. Sementara pihak Kemendikbud yang hadir yaitu Sekjen, Didik Suhardi dan beberapa pejabat lainnya.

1 dari 1 halaman

PBNU Protes Disebut Organisasi Radikal di Buku Ajar SD

Dream - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melayangkan protes kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terkait adanya penerbitan buku panduan belajar untuk Kelas V Sekolah Dasar (SD). Buku itu memuat mengenai sejarah kemerdekaan Indonesia.

Dalam salah satu pembahasannya, buku tersebut mengupas tentang peran organisasi keagamaan yang turut berjuang melawan penjajah. Nama NU masuk dalam deretan Ormas tersebut namun disebut sebagai organisasi radikal.

" Meskipun frasa ‘organisasi Radikal’ yang dimaksud adalah organisasi radikal yang bersikap keras menentang penjajahan Belanda, dalam konteks ini, PBNU sangat menyayangkan diksi 'organisasi radikal' yang digunakan oleh Kemdikbud dalam buku tersebut," ujar Sekjen PBNU, Helmy Faishal Zaini dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 6 Februari 2019.

Helmy mengatakan, sebutan NU organisasi radikal akan menimbulkan persepsi negatif dari siswa. Sebab, saat ini istilah radikal diketahui sebagai organisasi yang ingin menghancurkan suatu negara, menebar ancaman, dan melakukan tindakan-tindakan melawan hukum.

" Pemahaman seperti ini akan berbahaya, terutama jika diajarkan kepada siswa-siswi," ucap dia.

Buku tuai kontroversi

Buku sejarah yang diprotes PBNU (Foto: Istimewa)

Selain itu, Faishal juga menyayangkan penulis buku yang menyebut berbagai fase pergerakan melawan penjajah pada rentang 1920 hingga 1926 yaitu fase awal radikal.

" Jika ingin menggambarkan perjuangan kala itu, yang lebih tepat frasa yang digunakan adalah masa patriotisme, yakni masa-masa menentang dan melawan penjajah," kata dia.

Buku sejarah yang diprotes PBNU

Buku sejarah yang diprotes PBNU (Foto: Istimewa)

Untuk itu, ia meminta Kemendikbud untuk bertanggungjawab terkait terbitnya buku tersebut. Jika dibiarkan, Faishal khawatir, masalah ini akan menimbulkan keburukan di masyarakat.

" Potensi mudarat yang ditimbulkan sangat besar sehingga harus diambil langkah cepat untuk menyikapinya," ucap dia.(Sah)

Beri Komentar