Ilustrasi (Foto: Shutterstock)
Dream - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mulai memberikan materi untuk pemberian sertikasi bagi para dai. Menteri Agama, Fachrul Razi memastikan program tersebut takkan membatasi ruang gerak para penceramah yang tak bersertifikat.
" Nanti kita lihat, saya (Kemenag) memang punya program itu, saya belum tahu namanya apa tapi kita sepakat kemungkinan ulama bersertifikat," ujar Fachrul di Kementerian Agama, Jakarta, Jumat, 22 November 2019.
" Itu tidak membatasi orang yang punya sertifikat boleh (berdakwah), yang enggak punya, tidak (boleh berdakwah)," kata dia.
MUI diketahui mulai memberikan pembekalan materi sertifikasi terhadap dai pada Senin, 18 November 2019. Materi yang diberikan meliputi wawasan keislaman, kebangsaan dan metode dakwah.
" Para dai yang sudah berkiprah di masyarakat diundang ke Majelis Ulama Indonesia untuk musyawarah dan tukar pikiran agar menyatukan visi dan koordinasi langkah dakwah. Merekalah yang akan direkomendasi oleh MUI sebagai dai," ujar Cholil dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 19 November 2019.
Dream - Ketua Komisi Dakwah dan Pengambangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis, mengatakan, lembaganya mulai memberikan pembekalan materi standardisasi dai. Para mubalig yang diundang adalah para pendakwah yang seriing berceramah di masyarakat.
" Ialah para dai yang sudah berkiprah di masyarakat diundang ke Majelis Ulama Indonesia untuk musyawarah dan tukar pikiran agar menyatukan visi dan koordinasi langkah dakwah. Merekalah yang akan direkomendasi oleh MUI sebagai dai," ujar Cholil, Selasa 19 November 2019.
Cholil menjelaskan, materi yang disampaikan kepada puluhan dai dalam pembekalan itu di antaranya mengenai wawasan keislaman, kebangsaan, dan metode dakwah.
" Materi wasasan Islam wasathi (moderat) mengulas tentang paham Islam yang diajarkan Rasulullah SAW dan dijelaskan oleh para sahabatnya," ucap dia.
Dream - Ketua Bidang Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis mengatakan, lembaganya segera menyusun standarisasi terhadap para dai yang ada di Indonesia.
" Standarisasi dai ini bedanya dengan sertifikasi, ya kalau sertifikasi lebih kepada orang disertifikasi ini boleh ceramah atau tidak, standarisasi kaya orang S1, S2, S3, ini loh ini yang advance, ini yang nasional, ini yang internasional," ujar Cholil di Gedung MUI, Jakarta, Selasa 17 April 2018.
Cholil mengatakan, standarisasi tersebut dilakukan terhadap seluruh dai yang sudah terkenal atau belum. Termasuk dai yang sering memberikan ceramah di televisi.
" Kita nanti akan kerjasama juga dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Kementerian Agama," ucap dia.
Dalam standarisasi itu, setiap dai nantinya akan diklasifikasikan dalam beberapa kelompok yakni kampung, kecamatan, kabupaten atau kota, provinsi, nasional hingga internasional.
" Minimal begini, kalau nasional dia harus tahu hubungan negara dan agama, poin pertama agamanya harus bener, ngajinya bener," ucap dia.
Pemahaman terhadap tafsir, wawasan mengenai pergerakan agama dan ormas Islam di Indonesia juga harus harus dimiliki oleh dai yang masuk ke dalam klasifikasi nasional.
" Tahu politik kebangsaan, bukan harus jadi politisi. Kalau provinsi harus tahu skup provinsi dan begitu sampai ke bawah," kata dia.
Tidak jauh berbeda, dai yang masuk dalam standar internasional juga harus memilki wawasan isu-isu agama internasional.
" Kalau dia keluar negeri umpannya kita bilang dai internasional, tidak. Tapi harus bagaaimana isu-isu agama internasional, kalau enggak paham enggak bisa. Itu disamping ilmu agamanya pasti harus bagus," ujar dia.
Meski demikian, dia menegaskan, standarisasi itu tidak membatasi dai untuk berdakwah. " Kalau memang ini acara nasional tapi manggil dai klasifikasi kampung enggak masalah. S2 kan belum tentu dapat lapangan kerja lebih bagus dari S1, tapi standar itu kan penting," ucap dia.
Saat ini, buku pedoman standarisasi telah dibuat. Untuk standarisasinya akan dimulai setelah lebaran tahun 2018. " Insya Allah setelah lebaran mau dimulai, nanti ditingkat nasional sudah selesai nanti Provinsi dan kabupaten atau kota," kata dia.
(Sah)
Dream - Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin membantah wacana mengenai sertifikasi khatib. Lukman menjelaskan pemerintah tidak pernah memunculkan wacana tersebut, melainkan standarisasi.
" Wacana standardisasi bukan sertifikasi, yaitu memberikan batasan minimal kompetensi kualifikasi yang harus dimiliki khatib dalam menyampaikan khutbah Jumat," kata Lukman usai bertemu duta besar Amerika Serikat Joseph R. Donovan, Jr, di Gedung Kementerian Agama, Jakarta Pusat, Selasa, 7 Februari 2017.
Menurut Lukman, khotbah Jumat memiliki urgensi untuk diatur. Berbeda dengan ceramah Tarawih atau Subuh, khotbah Jumat merupakan bagian tak terpisahkan dari sholat Jumat dan punya tata cara serta rukun tersendiri.
" Ini harus dijaga betul agar semata-semata tidak menghilangkan syarat atau rukun dari khutbah Jumat," ujar dia.
Meski mewacanakan standarisasi khatib, dia menyebut Kemenag akan memposisikan diri sebagai fasilitator. Dia beralasan, pemerintah tak memiliki wewenang untuk mengurusi standarisasi itu.
" Urusan ini adalah domain ulama," ujar dia.
Kedepannya, dia akan terus menggodok wacana tersebut. Upaya ini untuk memutuskan pedoman bersama yang memandu takmir masjid, ulama, dan umat.
" Sehingga kemudian kita semua memiliki acuan bagaimana khutbah Jumat itu sebaiknya dilaksanakan," ujar dia.(Sah)
Advertisement


IOC Larang Indonesia Jadi Tuan Rumah Ajang Olahraga Internasional, Kemenpora Beri Tanggapan

Ada Komunitas Mau Nangis Aja di X, Isinya Curhatan Menyedihkan Warganet

Wanita 101 Tahun Kerja 6 Hari dalam Seminggu, Ini Rahasia Panjang Umurnya

Kenalan dengan CX ID, Komunitas Customer Experience di Indonesia

Ranking FIFA Terbaru, Indonesia Turun ke Peringkat 122 Dunia

Warung Ayam yang Didatangi Menkeu Purbaya Makin Laris, Antreannya Panjang Banget