Ilustrasi
Dream - Menurut sebuah penelitian, mengakhiri sebuah SMS atau pesan instan dengan tanda titik dianggap tidak sopan.
Para ahli psikologi di University of Binghamton, New York, Amerika Serikat menemukan pesan teks yang diakhiri dengan tanda titik (.), bisa diartikan sebagai pesan kurang tulus dan pengirimnya dipandang tak punya perasaan.
Temuan tersebut terungkap setelah mereka melakukan penelitian terhadap 126 mahasiswa University of Binghamton. Para responden menganggap pesan teks yang diakhiri dengan tanda titik sebagai pesan yang tidak tulus dan palsu.
Menurut Celia Klin, yang memimpin studi ini, pesan teks pendek bukan lagi sekadar teks. Setiap karakter, termasuk huruf atau tanda lain seperti emoji, membentuk pesan tersebut dan menjadi satu kesatuan pesan yang utuh.
Penelitian ini dilakukan sebagai sebuah investigasi empiris dari artikel yang diterbitkan dalam New Republic pada 2013.
Wartawan Ben Crair menulis, " Saya telah melihat masalah tanda titik itu dalam SMS dan pesan instan. Orang menggunakan tanda titik tidak hanya untuk mengakhiri kalimat, tetapi untuk mengumumkan 'Saya tidak senang tentang kalimat yang baru saja saya akhiri."
Seperti tulisan 'Tidak.' yang berarti menyudahi percakapan dan 'Tidak...' yang memiliki makna ada kelanjutan dari percakapan tersebut.
Klin menyimpulkan, tanda baca dalam SMS dan pesan instan telah memengaruhi makna yang ditangkap oleh penerima pesan.
Tidak adanya ekspresi langsung dari si pengirim pesan, membuat penerima tak punya banyak pilihan dalam mengartikan pesan tersebut. Jadi, baik buruknya pesan, diukur lewat tanda baca, dalam hal ini tanda titik.
Sementara itu, menurut Washington Post, penelitian lebih lanjut oleh tim yang sama menemukan bahwa mengakhiri pesan teks dengan tanda seru justru dianggap lebih ramah dan tulus, daripada tidak ada tanda baca sama sekali.
Padahal tanda seru, seperti yang kita ketahui, bisa saja memiliki arti marah, memerintah, berteriak atau menegaskan sesuatu.
Kemudian, sebuah studi oleh TalkTalk Mobile menemukan, jumlah tanda ciuman atau x dalam pesan teks bisa menjadi ladang ranjau kesalahpahaman.
Mengirim lebih sedikit atau tidak ada x sama sekali daripada pasangan dianggap mengajak bertengkar. Sementara terlalu banyak x dilihat sebagai tanda Anda mengajak putus. Jadi jumlah x harus sama persis dengan x yang dikirim pasangan Anda.
Penelitian lain yang dilakukan sarjana Linguistik Tylor Schnoebelen dalam tesis Ph.D-nya tentang penggunaan emoji, mengklaim bahwa hanya orang-orang tua yang menggunakan 'hidung' di smiley mereka, seperti ini :-).
Rupanya, orang yang menggunakan hidung juga cenderung menggunakan singkatan yang lebih sedikit, seperti 'lol'. Dia juga mengatakan bahwa mereka biasa menggunakan emoji hampir seperti tanda baca, seperti di antara atau di akhir kalimat.
Para peneliti di University of Glasgow menemukan bahwa merespon email dengan sangat cepat mengindikasikan bahwa pengirimnya mengalami stres atau memiliki harga diri yang rendah.
Hal ini juga berlaku pada mereka yang selalu cepat-cepat membalas pesan teks.
(Ism, Sumber: Telegraph.co.uk)
Advertisement
Waspada, Ini yang Terjadi Pada Tubuh saat Kamu Marah
Respons Tuntutan, DPR RI Siap Bahas RUU Perampasan Aset
5 Komunitas Parenting di Indonesia, Ada Mendongeng hingga MPASI
Banyak Pedagang Hengkang, Gubernur Pramono Gratiskan Sewa Kios 2 Bulan di Blok M Hub
Mahasiswa Makan Nasi Lele Sebungkus Berdua Saat Demo, Netizen: Makan Aja Telat, Masa Bakar Halte
Momen Haru Sopir Ojol Nangis dapat Orderan dari Singapura untuk Dibagikan
Siswa Belajar Online karena Demo, Saat Diminta Live Location Ada yang Sudah di Semeru
Cetak Sejarah Baru! 'Dynamite' BTS Jadi Lagu Asia Pertama Tembus 2 Miliar di Spotify dan YouTube
Komunitas Warga Indonesia di Amerika Tunjukkan Kepedulian Lewat `Amerika Bergerak`
Didanai Rp83 Miliar dari Google, ASEAN Foundation Cetak 550 Ribu Pasukan Pembasmi Penipuan Online