Fera Manaroinsong
Dream - Sering mengalami perpindahan tempat tingga membuat Fera Manaroinsong peserta Dream Girls 2015 asal Gorontalo ini harus bisa bertahan dan mengerti kondisi keluarga. Beradaptasi adalah trik yang dimiliki wanita ini. Apakah Anda penasaran dengan ceritanya? Berikut kami sajikan kisah inspiratif dari Fera. Bila Anda suka silahkan beri suara untuk fera DI SINI
Namaku Fera, lebih lengkapnya Fera Manaroinsong. Aku terlahir 19 tahun yang lalu di kabupaten kecil di provinsi Sulawesi Utara. Aku anak ketujuh dari tujuh bersaudara dan yang menakjubkan adalah semuanya perempuan. Seperti kata pepatah terdahulu, “ banyak anak banyak rezeki”, mungkin itu yang menjadikan orang tuaku tidak terpengaruh slogan program keluarga Berencana BKKBN “ Dua anak lebih baik”.
Aku dibesarkan di keluarga yang sangat sederhana. Sejak kecil aku sudah banyak menyaksikan bahkan merasakan jatuh bangun fase kehidupan yang dialami keluargaku, roda perputaran kehidupan yang pernah membawaku ke titik kejayaan dan sampai ke titik terendah. Namun hal itulah yang membuat aku dan saudaraku tumbuh menjadi manusia yang kuat menghadapi terpaan badai kehidupan. Ayahku adalah seorang wiraswasta yang setiap hari bergelut dengan proyek bangunan milik pemerintah maupun swasta dan ibuku adalah ibu rumah tangga yang sangat bersahaja.
Aku bangga terlahir menjadi salah satu anggota keluarga ini. Ayah, ibu, dan keenam kakak perempuanku adalah satu paket komplit yang Tuhan berikan sebagai panutan hidupku selama ini. Merekalah sekolah pertamaku, tempatku memaknai manis pahitnya kehidupan, senang, sedih, berbagi sepiring nasi, berbagi kasur, dan semuanya.
Sejak kecil aku dan kakakku hidup berpindah-pindah dari kota satu ke kota yang lain. Lokasi pekerjaan ayahku yang tidak tetap, membuat aku dan kakakku harus bisa beradaptasi dengan lingkungan baru. Di satu kota saja sudah ada empat rumah kontrakan yang pernah kami singgahi, bisa dibayangkankan betapa repotnya harus pindah rumah dan sekolah. Waktu SD aku pernah sekolah di tiga sekolah, SMP tiga sekolah tapi aku bersyukur waktu SMA sudah bisa istiqomah dengan satu sekolah. Waktu aku dan kakakku belum mengerti, kami sering mengeluh tapi sekarang aku bisa memetik hikmahnya, aku telah terlatih dari kecil agar bisa beradaptasi dengan lingkungan sosial masyarakat yang berbeda-beda dan lagi yang paling aku syukuri adalah aku punya banyak teman.
Berbicara tentang keluarga, hal yang paling aku banggakan dari ayahku adalah cara ia memaknai hidup, kesehariannya, dan tanggung jawabnya terhadap keluarga. Ayahku bukanlah seorang akademisi dengan gelar sarjana, namun ilmu kehidupan yang beliau ajarkan tidak pernah aku dapatkan dari guru sekolah bahkan dosenku sekalipun. Kalau kata aku sih, ini ilmu tingkat tinggi yang tidak bisa di beli dengan uang.
Ibuku juga bukan orang yang berpendidikan tinggi, namun ilmu sabar dan ikhlasnya yang bikin aku selalu terharu ketika berbicara tentang ibu. Pernah suatu waktu ketika aku butuh uang untuk bayar kebutuhan sekolah akan tetapi pada saat itu ayah lagi tidak punya uang, ibu selalu merelakan perhiasan emasnya digadaikan dan sering tidak bisa di ambil lagi. Ketika ayah membelikan perhiasan yang baru sebagai pengganti, ibu selalu bilang, “ kalau aba lagi tidak punya uang dan kamu butuh apa apa, tinggal telfon mama aja, ada kalung lagi yang bisa digadaikan”. Itulah ibuku, memberi dan selalu memberi, sampai aku lupa kapan ibu pernah meminta. Aku ingat waktu masih SMK, ketika aku magang di salah satu Bank BUMN di daerahku, aku dapat uang dari hasil magangku selama tiga bulan, tidak banyak tapi lumayan buat beli perlengkapan sekolah. Aku pulang dan memberi mama uang, wajah mama seperti bahagia banget, padahal uangnya tidak seberapa, tidak sebanding dengan pengorbanan mama. Sejak SMA aku sudah hidup berjauhan dengan orang tua. Aku tinggal dirumah kakakku yang sudah berkeluarga, sekitar delapan jam perjalanan darat dari rumah orang tuaku.
Ketika SMA aku bukanlah siswa yang memiliki prestasi akademik yang gemilang, yah tapi tidak bodoh juga, aku selalu masuk sepuluh besar di kelas. Aku lebih senang ikut kegiatan yang tidak menguras otak, lebih senang bersosialisasi dengan orang di banding harus melototin buku setiap saat. Aku juga aktif dalam kegiatan atau pun organisasi luar sekolah. Aku pernah jadi salah satu duta Ambasador dari salah satu perusahaan operator seluler asli Indonesia, dan juga pernah memenangkan lomba desain dalam festival budaya yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia. Yah setidaknya punya pengalaman dan punya banyak relasi itu menyenangkan.
Ketika lulus SMA, aku sempat lulus di sekolah pramugari. Awalnya aku berfikir dengan menjadi seorang pramugari aku bisa melihat isi dunia. Namun takdir berkata lain, mama adalah orang yang paling menentang untuk ikut sekolah pramugari, karena maraknya kecelakaan pesawat . Aku ingat waktu itu kata mama “ Materi bisa dicari, tapi tidak dengan nyawa”. Hingga akhirnya, atas rekomendasi kakakku dan dukungan dari orang tua, aku memutuskan untuk masuk salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta dan memberanikan diri terbang dari Gorontalo ke Jogja seorang diri. Sempat sedih ketika melihat teman-teman yang kuliahnya di luar daerah apalagi yang jaraknya jauh, selalu ditemani orang tuanya. Berbeda denganku yang berangkat sendiri, mencari kampus sendiri tapi bagiku cukuplah disertai do’a dan semangat orang tua untuk menguliahkan anaknya.
Ketika Kuliah tidak berbeda jauh dengan masa SMA. Akademik tidak gemilang banget, tapi juga tidak anjlok yang terpenting IP nya masih di 3,40. Bahkan kata ayahku kuliah tidak mesti pintar, yang penting ilmunya nanti bisa bermanfaat. Aku aktif di organisasi kampus, termasuk di lembaga pers mahasiswa, walaupun belum ada prestasi yang kelihatan, namun setidaknya aku belajar untuk melakukan apa yang ingin aku lakukan. Niat dan proses dahulu, hasilnya belakangan.
Selama di Jogja aku tak pernah merasa kehilangan perhatian dan kasih sayang orang tuaku karena sekali mereka telfon rasanya aku sedang berada di dekat mereka. “ memberi kasih sayang itu tidak harus overprotective”. Itulah yang diperlihatkan orang tuaku selama aku jau dari mereka. Cukup memberi bekal kepercayaan, dan mengingatkan untuk selalu berdo’a karena ketika jauh dari kedua orang tua, tak ada lagi yang mengawasi kecuali Tuhan dan diri kita sendiri.
Keluarga adalah segalanya, mimpi dan kesuksesan tidak akan berarti tanpa keluarga. Siapa lagi kalau bukan untuk mereka? Mungkin apa yang aku ceritakan ini, hanyalah bagian kecil dari pembelajaran hidupku selama 19 tahun hidup di dunia. Karena luas samudera pun mungkin takkan mampu untuk menampungnya. semoga bermanfaat.
Advertisement
4 Komunitas Animasi di Indonesia, Berkarya Bareng Yuk!
Senayan Berbisik, Kursi Menteri Berayun: Menanti Keputusan Reshuffle yang Membentuk Arah Bangsa
Perusahaan di China Beri Bonus Pegawai yang Turun Berat Badan, Susut 0,5 Kg Dapat Rp1 Juta
Style Maskulin Lionel Messi Jinjing Tas Rp1 Miliar ke Kamp Latihan
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Konser Sejarah di GBK: Dewa 19 All Stars Satukan Legenda Rock Dunia dalam Panggung Penuh Magis
Desain Samsung Galaxy S26 Bocor, Isu Mirip iPhone 17 Pro Bikin Heboh Pecinta Gadget
Official Genas, Komunitas Dance dari Maluku yang `Tularkan` Goyang Asyik Tabola Bale
Selamatkan Kucing Uya Kuya Saat Aksi Penjarahan, Sherina Dipanggil Polisi