Kekerasan Terhadap Islam Bawa Webber Jadi Mualaf

Reporter : Sandy Mahaputra
Rabu, 15 Oktober 2014 06:30
Kekerasan Terhadap Islam Bawa Webber Jadi Mualaf
Hatinya tergerak untuk mulai menelusuri kebenaran tentang Islam. Ia menyelidiki Islam lewat internet secara diam-diam.

Dream - John Webber lahir dan besar di Inggris. Keluarganya tidak terlalu religius. Meski mendapat pelajaran agama, John tidak terlalu memikirkan tentang Tuhan.

Pemikiran tentang Tuhan dibuangnya jauh-jauh. Lagipula, orang-orang religius itu tidak bisa membuktikan agamanya seperti ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah. Bagi Webber, mereka adalah orang-orang yang berpikiran lemah atau bodoh.

Namun Webber mulai berpikir religius setelah ulang tahunnya yang ke-13. Religius yang dipikirkan Webber hanyalah pandangan umum semua agama, yaitu berbuat baik kepada orang lain, tidak lebih dari itu.

Menurutnya semua agama selalu mengajarkan orang untuk menjadi lebih bermoral. Namun, semakin lama dia menjalankan prinsip tersebut semakin dia merasa ada sesuatu yang lain yang kurang.

Maka pencarian jiwa Webber tentang sesuatu itu kian mendesak hingga terjadi serangan di WTC di Amerika Serikat. Berita tentang serangan itu gencar di media namun Johnn tidak terlalu menaruh perhatian.

Hingga muncul serangan teroris, kekerasan terhadap muslim dan serangan terhadap Afghanistan dan Irak. Saat itu dia mulai mempertanyakan sikap pemerintahnya dan AS terhadap muslim.

Dari situlah, hati Webber tergerak untuk mulai menelusuri kebenaran tentang Islam.

Ia benar-benar kurang yakin muslim selalu mengobarkan kebencian dan pembunuhan. Namun Webber sadar mungkin inilah yang mendorong pikirannya mau belajar tentang agama secara serius untuk pertama kalinya.

Dia kemudian berteman dengan seorang muslim. Dari sinilah Webber baru tahu, muslim bukan orang aneh dan gila. Mereka orang normal seperti kebanyakan.

Webber mulai menyelidiki Islam lewat internet secara diam-diam. Tapi ia belum siap menunjukkan tengah mempertimbangkan sebuah agama, yakni Islam.

Setelah browsing sana-sini, Webber mulai meyakini apa yang dibacanya meski kadang masih bingung.

Puncaknya saat liburan musim panas tiba. Webber hampir meyakini agama Islam. Ia ingin meyakininya namun belum menemukan penjelasan yang masuk akal baginya.

Webber memberanikan diri bertanya segala hal tentang Islam kepada teman muslimnya. Ia pun merasa lega dengan jawaban sahabatnya.

Ia akhirnya mantap mengucapkan kalimat syahadat pada ulang tahunnya yang ke-20. Dia tahu jika tidak begitu, dia tidak akan pernah melakukannya. " Aku masih harus belajar Alquran dan Hadits," katanya.

(Ism, Sumber: OnIslam.net)

 

Beri Komentar