Dream – Setiap orangtua memiliki cara yang berbeda-beda dalam mendidik anak. Meski pola asuh yang diyakini dan diterapkan begitu beragam, tujuan utamanya adalah untuk membangun karakter buah hati menjadi pribadi yang baik dan kelak akan mandiri.
Sebagai orang tua, kita tahu pasti bahwa setiap pola asuh pasti memiliki dampak bagi perilaku anak, baik positif maupun negatif. Maka dari itu, perlu mengetahui pola asuh seperti apa yang pantas untuk diterapkan pada anak, terutama yang harus dihindari.
Dalam sebuah survei yang dilakukan kepada banyak orang tua mengenai gaya pengasuhan yang harus dihindari, terdapat satu pola asuh yang terkenal harus dihindari. Yup, eggshell parenting atau pola asuh cangkang telur.
Penting bagi ayah bunda untuk tahu pola asuh satu ini, yang harus dihindari.
Eggshell parenting merupakan pola asuh yang bersifat otoriter, yang telah ada sejak tahun 1960-an. Menggambarkan bahwa anak-anak seolah-olah “berjalan di atas cangkang telur” akibat perilaku orang tua yang tidak konsisten, tidak dapat diprediksi, dan terkadang meluapkan emosi dengan cara yang keras.
Contoh dari pola asuh ini misalnya ketika seorang anak tidak mengerjakan sesuatu yang seharusnya dilakukan, Ia mendapat teguran keras dari orang tuanya. Pada saat anak tersebut telah mengerjakan sesuatu sesuai perintah orang tuanya, Ia kembali mendapat teguran keras karena caranya mengerjakan hal tersebut tak sesuai dengan keinginan sang orang tua.
Ekspektasi orang tua yang berubah-ubah inilah yang kemudian membuat anak-anak merasa mereka tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar.
“Ketika kita berada di sekitar orang-orang yang tidak dapat diprediksi dan mudah berubah, kita seperti merasakan sensasi berjalan dengan hati-hati agar tidak memecahkan cangkang di bawah kita, meskipun ini adalah tugas yang mustahil,” kata Kelsey M. Latimer, Ph.D., psikolog pediatrik di Texas.
Sebagian besar orang tua yang menerapkan eggshell parenting mungkin tak bermaksud demikian. Meskipun tidak ada penjelasan pasti, Kelsey M. Latimer mengidentifikasi beberapa alasan umum di balik kebiasaan tersebut.
Menurutnya, banyak orang tua bereaksi dengan cara ini karena secara tak sadar memilih pola reaksi tersebut. Beberapa di antaranya mungkin memang memiliki sifat yang cukup pemarah atau tak sabar, sehingga kesulitan mengendalikan emosi secara sehat. Gangguan suasana hati atau gangguan kepribadian pun dapat menjadi penyebab eggshell parenting.
Selain itu, Kelsey juga menyatakan kebiasaan ini mungkin adalah perilaku yang dipelajari dan merupakan hasil dari luka emosional yang didapatkan dari masa kecil sang orang tua.
Jadi, sebagian besar orang tua yang menerapkan eggshell parenting mengulang pola asuh yang mereka alami dalam keluarga mereka sendiri.
Seperti yang kita tahu, setiap pola asuh akan memiliki dampak pada perilaku anak, termasuk eggshell parenting. Salah satu dampak dari pola asuh ini adalah rasa waspada berlebihan yang dialami anak-anak.
Mereka akan cenderung merespons sesuatu dengan fight, flight, dan freeze karena jarang merasa aman, menciptakan kondisi stres yang tidak sehat secara mental dan emosional.
Pengaruh jangka panjang dari pola asuh ini mencakup kelelahan emosional, yang kemudian menyebabkan depresi, mudah tersinggung, hingga menjauhkan diri dari banyak orang. Anak-anak juga kehilangan kepercayaan diri dan merasa tidak aman terus-menerus akibat ketidakstabilan pola asuh yang mereka terima.
Selain itu, kecurigaan dan kecemasan yang ditimbulkan oleh eggshell parenting dapat mengakibatkan ketidakpercayaan. Anak-anak akan kesulitan mempercayai orang, yang kemudian justru meningkatkan rasa cemas dan depresi.
Untuk memperbaiki hubungan dengan anak-anak, Kelsey menyoroti pentingnya kesadaran diri, permintaan maaf yang tulus, dan perubahan perilaku bagi orang tua yang menyadari perilaku tidak sehat mereka.
" Meminta maaf secara tulus merupakan kesempatan bagi orang tua untuk terhubung kembali dengan anak-anak, serta memperkuat ikatan orang tua – anak," kata Kelsey.
Orang tua juga perlu melakukan percakapan yang melibatkan anak, memberi kesempatan pada mereka untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya.
Sebagai catatan, orang tua harus selalu mengingat untuk tidak terus-menerus mengulangi kesalahan atau pola asuh yang sama, karena hal ini akan merusak makna dari permintaan maaf tersebut.
Jika ayah bunda masih mengalami kesulitan dalam mengatur emosi, konsultasikanlah dengan psikolog untuk menghindari hal yang tak diinginkann terjadi kembali.
Laporan Marha Adani Putri/ Sumber: Fatherly
Dream.co.id hadir di WhatsApp Channel, follow buat tahu informasi terkini di link ini
https://bit.ly/DreamcoidWAChannel