Dream – Pandangan sebagian besar kaum muda di Korea Selatan terhadap pernikahan telah mengalami perubahan dalam beberapa dekade terakhir. Banyak yang menganggap pernikahan bakal menambah beban.
Terutama di kalangan kaum muda, mereka melihat pernikahan sebagai pilihan yang bukan keharusan. Pasalnya, tuntutan biaya hidup kian tinggi. Pernikahan justru akan menambahnya.
Salah satu kaum muda di Korea Selatan, seorang pria bernama Kim berusia 20-an mengatakan bahwa ia tidak ingin menikah.
" Aku tidak ingin mendukung keluarga dan aku tidak ingin ada yang menggangguku," ucap Kim.
Kim juga menambahkan jika mencari nafkah dan memiliki pasangan adalah tekanan besar.
Ia menegaskan keinginannya untuk menjadi mandiri dan mencari nafkah untuk dirinya sendiri tanpa perlu bergantung pada pasangan atau menanggung beban tanggung jawab keluarga.
Data dari statistik Korea menunjukkan bahwa lebih dari setengah dari penduduk Korea Selatan yang berusia 20-an dan 30-an memiliki pandangan bahwa menikah adalah hal yang tidak perlu.
Laporan pemerintah Korea Selatan memperkirakan penurunan populasi dalam 50 tahun ke depan mencapai 36,2 juta pada 2072 dari jumlah saat ini, 51,7 juta.
Populasi lanjut usia, yaitu 70 tahun ke atas diperkirakan akan meningkat secara drastis, hampir dua kali lipat menjadi lebih dari 10 juta pada 2033 dari 5,92 juta pada 2022.
Data terbaru menunjukkan pergeseran signifikan dalam pandangan terhadap pernikahan di Korea Selatan. Pada 2022, hanya 27,5% wanita dan 41,9% pria usia 20-an yang menyatakan bahwa " seorang wanita harus menikah" atau " lebih baik bagi seorang wanita untuk menikah," turun dari 52,9% dan 71,9% pada 2008. Di kalangan orang berusia 30-an, 31,8% wanita dan 48,7% pria setuju dengan pernyataan serupa, menurun dari 51,5% dan 69,7%.
Berikut adalah data yang menggambarkan sejumlah perubahan pandangan dan perilaku sosial di Korea Selatan.
Data terkini dari Korea Selatan menunjukkan perubahan signifikan dalam norma sosial. Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita berusia 30-34 tahun turun drastis dari 2,76 pada 1976 menjadi 1,12 pada 2021.
Pada tahun 2020, 47,7 persen responden memiliki pandangan yang baik terhadap orang yang lajang, naik dari 39,1 persen pada tahun 2015. Ini menunjukkan adanya pergeseran dalam norma sosial terkait status pernikahan.
Lebih dari 40 persen responden mengatakan bahwa tinggal bersama tidak lagi dianggap sebagai sumber stigma sosial, naik dari 25,9 persen pada tahun 2015. Hal ini mencerminkan perubahan norma sosial terkait hubungan dan kehidupan bersama tanpa pernikahan formal
Meskipun terdapat peningkatan penerimaan terhadap orang yang cacat (93 persen), tingkat penerimaan sebagai pasangan hidup hanya mencapai 2,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada penerimaan, tetapi terdapat kendala dalam menerima individu dengan keunikan tertentu sebagai pasangan hidup.
Laporan Amanda Syavira/Sumber SCMP
Dream.co.id hadir di WhatsApp Channel, follow buat tahu informasi terkini di link ini
https://bit.ly/DreamcoidWAChannel
Advertisement
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Inspiratif, Tiga Artis Cantik Ini Ternyata Founder Komunitas
Fakta-Fakta Ciamis Jadi Kota Kecil Terbersih se-ASEAN
Psikolog Ungkap Pentingnya Pengawasan Orangtua Saat Anak Main Game
Potret Beda Pesta Pora 2025, Ada Jumatan Bareng Dipimpin Rhoma Irama
Seru Abis! Komunitas Ini Sampaikan Kritikan dengan Main Karet Depan Gedung DPR
Tak Hanya di Indonesia, 7 Mitos Aneh di Berbagai Belahan Dunia
Mahasiswa Sempat Touch Up di Tengah Demo, Tampilannya Slay Maksimal
Bentuk Roti Cokelat Picu Komentar Pedas di Medsos, Chef Sampai Revisi Bentuknya